MEMILIH PARTAI POLITIK DAN CALON LEGISLATIF
Pertanyaan: Assalamu 'alaikum Wr. Wb.
Bersama ini kami ingin bertanya kepada pengasuh rubrik Tanya Jawab Agama sebagai berikut:
- Bagaimana hukumnya bagi umat Islam menentukan Partai yang tidak berasas Islam atau berhaluan sekuler?
- Bagaimana hukumnya bagi umat Islam menentukan Partai yang jelas-jelas mendukung kemaksiatan ibarat menolak UU Pornografi dan Pornoaksi dan juga menolak Pendidikan Agama dimasukkan ke dalam UU Sisdiknas?
- Bagaimana hukumnya bagi umat Islam menentukan Caleg dari kalangan selebriti yang biasa bergelimang dengan kemaksiatan ibarat kumpul kebo dan kecanduan narkoba?
Demikian yang sanggup kami tanyakan, kami tunggu jawabannya. Sebelum dan sesudahnya kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
Alhamdulillah, wash-shalatu was-salamu 'alaa rasuulillah, wa ba'd.
Sebelum menjawab pertanyaan saudara, berikut ini kami kutipkan terlebih dahulu beberapa naskah resmi Muhammadiyah yang berhubungan dengan kasus politik:
Pertama, dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) disebutkan sebagai berikut:
“Muhammadiyah yaitu Gerakan Dakwah Islam yang bederma dalam segala bidang kehidupan insan dan masyarakat, tidak mempunyai kekerabatan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun.
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya sanggup tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.”
Kedua, dalam naskah Khithah Perjuangan dalam Berbangsa dan Bernegara, perilaku politik Muhammadiyah disebutkan sebagai berikut:
“Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari pedoman Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diharapkan perilaku dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah tidak berhubungan dan tidak mempunyai kekerabatan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa berbagi perilaku positif dalam memandang usaha politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Muhammadiyah memperlihatkan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk memakai hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melakukan kiprah dan acara politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), adab mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melakukan da'wah amar ma'ruf nahi munkar.”
Berdasarkan kutipan di atas, kami akan mencoba memperlihatkan balasan atas pertanyaan yang saudara ajukan:
Partai politik yaitu bab dari urusan muamalah duniawiyah, dan sepanjang pengetahuan kami belum pernah ada pada masa Nabi Muhammad saw. Oleh lantaran itu, partai politik merupakan kasus ijtihadiyah. Dalam kasus muamalah atau ijtihadiyah, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pedoman Islam ibarat tauhid, keadilan, dan lain-lain, maka sesuatu itu tidak dilarang. Kaidah fikih menyebutkan:
الأَصْلُ فِي اْلمُعَامَلَةِ اْلإِبَاحَةُ حَتَي يَدُلَّ الدَلِيْلُ عَلَي التَحْرِيْمِ
Artinya: “Hukum asal muamalah yaitu boleh, hingga ditemukan dalil yang memperlihatkan keharamannya.”
Bahkan, Nabi Muhammad saw sendiri pernah menyatakan:
... أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ. [رواه مسلم عن أنس]
Artinya: “Kamu semua lebih tahu wacana urusan duniamu” [HR. Muslim diriwayatkan dari Anas]
Demikian pula halnya partai politik, sepanjang sejalan dengan prinsip-prinsip pedoman Islam, tentu boleh dipilih oleh umat Islam.
Tentang asas partai politik, memang ada beberapa partai yang mencantumkan Islam sebagai asas partainya, tetapi belum tentu cara-cara berpolitik dan program-programnya sesuai dengan pedoman Islam. Demikian pula sebaliknya, beberapa partai yang tidak berasas Islam, belum tentu cara-cara berpolitik dan program-programnya tidak Islami. Oleh lantaran itu, kami menganjurkan kepada saudara semoga terlebih dahulu mempelajari dengan seksama platform atau anggaran dasar partai-partai yang hendak saudara pilih, termasuk track record perjuangannya selama ini.
