Hikmah Larangan Mengawini Perempuan Musyrikah


BAB I
P E N D A H U L U A N
Hikmah Larangan Mengawini perempuan Musyrikah Hikmah Larangan Mengawini perempuan Musyrikah


A.    Latar Belakang Masalah
Islam yakni agama yang tepat (kamil) dan komprehensif (syumul). Islam mengatur mulai dari masalah yang paling kecil sampai masalah yang paling besar. Apabila di dalam istinja� (bersuci dari buang hajat) saja Islam telah mengatur-nya, terlebih lagi di dalam perkara-perkara yang lebih besar darinya. Demikian pula dengan penyelenggaraan ijab kabul dan walimah (resepsi), Islam telah memperlihatkan aturan-aturan yang terang biar program pernikahan menjadi meriah dan berbarakah. Sesungguhnya di dalam pernikahan terdapat diam-diam Rabbani yang sangat besar sekali, dimana dikala terlaksananya ijab kabul akan tercapailah kasih saying yang didapati oleh suami isteri, dimana rasa kasih saying tersebut tidak bisa didapati di antara dua orang sahabat kecuali sehabis melalui pergaulan yang sangat lama.[1]
            Allah membuat manusia, laki-laki dan wanita, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia mempunyai naluri, perasaan, dan akal. Adanya rasa cinta kasih antara laki-laki dan perempuan merupakan fitrah manusia. Hubungan khusus antar jenis kelamin antara keduanya terjadi secara alami lantaran adanya gharizatun nau� (naluri seksual/berketurunan). Sebagai sistem hidup yang paripurna, Islam niscaya sesuai dengan fitrah manusia. Karenanya Islam tidak melepaskan kendali naluri seksual secara bebas yang sanggup membahayakan diri insan dan kehidupan masyarakat.
            Islam telah membatasi kekerabatan khusus laki-laki dan perempuan hanya dengan pernikahan. Dengan begitu terciptalah kondisi masyarakat penuh kesucian, kemuliaan, sangat menjaga kehormatan setiap anggotanya, dan sanggup mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarian keturunan umat manusia. Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal. Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis sanggup hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat. Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat �ijab dan qabul�. Tapi dengan dua kalimat ini telah sanggup menaikkan kekerabatan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal shaleh.�[2]
Menggapai keharmonisan hidup berumah tangga dan kemesraan di dalamnya yakni impian setiap manusia, terutama kita, umat Islam. Banyak hal yang sanggup dilakukan untuk itu. Ada sebagian orang yang memulainya dengan berpacaran terlebih dahulu sebelum menikah. Alasannya : untuk lebih mengenal lebih dalam calon pasangan masing-masing. Padahal, pacaran sebelum menikah akan mengubur objektivitas, lantaran setiap orang yang melaksanakan hanya ingin memperlihatkan hal-hal yang baik kepada pacarnya, dan hanya ingin melihat yang baik dari pacarnya.
Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, merupakan suatu keluarga dambaan bahkan merupakan tujuan dalam suatu perkawinan dan sakinah itu didatangkan Allah SWT. ke dalam hati para nabi dan orang-orang yang beriman, maka untuk mewujudkan keluarga sakinah harus melalui perjuangan maksimal baik melalui perjuangan bathiniah (memohon kepada Allah SWT.), maupun berusaha secara lahiriah (berusaha untuk memenuhi ketentuan baik yang datangnya dari Allah SWT. dan Rasul-Nya, maupun peraturan yang dibentuk oleh para pemimpin dalam hal ini pemerintah berupa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku).[3]
            Allah SWT. menjelaskan dalam firmannya dalam suratAr-ruum ayat 21 :
?????? ???????? ???? ?????? ????? ????? ??????????? ?????????? ????????????? ????????? ???????? ????????? ?????????? ?????????? ????? ??? ?????? ???????? ????????? ?????????????? ) ?????: ??(
Artinya: Dan di antara gejala kekuasaan-Nya ialah ia membuat untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kau cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat gejala bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum; 21)

            Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, �Yadullahi fawqa aydihim�. Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya �Mitsaqon gholizho� atau perjanjian Allah yang berat. Juga ibarat perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi yakni perjanjian yang berat Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak insan sebagai �Mitsaqon ghalizha�. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
            Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya dalam surat An-nisa ayat 21:
???????? ????????????? ?????? ??????? ?????????? ????? ?????? ?????????? ?????? ?????????? ????????) ??????:??(
Artinya: Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berafiliasi satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melaksanakan dengan kalian perjanjian yang berat �Mitsaqan gholizha. (Qs. An-Nisaa� : 21).

