Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang senantiasa setia dan Istiqomah.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab,
“Disunnahkan dari orang yang masih hidup, bukan dari orang yang sudah mati.
Oleh lantaran itulah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah berkurban atas nama seorang pun yang sudah mati.
Tidak pula untuk istrinya, Khadijah radhiallahu anha, yang paling dia cintai.
Tidak juga untuk Hamzah radhiallahu anhu, paman yang dia cintai.
Tidak pula untuk putra-putri dia yang sudah wafat semasa hidup beliau, padahal mereka merupakan bab dari beliau.
Beliau cuma berkurban atas nama diri dan keluarganya.
Barang siapa memasukkan orang yang sudah meninggal pada keumuman (keluarga), pendapatnya masih ditoleransi.
Namun, berkurban atas nama orang yang sudah mati di sini statusnya cuma mengikut, bukan bangun sendiri.
Oleh lantaran itu, tidak disyariatkan berkurban atas nama orang yang mati secara tersendiri, lantaran tidak warid (datang) riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” (asy-Syarhul Mumti’, 3/423—424, cet. Darul Atsar, lihat pula hlm. 389—390)
Berkurban atas nama orang yang sudah mati cuma diperbolehkan pada kondisi berikut:
1. Apabila orang yang sudah mati tersebut pernah bernazar sebelum wafatnya. Nazar tersebut dipenuhi lantaran tergolong nazar ketaatan.
2. Apabila orang yang sudah mati tersebut berwasiat sebelum wafatnya. Wasiat tersebut sanggup terealisasi dengan ketentuan tidak melampaui sepertiga harta sang mayit. (Lihat Syarh Bulughil Maram, 6/87—88, karya Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah)
0 Komentar untuk "Atas Nama Siapakah Berkurban Itu Disyariatkan"