A. Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlak
Aqidah dan budbahasa dalam fatwa Islam merupakan pangkal utama dalam menumbuhkan keyakinan insan kepada Tuahnnya dan mengatur tata kehidupan di dunia, serta sebagai bekal di alam abadi kelak. Dalam pembelajaran pada tingkat sekolah, aqidah budbahasa merupakan dasar pengetahuan kognitif yang sarat dengan pembentukan dan pengembangan kearah afeksi siswa. Dalam hal ini siswa tidak dijejali pengetahuan belaka, tetapi bagaimana siswa bisa meyakini dan menerapkannya dalam kehidupan. Persoalan bangsa ini hanya persoalan budbahasa sebanarnya, pendidikan di Indonesia kebanyakan hanya berkisar pada pengetahuan kognitif saja (pinter Matematika, IPA, Bahasa Inggris) sedangkan akhlaknya tidak begitu diperhatikan. Memang ada yang memperhatikan tetapi hanya sedikit[1]. Kemudian dalam kesempatan lain; dia juga mengemukakan; salah satu ketidak berhasilan pendidikan, alasannya ialah tujuan yang tidak jelas.[2] Tujuan utama dalam pendidikan semoga lebih diarahkan kepada pembentukan budbahasa mulia. Apapun bahan dan pembelajarannya penanaman budbahasa hendaknya menjadi nomor satu. Aqidah yang mengakar menjadi pondasi dan budbahasa yang fundamental menjadi prestasi. Dengan anggapan tersebut penulis berkeyakinan, pembelajaran aqidah akhlak, harus diatur sedemikian rupa untuk sanggup menghasilkan produk yang baik. Produk yang baik bukan hanya secara pengatahuan saja akan tetapi secara aplikasi dilapangan juga baik.
Untuk menumbuhkan keyakinan pada setiap siswa, semestinya harus didahului dengan pengetahuan siswa ihwal bahan yang akan diajarkan. Pertanyaannya adalah, bagaimana siswa yakin akan sesuatu jikalau mereka tidak mengetahui ihwal sesuatu itu? Dasar pengetahuan inilah yang mesti dipupuk pada benak dan diri siswa, semoga tumbuh kesadaran betapa pentingnya keyakinan kepada Allah sebagai Tuhannya. Keasadaran itu akan berimbas pada keteraturan hidup secara individual maupun kelompok. Dengan kata lain keyakinan melalui kepercayaan seseorang sanggup dibimbing kearah pembentukan akhlaq al-karimah dalam menjalankan roda kehidupan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran aqidah akhlak, ada beberapa aspek yang perlu menerima perhatian sehingga akibatnya optimal, yakni: aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Daulay mengemukakan:
Ada tiga ranah popular di kalangan dunia pendidikan yang menjadi lepangan garapan pembentukan kepribadian akseptor didik. Pertama, kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya sanggup membudayakan nalar pikiran, sehingga dia sanggup memfungsikan nalar menjadi kecerdasan intelegensia. Kedua, afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri eksklusif seorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua sanggup digolongkan kepada kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, ialah berkenaan dengan action, perbuatan, perilaku. Apabila disingkronkan ketiga ranah tersebut sanggup disimpulkan bahwa dari mempunyai pengetahuan ihwal sesuatu, kemudian mempunyai sikap ihwal hal tersebut, dan selanjutnya berperilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apa yang disikapinya.[3]
Esensi dari pendidikan kebijaksanaan pekerti itu ialah pembentukan sikap dan kepribadian. Oleh alasannya ialah itu, orientasi pokoknya ialah internalisasi nilai. Oleh alasannya ialah itu, dituntut untuk melakukan pendidikan berkelanjutan, integrated, budaya pendidikan.[4] Pendidikan berkelanjutan yaitu adanya hubungan yang berkesinambungan antara pendidikan di kelas (sekolah), di luar kelas, (rumah tangga dan masyarakat).[5] Pendidikan itegrited ialah nilai-nilai kebijaksanaan pekerti yang ada di aneka macam mata pelajaran dimunculkan oleh guru saat mengajar, terutama di dalam mata pelajaran pendidikan agama, pancasila, PPKn.[6] Selanjutnya pembentukan budaya pendidikan, yang dimaknai dengan pembentukan iklim sekolah yang aman bagi pengembangan pendidikan kebijaksanaan pekerti.[7] Beberapa hal yang terkait dengan ini adalah:
Pertama, pimpinan sekolah yang proaktif dan mempunyai kepedulian yang tinggi untuk pembentukan lingkungan sekolah yang adaptif bagi pengembangan pendidikan kebijaksanaan pekerti, tidak hanya guru agama saja. Kedua, guru, semua guru ialah pendidik kebijaksanaan pekerti, tidak hanya guru agama saja. Tenaga administratif, sarana, dan akomodasi dipersiapkan yang menunjang bagi terwujudnya pendidikan kebijaksanaan pekerti. Dengan Demikian diperlukan sekolah menjadi laboratorium kebijaksanaan pekerti.[8]
[1] Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, Ed.1 Cet.1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 269.
[5] Ibid.,
[6] Ibid.,
0 Komentar untuk "Implementasi Pembelajaran Aqidah Sopan Santun"