            Perkawinan beda agama atau perkawinan antar orang yang berlainan agama ialah perkawinan antara orang Islam baik laki-laki maupun perempuan yang menikah dengan orang yang bukan Islam. Perkawinan ini dalam Islam digolongkan menjadi tiga bagian,  Perkawinan antara seorang laki-laki muslim dengan wnita musyrik,Perkawinan antara seorang laki-laki muslim dengan perempuan ahlul kitab,dan Perkawinan antara perempuan muslim dengan laki-laki non muslim. Ketiga potongan ini kemudian menjadi perdebatan para ulama perihal status hukumnya. Ada sebagian ulama membolehkan pernikahan ini dan adalagi ulama lain yang melarangnya. Klimaks yang menjadi permasalahan dari perdebatan ini tiada lain tertumpu pada perbedaan pemahaman perihal perempuan musyrikah dan perempuan ahlul kitab dikaitkan dengan perkembangan zaman kini yang notabene kitab suci mereka sudah tidak murni lagi.
            Karena itu pula timbulah keraguan dalam pikiran para ulama yang melarang perkawinan ini terhadap perempuan musyrikah dan ahlul kitab. Ayat al-qur'an yang mereka perdebatkan  terdapat pada surah al-Baqarah, ayat 221 sebagai berikut:
?????? ?????????? ?????????????? ?????? ????????? ????????? ??????????? ?????? ???? ??????????? ?????? ?????????????? ????? ?????????? ?????????????? ?????? ??????????? ?????????? ????????? ?????? ???? ????????? ?????? ???????????? ??????????? ????????? ????? ???????? ???????? ???????? ????? ?????????? ??????????????? ?????????? ??????????? ???????? ????????? ??????????? ?????????????? ) ??????: ???(
Artinya:  Dan janganlah kau menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan budak yang mu'min lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kau menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke nirwana dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menunjukan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada insan supaya mereka mengambil pelajaran.( Qs.. Al-baqarah: 221)

