Jagalah Kehalusan Tutur Kata

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam biar tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga teman dekat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.

Orang yang lisannya berkualitas haruslah berkemampuan memperhalus dan mempertahankan kata-katanya tidak menjadi duri atau tidak bagai pisau silet yang siap melukai orang lain. Betapa banyak kata-kata yang keluar yang rasa-rasanya saat mengeluarkannya begitu gampang, begitu enak, tetapi yang mendengar malah sebaliknya, hatinya tercabik-cabik, tersayat-sayat perasaannya, begitu perih dan luka tertancap dihatinya. Seakan memberi nasehat, tetapi bagi yang mendengar apakah merasa dinasehati atau malah merasa dizhalimi.

Hati-hati, ibu terhadap anak, suami terhadap istri, istri terhadap suami, guru kepad murid, atasan terhadap bawahan. Kadang nampaknya menyerupai sedang memberi anjuran namun bekerjsama kalau tidak hati-hati dalam menegaskan kata, justru kita sedang mengumbar duri-duri pisau 'cutter' yang tajam mengiris.

Rasulullah bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ


Dari Abdullah ia berkata; Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: “Seorang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bertingkah keji dan suka berkata kasar.”  (HR Tirmizi No: 1900)  Status: Hadis Hasan

Pengajaran: Seorang mukmin wajib menjauhi sifat jelek antaranya:
  • Suka mencela (mengejek, menghina, membuka aib, memperlekeh).
  • Suka melaknat
  • Suka bertingkah keji (berperangai buruk)
  • Suka berkata agresif (menyakiti orang lain)
Seorang mukmin wajib memelihara lisan dan waspada dalam ucapan dan tulisan. Jangan hingga pertuturan, penulisan dan perbuatan, menjerumuskan kita kedalam dosa besar.

Ucapan yang bagus mahupun sesuatu yang ditulis wacana orang lain yang bagus akan mengangkat darjatnya. Sebaliknya jikalau yang diucapkan atau ditulis itu berupa kemurkaan Allah, ia akan terjerumus ke neraka. Hadis Nabi Shalallahu alaihi wa sallam:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

Dari Abu Hurairah RA dari Nabi Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh seorang hamba mengucapkan satu perkataan yang diridhai Allah, tanpa terdetek dalam benaknya (kemuliaan ucapan tersebut) maka Allah akan mengangkat darjatnya. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu perkataan yang dimurkai Allah, tanpa terdetek dalam benaknya (bahaya ucapan tersebut) maka ia pun terjerumus kedalam neraka jahanam.” (HR. Bukhari No: 5997) Status: Hadis Sahih

Bahkan bagi orang kafir sekalipun, Nabi melarang mencelanya. Dikisahkan bahwa saat beberapa orang kafir terbunuh dalam perang Badar, Nabi bersabda :

"Janganlah kau menghujat mereka, dari apa yang kau katakan, dan kau menyakiti orang-orang yang hidup. Ketahuilah bahwa kekotoran pengecap itu tercela" (HR. An Nasai)

Sahabat-sahabat kalau kita berbuat salah, kita begitu rindu orang lain bersifat bijak terhadap kita dengan memberi maaf. Kala kita tak sengaja memecahkan piring atau melaksanakan kesalahan yang lainya yang menghasilkan kita lalai.

Maka apa yang kita harapkan ? Yang kita harapkan dari orang lain yakni ia sanggup bijaksana terhadap kita. "Innaalillaahi wa innaailaihi raaji'uun" "Lain kali lebih hati-hati, jadikan ini pelajaran yang baik, bertaubatlah". Demikian kata-kata bijak yang kita harapkan. Sebab sungguh pasti akan senantiasa ada peluang kita untuk berbuat kesalahan.

Dikala itu, jikalau orang menanggapi dengan baik, kita diberi semangat untuk bertaubat, semangat untuk mempertanggungjawabkan, kita tidak dicela, kita tidak dipermalukan, maka yang terjadi yakni semangat kita untuk mempertanggungjawabkannya menjadi lebih besar.

Bandingkan dengan kalau kita melaksanakan sebuah kesalahan, kemudian orang lain murka terhadap kita, "Diam disini, ini amati ! Dasar anak dungu, tidak hati-hati, begitu sering menghasilkan kesalahan, kemarin ini, kini itu. Ini yakni kelakuan yang sungguh menyebalkan, ia pengacau di kawasan kita, ia yakni orang yang paling merugikan". 

Bayangkan perasaan kita, yang terjadi yakni merasa dipermalukan, merasa dicabik-cabik, merasa dihantam, merasa diremukkan, harga diri kita sungguh-sungguh diinjak-injak. Saya kira kata-kata itu tidak akan masuk ke dalam kalbu, kecuali dendam yang mau merasuk.