Dalam sebuah negara demokrasi ibarat di Indonesia yang sangat majemuk, partai politik menjadi representasi dari aneka macam golongan bahkan agama yang ada. Oleh lantaran itu, sudah barang tentu akan sering terjadi perbedaan pendapat dalam memecahkan suatu kasus di Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan calon-calon terpilih dari aneka macam partai politik, ibarat halnya kasus pornografi, pornoaksi dan pendidikan. Umat Islam diharapkan sanggup dengan cermat memahami, partai-partai apa saja, - apakah yang berasas Islam atau bukan, - yang baik platform, anggaran dasar maupun track record perjuangannya selama ini mendukung penuh aspirasi umat Islam. Bagi warga Muhammadiyah khususnya, hendaknya menentukan partai yang sejalan dengan dakwah Muhammadiyah, yakni dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid. Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dan Undang-undang Sisdiknas, sangat sesuai dengan pedoman Islam dan didukung penuh oleh Muhammadiyah. Pada beberapa edisi yang kemudian telah kami sampaikan Putusan Tarjih Muhammadiyah wacana Pornografi dan Pornoaksi. Dengan demikian, umat Islam tidak boleh menentukan partai politik yang mendukung maksiat atau menentang pedoman Islam.
Perkembangan politik di Indonesia memang berjalan sangat dinamis. Saat ini, masyarakat tidak lagi menentukan wakil rakyat dengan menentukan partainya, melainkan pribadi menentukan orang yang mengajukan diri menjadi Calon Legislatif melalui partai-partai politik. Calon legislatif atau calon wakil rakyat yaitu salah satu bab dari kepemimpinan. Dalam menentukan calon pemimpin, tentu umat Islam harus mempertimbangkannya masak-masak, tidak boleh gegabah. Apalagi hanya memandang status, pekerjaan dan aktifitasnya selama ini. Syarat utama seorang pemimpin yang layak dipilih yaitu Muslim. Allah swt berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengambil orang-orang Yahudi dan Katolik menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka yaitu pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kau mengambil mereka menjadi pemimpin, maka bergotong-royong orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [QS. al-Maidah (5): 51]
Adapun syarat-syarat lain di antaranya yaitu amanah, mempunyai kapabilitas dan kompetensi, memahami dan membela aspirasi umat Islam, serta khusus bagi warga Muhammadiyah, hendaknya menentukan calon pemimpin yang mendukung atau sejalan dengan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang dikembangkan oleh Muhammadiyah.
Oleh lantaran itu, boleh saja umat Islam menentukan calon legislatif dari kalangan selebriti, asal memenuhi syarat-syarat sebagaimana tersebut di atas. Sebaliknya, jikalau selebriti yang dipilih yaitu selebriti yang suka maksiat, kecanduan narkoba atau hal-hal negatif lain, tentu saja umat Islam tidak boleh memilihnya.
Sebagai penutup, perlu kami sampaikan bahwa Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid juga telah membahas kasus politik pada Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah ke-26 di Padang tahun 2003, yakni wacana Etika Politik. Berikut kami kutipkan ringkas naskah Etika Politik tersebut:
Nilai-nilai Dasar Kehidupan Politik
Nilai-nilai dasar dalam kehidupan politik berdasarkan pedoman Islam meliputi:
- Keadilan (al-adalah), dalil: QS. al-Araf, 7 : 29, QS. an-Nisa, 4 : 58, 135, dan QS. al-Maidah, 5 : 8.
- Persaudaraan (al-ukhuwwah), dalil: QS. al-Hujurat, 49 : 10, 11, 12.
- Persamaan (al-musawah), dalil: QS. an-Nisa, 4 : 7, QS. an-Nahl, 16 : 97, dan HR al-Qudla'i dan ad-Dailami dari Anas Ibnu Malik sebagai berikut:
قاَلَ رَسُوْلُ الله صَلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلنَّاسُ كَأَسْنَانِ اْلمُشْطِ
Artinya: “Rasulullah saw telah bersabda: Manusia itu ibarat gigi sisir.”
- Musyawarah (asy-syura), dalil: QS. asy-Syura, 42 : 38, QS. al-Baqarah, 2 : 233, dan QS. Ali Imran, 3 : 159.