            Ayat diatas berdasarkan hemat penulis sebetulnya sudah terang melarang pernikahan ini dan hukumnya pun haram. Pertimbangannya yakni ayat selanjutnya yang menjelaskan bahwa terjadinya kontradiktif antara yang mengajak kepada jalan neraka, sementara yang lain mengajak kesurga. Artinya bahwa perempuan musyrikah mengajak keneraka sementara Allah mengajak ke surga. Dan hal inipun selaras dengan pendapat para ulama yang melarang terhadap pernikahan ini. Tetapi walaupun demikian pendapat sebagian ulama lain pun mempunyai alasan tersendiri. Islam dengan tegas melarang seorang perempuan Islam kawin dengan seorang laki-laki non Muslim, baik musyrik maupun Ahlulkitab. Dan seorang laki-laki Islam secara niscaya tidak boleh menikahi seorang perempuan musyrik. Kedua bentuk perkawinan tersebut mutlak diharamkan. Mengapa? Karena pernikahan yang berlanjut kepada forum keluarga bisa menjadi institusi penting dan strategis untuk memindahkan dan menanamkan nilai-nilai agama yang diyakini kebenarannya. Banyaknya masalah murtad atau pemurtadan antara lain melalui perkawinan beda agama. Adapun yang menjadi duduk masalah semenjak zaman sobat Rasulullah sampai era modern ini yakni perkawinan antarpria Islam dengan perempuan Ahlulkitab atau Kitabiyah.
            Perkawinan beda agama intinya tidak boleh oleh agama Islam, meskipun secara tekstual ada ayat al-Qur'an yang membolehkannya. Namun berdasarkan para ulama ayat ini merupakan keringanan bersyarat; yakni boleh seorang laki-laki muslim menikah dengan perempuan ahlul kitab dengan syarat kualitas kepercayaan laki-laki tersebut sudah kuat. Artinya kepercayaan mereka sudah berkualitas. Sebab dari pernikahan ini mengandung resiko yang sangat besar, yaitu sanggup menyeret laki-laki muslim pindah agama dan terjadi perceraian.  Pelarangan ini merupakan tindakan preventif biar tidak terjadi pemurtadan  dan perceraian.Walaupun di akui dari pernihan ini bisa dijadikan taktik da'wah untuk mengajak   wanita musrikah menganut pedoman Islam. Tetapi pada kenyataannya taktik ini dipakai oleh kaum kristiani untuk menikahi perempuan muslimah. Dan jadinya terjadilah pengkristenan muslim lewat pernikahan.
                Tetapi jikalau laki-laki muslim melaksanakan tindakan yang sama ibarat kaum kristiani tersebut, dikhawatirkan muslim itu menjadi murtad atau keluar dari Islam disebabkan terpengaruh oleh istrinya. Selain itu pun bawah umur yang dihasilkan dari pernikahan ini akan menjadi masalah dalam aturan kewarisan. Sebab itulah para ulama melarang pernikahan ini guna mencegah terjadinya resiko yang lebih besar meskipun ada sedikit manfaatnya. Dalam kaidah fiqih dijelaskan bahwa mencegah datangnya madarat yang lebih besar itu harus di utamakan ketimbang mengambil maslahat yang sedikit. Larangan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda itu agaknya dilator belakangi oleh harapan akan lahirnya sakinahdalam keluarga. Perkawinan gres akan langgeng dan tenteram jikalau terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, lantaran jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang menjadikan kegagalan perkawinan.
            Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa'at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, lantaran dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh alasannya yakni itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya. Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa merampungkan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat harapan luhur yang kemudian dari persilangan syar'i tersebut sepasang suami istri sanggup menghasilkan keturunan, sampai dengan kiprahnya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.
Rasulullah S.A.W. bersabda:
???? ?????? ????? ???? ?????????? ?????? ????? ???????? ?????? ?????: ????? ????? ???????? ????? ?????? ????? ???????? ????????? ??????????? ?????????? ???? ?????????? ???????? ?????????? ???????????????? ????????? ??????? ?????????? ?????????? ?????????? ?????? ???? ?????????? ?????????? ??????????? ????????? ???? ???????.) ????  ???????(
Artinya : Abdullah bin Mas�ud R.A. menceritakan bahwa Nabi saw berkata :Wahai para perjaka ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, lantaran nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), lantaran shaum itu sanggup membentengi dirinya. (HR. Bukhari).[4]

Berdasakan latar belakang masalah yang penulis bahas diatas, maka penulis tertarik untuk membuat kajian skripsi dengan judul � Hikmah Larangan Mengawini perempuan Musyrikah Menurut Pendidikan Islam
B.    Rumusan Masalah
Adapun  yang menjadi rumusan masalah yakni sebagai berikut : 
  1. Bagaimana aturan perkawinan berdasarkan al-Qur�an dan hadist?
  2. Apa pesan yang tersirat perkawinan dalam Islam ditinjau berdasarkan pendidikan Islam?
  3. Apa pesan yang tersirat larangan mengawini perempuan musyrikah ditinjau berdasarkan pendidikan Islam?
  4. Apa pesan yang tersirat larangan mengawini perempuan musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam?
  5. Apa imbas negatif perkawinan dengan perempuan musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam?
C.    Penjelasan Istilah
Adanya kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah merupakan salah satu hal yang sering terjadi, sehingga menjadikan penafsiran yang berbeda. Maka untuk menghindari hal tersebut di atas, penulis merasa perlu mengadakan pembatasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.
            Adapun istilah yang penulis anggap perlu dijelaskan adalah: Hikmah, Larangan Mengawini perempuan Musyrikah,dan Pendidikan Islam
1.     Hikmah
Dessy Anwar dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan Hikmah artinya hikmat, kebijaksanaan, kepandaian[5]. Hoetomo dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pesan yang tersirat yakni hikmat, kebijaksanaan, kepandaian, sakit, kesakitan, arti yang dalam, mempunyai kekuatan.[6]
Adapun berdasarkan penulis, pesan yang tersirat larangan mengawini perempuan musyrikah yakni menfaat atau laba yang terkandung dalam larangan kawin dengan perempuan musyrikah.
2.     Mengawini
Daryanto,SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesiamengartikan kata "nikah/kawin"  sebagai perjanjian  antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi)� .[7]  Perkawinan.  Al-Quran  menggunakan kata  ini  untuk  makna  tersebut,  di  samping  secara majazi diartikannya dengan "hubungan seks". Kata ini  dalam  berbagai bentuknya  ditemukan  sebanyak  23  kali.  Secara  bahasa pada mulanya kata nikah dipakai dalam arti "berhimpun�.
            Adapun berdasarkan penulis, kawin yakni persetubuhan antara seorang laki � laki dengan perempuan yang sudah diikat dengan tali pernikahan yang sah.