Diriwayatkan bahwa sebuah waktu, seorang Arab Badwi berjumpa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, dan Rasulullah berkata : "Engkau mesti bertakwa terhadap Allah, Jika seseorang membikin malu padamu, dengan sesuatu yang diketahuinya padamu, maka janganlah memberi malu ia dengan sesuatu yang engkau pahami padanya. Niscaya akan celaka padanya dan pahalanya padamu. Dan janganlah engkau menghujat sesuatu !" (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam Hadist lain Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda bersabda, "Bahwa yang pertama-tama diberitahukan Tuhan kepadaku dan dihentikan saya daripadanya sehabis penyembahan berhala dan minum khamar, merupakan mencaci orang". (HR. Ibu Abi Dunya).

Sungguh kalau kita tidak senang dipermalukan, tidak senang disakiti, tidak senang direndahkan, mengapa kata-kata kita sering mempermalukan, merendahkan, menghinakan orang lain? Padahal, sebaik mungkin kata yakni yang mengoreksi, yang sanggup meraba perasaan diri sendiri dan orang lain kalau misalnya kita diperlakukan menyerupai itu. "Duh, dengan kata-kata ini ia terluka atau tidak, dengan kata-kata ini ia tersakiti atau tidak ?"

Manfaat tidak kalau misalnya ada yang shaum, kemudian ditanya shaum atau tidak, makin kita tanya, "Saudara shaum atau tidak?" Padahal ia sedang berupaya menyembunyikan amalnya, terpaksa mesti bicara. Kalau menjawab "Ya, Saya Shaum", terbersit peluang untuk riya. Kalau menjawab, "Tidak", jadi dosa lantaran berdusta. Kalau membisu saja takut disangka sombong. Maka, kita sudah menyulitkan orang gara-gara pertanyaan kita.

Saudara-saudara sekalian, sudahlah jangan banyak tanya yang kira-kira tidak berfaedah bahkan menjadi beban bagi yang ditanya. Jangan pernah berkata yang menghasilkan orang lain jadi susah, kita juga tidak mau disusahkan oleh perkataan orang lain. Kalau disuruh memilih, mending diajak bicara yang agresif atau yang halus ? Tentu kita akan menegaskan mengatakan dengan bahasa yang halus.

Firmannya, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah segolongan pria mencemooh segolongan yang lain, boleh jadi (mereka yang dihina itu) lebih baik dari mereka (yang menghina). Dan janganlah segolongan wanita (menghina) kelompok wanita yang lainnya, boleh jadi (yang dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina)." (QS. Al Hujurat 49:11).

Rasulullah juga bersabda,
"Demi Allah Aku tidak senang menceritakan wacana seseorang". (HR. Abu Daud dan Turmudji). Jangan pula menasehatkan apa yang tidak pernah kita lakukan, alasannya firman-Nya: "Hai, orang-orang yang beriman, mengapa engkau berbicara sesuatu yang tidak engkau perbuat. Sesungguhnya amat besar kemurkaan Allah terhadap orang yang berkata tetapi tidak melakukannya." (QS. Ash Shaff 61: 2-3)

Maka, mulai sekarang, jagalah lisan kita, banyaklah berbuat dibandingkan dengan berkata, atau banyaklah berkata dengan perbuatan dibandingkan dengan banyak berkata tanpa ada perbuatan. Kita tidak akan terhormat oleh banyak mengatakan sia-sia, kehormatan kita yakni dengan berkata benar atau diam.


Gelas yang kosong cuma diisi dengan air, tetapi mata air yang melimpah airnya bisa mengisi wadah apapun. Artinya, orang yang kosong harga dirinya cuma ingin dihargai, tetapi orang yang melimpah harga dirinya akan senang menghargai orang lain.

Pastikan gaya bicara kita jangan merendahkan orang lain, lantaran diri kita ingin dihargai, hal itu justru memamerkan kerendahan diri kita. Karena lisan itu bagai moncong teko, cuma mengeluarkan isi teko, di dalam kopi keluar kopi, di dalam teh keluar teh, di dalam bening keluar bening. 

Maka berbahagialah bagi yang ucapannya keluar dari mulutnya bagai untaian kalung mutiara, yang tentu ia akan mencicipi betapa indah dan berkilau indahnya. Kalau obrolan bagai untaian embel-embel harganya, insyaallah hatinya akan bermanfaat pula. Tapi kalau mulutnya bagai keranjang sampah tumpah, maka hatinya akan tak jauh pula.

Semoga kita tidak  memperkatakan atau menuturkan serta menulis, sesuatu yang buruk, kasar, kesat  dan menghina  serta melaknat orang lain.

Related : Jagalah Kehalusan Tutur Kata

0 Komentar untuk "Jagalah Kehalusan Tutur Kata"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close