Pertama, itu FIKSI.
Kedua,
Banyak yang bilang "salut" jikalau saya terlalu berani. Saya rasa kata Salut disini mengalami pergantian makna menjadi "nekat."
Itu kembali ke poin pertama, namanya juga fiksi.
Trus, jikalau udah banyak yang kadung menafsirkan berbeda, apa saya tak takut "mengganggu" penggiat MLM, kemudian diserang mereka.
Saya jawab enggak, alasannya yakni saya lebih kasihan dengan nasib orang-orang menyerupai "Bu Imah" dalam cerita. Kalian sanggup cek sendiri di kolom komentar, terlalu banyak korban dari orang menengah kebawah.
Kalau sanggup penggiat MLM, sasarannya jangan kaum menengah kebawah please. Kalau nanti produk kalian gak mujarab, apa gak kasian, mereka ngutang sana sini?
Lah upline sanggup award. Yang downline malah sanggup utang, padahal tergesa-gesa mereka pengen sanggup tiket ke luar negeri, mereka padahal cuma pengen sembuh.
Gak takut rusak pertemanan?
Gak, justru ini menyaring pertemanan. Yang mana tulus, yang mana ada tujuan lain. Kalau cuma mau berteman alasannya yakni motivasi bisnis, ya lebih baik saya kasih tau dari permulaan mudah-mudahan mereka tak terlalu berharap.
Satu lagi.
Yang gak takut bikin dongeng tersebut adalah, alasannya yakni saya percaya Rezeki dari Tuhan tak ada yang sanggup menahannya, terlebih goresan pena saya.
Kecuali kalian gak percaya hal itu.
Toh saya lihat ada juga kok penggiat MLM yang betul-betul baik dalam bermuamalah. Gak maksa, gak overclaim seolah produknya sakti mandraguna. Dan saya apresiasi itu, alasannya yakni kenal beberapa. Baik banget bahkan.
Tabik!
Semoga rezeki mereka dilancarkan, dilimpahkan dari pintu manapun, baik dengan, atau tanpa MLM.
Jadi saya tak bertanggungjawab bila imajinasi pembaca sanggup menghubungkan ini ke kisah nyata, kemudian mulai menebak-nebak produk dalam dalam cerita. Karena jujur produk itu cuma adonan BEBERAPA produk yang overclaim. Saya cuma ingin bikin gampang dimengerti, bahwa denah ini senantiasa berulang: di anggap sakti, kemudian dua atau tiga tahun telah hilang ditelan bumi.
Kedua,
Banyak yang bilang "salut" jikalau saya terlalu berani. Saya rasa kata Salut disini mengalami pergantian makna menjadi "nekat."
Kenapa saya berani?
Itu kembali ke poin pertama, namanya juga fiksi.
Trus, jikalau udah banyak yang kadung menafsirkan berbeda, apa saya tak takut "mengganggu" penggiat MLM, kemudian diserang mereka.
Saya jawab enggak, alasannya yakni saya lebih kasihan dengan nasib orang-orang menyerupai "Bu Imah" dalam cerita. Kalian sanggup cek sendiri di kolom komentar, terlalu banyak korban dari orang menengah kebawah.
Kalau sanggup penggiat MLM, sasarannya jangan kaum menengah kebawah please. Kalau nanti produk kalian gak mujarab, apa gak kasian, mereka ngutang sana sini?
Lah upline sanggup award. Yang downline malah sanggup utang, padahal tergesa-gesa mereka pengen sanggup tiket ke luar negeri, mereka padahal cuma pengen sembuh.
Gak takut rusak pertemanan?
Gak, justru ini menyaring pertemanan. Yang mana tulus, yang mana ada tujuan lain. Kalau cuma mau berteman alasannya yakni motivasi bisnis, ya lebih baik saya kasih tau dari permulaan mudah-mudahan mereka tak terlalu berharap.
Satu lagi.
Yang gak takut bikin dongeng tersebut adalah, alasannya yakni saya percaya Rezeki dari Tuhan tak ada yang sanggup menahannya, terlebih goresan pena saya.
Kecuali kalian gak percaya hal itu.
Toh saya lihat ada juga kok penggiat MLM yang betul-betul baik dalam bermuamalah. Gak maksa, gak overclaim seolah produknya sakti mandraguna. Dan saya apresiasi itu, alasannya yakni kenal beberapa. Baik banget bahkan.
Tabik!
Semoga rezeki mereka dilancarkan, dilimpahkan dari pintu manapun, baik dengan, atau tanpa MLM.
Sumber: Facebook Safrina Syams
Sumber https://www.juragandesa.id
0 Komentar untuk "Wacana Artikel Aku Di Grup Literasi"