3.     Wanita Musyrikah
M. Qurasy Shihab menjelaskan yang dimaksud dengan perempuan musyrik yakni penyembah berhala, api, dan sejenisnya.[8]
            Adapun penurut penulis yang dimaksud dengan perempuan musyrik ialah perempuan yang bukan beragama Islam dan bukan pula andal kitab.
4.     Pendidikan Islam
Hobby, dalam Kamus Populer menjelaskan bahwa Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya �Memelihara, memberi latihan, dan pimpinan, kemudian kata didik itu menerima awalan pe- akhiran- an sehingga menjadi pendidikan yang artinya perbuatan mendidik.�[9] Menurut H. M Arifin, pendidikan yakni perjuangan orang remaja secara sadar untuk membimbing dan berbagi kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.[10]
            Menurut  Soegarda Poerbakawatja pendidikan ialah semua perbuatan atau perjuangan dari generasi bau tanah untku mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai perjuangan menyiapkan biar sanggup memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.[11]. Oemar Muhammad Al-Syaibani dalam buku �Filsafat Pendidikan� mengemukakan bahwa �Pendidikan yakni usaha-usaha untuk membina pribadi muslim yang terdapat pada pengembangan dari segi spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial.[12]
            Dari pengertian di atas maka yang penulis maksudkan dengan pendidikan islam yakni suatu perjuangan membimbing dan membina pribadi muslim baik jasmani ataupun rohani menuju terbentuknya adat yang mulia sesuai dengan Al-qur�an dan sunnah.
D.    Tujuan dan Signifikansi Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan skripsi  ini yakni sebagai berikut :
1.     Penulis ingin menjelaskan aturan perkawinan berdasarkan al-Qur�an dan hadist.
2.     Penulis ingin menjelaskan pesan yang tersirat perkawinan dalam Islam ditinjau berdasarkan pendidikan Islam.
3.     Penulis ingin menjelaskan pesan yang tersirat larangan mengawini perempuan musyrikah ditinjau berdasarkan pendidikan Islam.
4.     Penulis ingin menjelaskan pesan yang tersirat larangan mengawini perempuan musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam.
5.     Penulis ingin menjelaskan imbas negatif perkawinan dengan perempuan musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam.
Adapun signifikansi pembahasan skripsi  ini yakni sebagai berikut :
1.     Agar sanggup meningkatkan pemahaman masyarakat perihal ancaman perkawinan dengan perempuan musyrikah
2.     Agar umat Islam tidak melaksanakan perkawinan dengan perempuan musyrikah
3.     Hasil pembahasan ini akan bermanfaat bagi pembaca yang concern dalam memahami perkawinan beda agama dalam aturan Islam.
4.     Hasil pembahasan ini sanggup menambah khazanah ilmu pengetahuan Islam perihal hikamh larangan mengawini perempuan musyrikah.
E.    Metode Pembahasan
            Adapun metode dalam pembahasan ini yakni sebagai berikut:
1.     Pendekatan Penelitian
Dalam pembahasan ini penulis mempergunakan metode deskriptif kualitatifyaitu suatu metode pemecahan masalah yang mencakup pencatatan, penafsiran dan analisa terhadap data dalam pengkajian skripsi ini.[13]
Pembahasan ini akan menjelaskan hikmah larangan mengawini perempuan musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam.
2.     Ruang lingkup pembahasan
Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penulisan skripsi ini yakni :
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Pembahasan
No
Ruang Lingkup
Hasil Yang Diharapkan
1
Hukum perkawinan
a).   Wajib
b).   Sunnah
c).   Mubah
d).   Makruh
e).   Haram
2
Hikmah Perkawinan
a).   Mengikuti Sunnah
b).   Ketenangan
c).   Kesucian
3
Hikmah larangan kawin dengan perempuan musyrikah
a)     Menjaga Kesucian Jiwa
b)     Pendidikan Anak
c)     Rumah Tangga
4
Hikmah larangan kawin dengan perempuan musyrikah dalam tinjauan pendidikan Islam
a)     Sakinah
b)     Mawaddah
3
Pengaruh negatif akhir dari perkawinan dengan perempuan musyrikah
a)     Pola Pikir Anak
b)     Keretakan Rumah Tangga
c)     Jauh Dari Sakinah