- Pluralitas (at-taaddudiyyah), dalil: QS. al-Hujurat, 49 : 13.
- Perdamaian (as-silm), dalil: QS. al-Anfal, 8 : 61, QS. al-Hujurat, 49 : 9, 10.
- Pertanggungjawaban (al-masuliyyah), dalil: QS. al-Muminun, 23 : 115, HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abdillah bin Amr ra sebagai berikut:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَاْلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ...
Artinya: “Setiap kau yaitu pemimpin dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya, setiap imam yaitu pemimpin dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya, …”.
- Otokritik (an-naqd adz-dzatiy), dalil: QS. al-Isra, 17 : 14.
Kekuasaan
Kekuasaan berdasarkan pedoman Islam yaitu amanah Allah SWT, sebagai penjelmaan dari misi kekhalifahan insan di muka bumi, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan. Kekuasaan tersebut bersifat masûliyyah atau responsibility (QS. al-Muminn, 23 : 115), amanah atau credibility (QS. al-Muminn, 23 : 8), serta berfungsi untuk melayani kepentingan rakyat (QS. al-Hajj 22 : 41).
Good Governance
Good Governance (tata pemerintahan yang baik) merupakan seperangkat tindakan dalam bidang politik, ekonomi dan manajemen untuk mengelola negara pada semua level. Dengan kata lain Good Governance berarti kepemerintahan yang baik atau hal menjalankan kekuasaan negara secara baik. Inti pokok pengertian yang terkandung di dalam istilah tersebut menunjuk kepada praktik yang higienis dalam penggunaan kewenangan di bidang politik, ekonomi dan manajemen untuk mengelola urusan negara dan masyarakat pada setiap peringkat.
Good Governance merupakan panggilan atau kiprah keagamaan yang dituntut oleh pedoman Islam untuk menegakkan prinsip-prinsip Tauhid (harasat ad-din) sebagai landasan bangunan kehidupan politik dan penyelenggaraan negara. Selain itu, Good Governance juga menjadi kiprah kemanusiaan, dalam rangka mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kemaslahatan (siyasat ad-dunya).
Untuk mewujudkan Good Governance, diharapkan syarat-syarat sebagai berikut:
Adanya partisipasi publik dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Semua unsur masyarakat mempunyai janji untuk menegakkan hukum.
Adanya transparansi (keterbukaan) dan akuntabilitas (pertanggungjawaban) dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Adanya kepekaan dan kepedulian dalam merespon tantangan dan problem masyarakat.
Mengutamakan kepentingan umum, yaitu adanya orientasi kepada konsensus untuk membuat kemaslahatan mayarakat.
Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama/sederajat di depan hukum.
Adanya efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan SDA dan SDM.
Adanya visi strategis wacana negara yang maju dan berdaulat.
Adanya kekuasaan yang berpengaruh (powerfull) untuk menentukan nasib sendiri, dan tidak didikte oleh kekuatan asing.
Untuk mewujudkan Good Governance di Indonesia dibutuhkan kepemimpinan nasional yang adil yang mempunyai kualifikasi dan kriteria sebagai berikut:
- Integritas: beriman dan bertaqwa, serta mempunyai kekuatan moral dan intelektual.
Kapabilitas: kemampuan memimpin bangsa dan bisa menggalang dan mengelola keberagaman /kemajemukan menjadi kekuatan yang sinergis.
- Populis: berjiwa kerakyatan dan mengutamakan kepentingan rakyat.
- Visioner: mempunyai visi strategis untuk membawa bangsa keluar dari krisis dan menuju kemajuan dengan bertumpu pada kemampuan sendiri (mandiri)
- Berjiwa Negarawan dan mempunyai kemampuan untuk menyiapkan proses regenerasi kepemimpinan bangsa.
- Memiliki kemampuan untuk menjalin kekerabatan dengan dunia internasional.
- Berjiwa reformis: mempunyai janji untuk melanjutkan usaha reformasi.
Wallahu a'lam bish-shawab. *amr)
0 Komentar untuk "Memilih Partai Politik Dan Calon Legislatif"