Teori Berguru Behavioristik Thorndike

 Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949) berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike, mencar ilmu merupakan insiden terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus yaitu suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari yaitu sembarang tingkah laris yang dimunculkan alasannya yaitu adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam kandang (puzzle box) diketahui bahwa biar tercapai korelasi antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk menentukan respons yang sempurna serta melalui perjuangan –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari mencar ilmu yaitu “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung berdasarkan hukum-hukum tertentu. Oleh alasannya yaitu itu teori mencar ilmu yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori mencar ilmu koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi santunan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh penggagas dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang populer dengan hewan coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam kandang yang tertutup dan pintunya sanggup dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam kandang tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa mencar ilmu itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan menciptakan salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak memiliki hasil. Setiap response mengakibatkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus gres ini akan mengakibatkan response lagi, demikian selanjutnya
Dalam percobaan tersebut apabila di luar kandang diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu kandang tersebut, dan kucing segera lari ke daerah makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan sesudah kurang lebih 10 hingga dengan 12 kali, kucing gres sanggup dengan sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum mencar ilmu sebagai berikut :
1.      Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laris tersebut akan mengakibatkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme yaitu mencar ilmu suatu acara membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, kalau anak merasa bahagia atau tertarik pada acara jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan mencar ilmu menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip pertama teori koneksionisme yaitu mencar ilmu suatu acara membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, kalau anak merasa bahagia atau tertarik pada acara jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan mencar ilmu menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama aturan law of readiness yaitu kalau kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melaksanakan tindakan lain.
Masalah kedua, kalau ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melaksanakan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya yaitu bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melaksanakan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2.      Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laris diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise yaitu koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih berpengaruh alasannya yaitu latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip memperlihatkan bahwa prinsip utama dalam mencar ilmu yaitu ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3.      Hukum akibat (law of effect), yaitu korelasi stimulus respon cenderung diperkuat bila jadinya menyenangkan dan cenderung diperlemah kalau jadinya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin berpengaruh atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akhir menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akhir tidak menyenangkan cenderung tidak boleh dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak sanggup menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapat muka bagus gurunya. Namun, kalau sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses mencar ilmu hewan intinya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun korelasi antara situasi dan perbuatan pada hewan tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melaksanakan respons-respons eksklusif dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike menambahkan aturan komplemen sebagai berikut:
a.   Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum ini menyampaikan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang memperlihatkan adanya majemuk respon sebelum memperoleh respon yang sempurna dalam memecahkan problem yang dihadapi.
b.   Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku mencar ilmu seseorang tidak hanya ditentukan oleh korelasi stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.   Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).
Hukum ini menyampaikan bahwa individu dalam proses mencar ilmu memperlihatkan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d.   Hukum Respon by Analogy.
Hukum ini menyampaikan bahwa individu dalam melaksanakan respon pada situasi yang belum pernah dialami alasannya yaitu individu tolong-menolong sanggup menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi usang yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e.   Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini menyampaikan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan bertahap unsur gres dan membuang bertahap unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
1.  Hukum latihan ditinggalkan alasannya yaitu ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat korelasi stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun korelasi stimulus respon belum tentu diperlemah.
2. Hukum akhir direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat konkret untuk perubahan tingkah laris yaitu hadiah, sedangkan eksekusi tidak berakibat apa-apa.
3.  Syarat utama terjadinya korelasi stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4.     Akibat suatu perbuatan sanggup menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.

Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah diperoleh dalam mencar ilmu sanggup dipakai untuk memecahkan problem yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.


Related : Teori Berguru Behavioristik Thorndike

0 Komentar untuk "Teori Berguru Behavioristik Thorndike"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close