3.     Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
1)     Sumber data primer yakni sumber data yang pribadi dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[14]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini yakni Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar-Agama dan Masalahnya, Bandung: Pionir Jaya. 1986, Thalib, Muhammad, Karakteristik Pernikahan Islami, Yokyakarta: Pro-U Media, 2008, Thaha, Khairiyah, Husain, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2002. Thalib,Sajuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1974.Mohammad,Adhim, Kado PernikahanUntuk Istriku,Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006.
2)     Sumber data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku �Perkawinan Dalam Syariat Islamkarya Abdul Rachman yang diterbitkan PT Rineka : Cipta, 2000, �Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga Menurut Anjuran Islam�, karya Sukamto Nuri, yang diterbitkan Al Ikhlas, 2000. Pernikahan Campuran Menurut Pandangan Islam, karya Jabry Abdul Muta'al Muhammad yang diterbitkan Risalah Gusti, 1992, Mubayidh, Makmum, Saling Memahami Dalam Bahtera Rumah Tangga. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2005, Muhammad Rasyid Al �Uwaid, Mengatasi Konflik Rumah Tangga, Jakarta: Al-�Itishom Cahaya Umat, 2005 dan Ath Thahir, Fathi, Petunjuk Mencapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan, Jakarta: Amzah, 2005.
4.     Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan yakni teknik literature yang berkaitan dengan permasalahan di atas.[15]Suatu metode pengumpulan data atau materi melalui perpustakaan yaitu dengan membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan akomodasi internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berafiliasi dengan skripsi ini.
5.     Tehnik Analisa Data
Teknik analisis data yakni proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memperlihatkan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan contoh uraian dan mencari kekerabatan di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Moleong analisis data yakni yakni suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi abjad khusus secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[16]




[1]Ibrahim bin Shalih al-Mahmud, Kiat Hidup Bahagia dengan Suami Anda, (Jakarta: Firdaus, 2005), hal.38.
[2]Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah, Bingkisan spesial Menuju Keluarga Sakinah,(Jakarta: Pustaka At-Taqwa, 2002), hal 19.

               [3] Adhim, Mohammad,Kado Pernikahan Untuk Istriku. (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006 ).hal. 29
[4]Aidh al-Qarni, Bulughul Maram Hadits Pilihan Hukum (terj.Zacky Mubarak,), cet. I, (Jakarta Timur: Qisthi Press, 2006) , hal. 285.
[5]  Dessy Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia cet.I (Surabaya: Karya Abditama, 2001) hal. 325.

[6]Hoetomo, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal. 185.
                  
               [7]Daryanto,SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), hal. 412.

               [8]M. Quraish Shihab, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung:  Mizan, 2000), hal. 28.

[9]Hobby, Kamus Populer, Cet.XV, (Jakarta: Central,  1997), hal 28.

[10] HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hal. 12.
[11] Soegarda Poerbakawatja, et. al. Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 2001), hal. 257.
[12]Oemar Muhammad At-Tomy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam ,terj. Hasan Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang,  1979), hal.44.
[13] Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 243.
[14]Winarmo Surachmad, Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[15]Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 28.
[16] Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.

Related : Hikmah Larangan Mengawini Perempuan Musyrikah

0 Komentar untuk "Hikmah Larangan Mengawini Perempuan Musyrikah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close