Ada logika-logika yang berseliweran di Facebook perihal mengapa membantu Rohingya sementara warga miskin sendiri tidak dipeduli (oleh pemerintah misalnya).
Logika ini selalu saja muncul dikala ada aksi-aksi kemanusiaan di Aceh. Meskipun dengan intensitas volume bunyi yang semakin kecil.
Tapi aku ingin tau bagaimana bangunan logika-logika semacam ini dan bagaimana dapat logika ibarat ini dapat muncul di Aceh yang pdhl berabad-abad lamanya Islam telah mengakar besar lengan berkuasa disini.
Islam seharusnya bukan sekedar perihal rutinitas ritual ibadah semata. Tapi juga terintegrasi dalam paradigma dan worldview (cara pandang) kita.
Beruntung orang-orang gampong kita di Aceh Utara masih mempertahankan cara pandang Islam (Islamic Wordview) mereka dalam memandang urusan kemanusiaan, sehingga bawah umur kecil dan kaum wanita yang lemah di bahtera malang itu dapat ditarik ke darat.
Dalam kasus-kasus ibarat ini, sy semakiin menyayangi menjadi orang Aceh. Sebab, orang-orang gampong kita di pelosok Aceh masih merawat warisan peradaban dari para endatu mereka perihal cinta dan kasih sayang. Tentang kemanusiaan dan solidaritas.
Ya, itu terjadi dikala dunia yang semakin individualias. Semakin tidak peduli.
Kalau sekiranya kita mengakibatkan Islam sebagai wordview kita, maka bagaimanapun kondisi yang sedang kita alami, tapi kita akan percaya bahwa kesusahan kita pasti akan dihilangkan oleh Allah Swt apabila kita membantu muslim lain untuk keluar dari kesulitan dan kesusahannya.
Dan itu bukan hanya teori, tapi garansi pribadi dari kekasih Allah, Nabi Muhammad Saw.
Jadi, membantu orang lain tidak akan menjadi lantaran kita semakin susah. Malahan, alasan kenapa kita menghadapi kesulitan-kesulitan ialah justru dapat jadi lantaran kita jarang membantu orang lain menuntaskan kesulitan yang dihadapinya.
Bahwa adanya kemiskinan yang masih mendera warga kita sendiri, itu bukanlah alasan untuk menyinyir agresi "ureng-ureung gampong" membantu Rohingya yang dapat jadi secuil masakan pun tak ada lagi di bahtera yang sekali lagi, sungguh malang itu.
Kalau memang kita peduli pada kemiskinan warga kita sendiri, selain silahkan saja kritisi pemerintah semoga menjalankan tugasnya, lebih dari itu ialah ambillah cuilan dalam melaksanakan sesuatu yang penting.
Saya melihat, mereka yang peduli kepada Rohingya, ialah mereka yang juga peduli kepada sesama warga miskin di Aceh.
Kepeduliaan dan kasih sayang itu melewati sekat-sekat apapun. Menembus teritorial. Itulah yang menciptakan kita bernilai menjadi manusia.
Dan itu bukan hanya teori, tapi garansi pribadi dari kekasih Allah, Nabi Muhammad Saw.
Jadi, membantu orang lain tidak akan menjadi lantaran kita semakin susah. Malahan, alasan kenapa kita menghadapi kesulitan-kesulitan ialah justru dapat jadi lantaran kita jarang membantu orang lain menuntaskan kesulitan yang dihadapinya.
Bahwa adanya kemiskinan yang masih mendera warga kita sendiri, itu bukanlah alasan untuk menyinyir agresi "ureng-ureung gampong" membantu Rohingya yang dapat jadi secuil masakan pun tak ada lagi di bahtera yang sekali lagi, sungguh malang itu.
Kalau memang kita peduli pada kemiskinan warga kita sendiri, selain silahkan saja kritisi pemerintah semoga menjalankan tugasnya, lebih dari itu ialah ambillah cuilan dalam melaksanakan sesuatu yang penting.
Saya melihat, mereka yang peduli kepada Rohingya, ialah mereka yang juga peduli kepada sesama warga miskin di Aceh.
Kepeduliaan dan kasih sayang itu melewati sekat-sekat apapun. Menembus teritorial. Itulah yang menciptakan kita bernilai menjadi manusia.
Penulis: TEUKU ZULKHAIRI
0 Komentar untuk "Membantu Rohingya, Cara Orang Aceh Menjadi Manusia"