“Kini saya sudah mendustai waktumu Ibu dan Ayah,Telah saya bakar Waktumu yang dahulu hidup
di bawah ocehan-ocehan keburukan. Telah saya Makan Waktumu yang menjadikan
kelaparan, sudah saya buka bungkusan Kepahitan dan kebuntuhannya” (Ungkapan hati tokoh
utama dalam cerita).
Bunga di taman layu, oleh air yang enggan untuk berteman, oleh hujan yang tidak ingin untuk
mendekap.Ada hati yang sedang terluka ada jiwa yang sedang kehilangan arah dan ada nama yang
menjadi tujuan.
Nita,Ibu Dan Ayahnya duduk di depan Tv menonton siaran isu Di TV ONE
“Nak kulia mu beres?”
“ia bu, lekas mengapa ibu mengajukan pertanyaan menyerupai itu?”
“Ibumu mengajukan pertanyaan soal itu karena kami ingin engkau sukses, tidak menyerupai kami yang hanya
lulusan SMP.”
“Ayah, Ibu, Aku sudah mempertimbangkan bagaimana kuliaku, saya tidak akan mengecewakan kalian
berdua”.
Malam itu Nita,Ibu dan Ayahnya bercakapan ihwal keluarga mereka yang senantiasa di hina
oleh kerabat keluarga sang Ayah.
Pada dasarnya kebencian kepada mereka di awali permasalahan tanah yang menjadi
rebutan keluarga mereka.
Malam itu mereka tutupi perbincangan mereka dengan sahutan sang ibu “Nita, tidurlah, esok
kau mesti kuliah.”.
Malam itu di lalui oleh mimpi dalam tidur mereka. Namun sang Ayah dan Ibu tak lekas untuk
menutup mata meskipun jam sudah pertanda pukul 00:05. Mereka berdua terus saja
bercemooh ihwal perkara itu.
Nita yang sudah terbawah mimpi sudah tak lagi mendengar omongan kedua orang tuanya.
Pagi hari sempurna pukul 05 : 34 Nita bangun. Ia menyaksikan ke tirai jendala. Hari masih belum
menampakan mentari. Ia lekas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.
Seusai mandi sang Ibu sudah berdiri lebih awal.
“Nita, Kalau selesai Siap-siap jangan lupa sarapan, ingat lambungmu jangan hingga kumat
lagi”.
“ia Bu!”.
Sementara Nita siap-siap sang ibu menghangatkan makanan untuk anaknya.
“Bu, maaf tadi nita tidak sempat menghangatkan sarapannya.”
“Tidak apa nak”.
Selesai sarapan Nita pamit untuk berangkat. Sementara sang Ayah masih terlelap tidur.
Pagi itu Nita berangkat dengan hati yang hening lekas ia tak mengenang lagi masalah
keluarganya.
Untnglah ingatannya tak kembali pada pristiwa tadi malam.namun hatinya yang awalnya
berontah untuk tidak mengingat
Keadaan keluarganya. Ada saja waktunya entah dimanapun, dalam situsasi apapun pasti
akan senantiasa mengusik pikirannya.
Salah satu jalan keluarnya bagaimana Nita mengungkapkan perkara itu pada temannya ia
ingin mendengar penyelesaian yang terbaik untuknya.
Mentari hari itu begitu cerah menemani langkahnya.
Sesampai di kampus sempurna pukul 07:02 ia menyaksikan ke arah kampus belum ada nampak
teman-teman sekelasnya. Iapun melangkahkan kakinya menuju ke kelas perkuliahan.
Dalam heningnya kelas tanpa seorangpun yang datang.
Nita mengambil handphonenya. Ia memposting status di facebook
“Derap langkahku akan menuju tirai keindahan.
Akan di beli semua cemohan mereka yang membincangkan keburukan”.
Itulah isi status Nita di pagi hari itu.
12 Menit ia duduk sendiri sebelum teman-temannya datang. Ayu yaitu teman dekat erat Nita
yang senantiasa ada di di saat Nita memerlukan bantuan begitupun sebaliknya.
“Hay Nita”
“Hay Ayu, kok munculnya agak lambat, umumnya kau yang senantiasa duluan di kelas?:.
“Ahh, Tadi malam saya tidur terlalu malam. Aku mau curhat namun sehabis pulang kulia ya, Kita
ngobrol di kantin sebentar!”.
“ok Ayu, saya juga mau kisah sesuatu”.
Hari itu Nita belum sempat mempertimbangkan ihwal perkara yang sedang di hadapi
keluarganya. Sebelum Ayu bilang kalau ia mau curhat.
Sepulang kulia Ayu Dan Nita eksklusif menuju kantin di belakang kampus.
Mereka berdua duduk di bangku paling ujung sehabis memesan Teh dan Kue.
“Nit, saya mau curhat ihwal Dani (Dani yaitu pacar Ayu). Akhir-akhir ini Dani sering hilang
kabar”.
“Ah, mungkin ia sibuk dengan kiprah kulia atau apa gitu”.
“Tapi Nit, Dia tidak menyerupai ini sebelumnya, kalau saya chat ia niscaya eksklusif balas atau dia
bahkan sering chat, telfon. Pokoknya sering kabarin aku”
“Mungkin ia lagi ada masalah, Coba deh kau tanya”.
“Tapi, Kalau ada perkara sanggup kisah “
“Ia sih”.
Mereka berdua hari itu omong panjang lebar ihwal korelasi asmara Ayu dengan Dani
yang sudah mengawali memudar. Nita selaku teman dekat Ayu senantiasa mensuport Ayu untuk tidak
mengambil keputusan yang teledor atas korelasi temannya itu.
“Yu,aku boleh Nanya nggak?”
“Bolehlah, kan kita sahabatan”.
“Gini Yu, Misalkan Keluargamu ada perkara , Terutama orang tua, Tapi masalahnya
dengan keluarga orang tua, Apakah kau merasa beban?”.
“Gini Nit, selaku anak saya merasa beban, emang kau dan keluargamu ada masalah?”
“Ia Yu, namun Ibu dan Ayah bilang ke aku, Kalau saya mesti tegar, Harus konsentrasi kulia, jangan
hanya perkara itu kulia ku hancur”.
“Begini Nit, menurut saya sih apa yang orang renta kau bilang itu benar, Lekas dengan
kesuksesan kau nantinya sanggup mengganti suasana, Realita hidup itu menyerupai itu, dimana
keluarga yang berhasil disitulah hati akan terkumpul, dan di saat itulah gres kita di anggap
sebagai keluarga”
“Ia juga sih, mereka juga bilang begitu. Tapi saya senantiasa kepikiran kedua orang tuaku yang
umurnya sudah cukup tua, saya takut mereka sakit gara-gara perkara ini”.
“Sebagai anak Kamu harusnya berdoa, Ingat Apa yang orang tuamu katakan”
“Ma kasih ya Yu, sudah mau mendengar curahan hati sekaligus menampilkan saran”.
“Hehehheheh, Saya selaku teman dekat kau juga peduli di di saat teman dekat saya itu ada
masalah, pada dasarnya kau mesti konsentrasi kulia”.
Mereka berdua tersenyum lebar dan sarat haru di saat ungkapan hati keduanya itu terungkap
di antara mereka.
Namun Ayu terus saja mempertimbangkan Dani yang hilang kabar .
“Yu, Ingat Dia niscaya akan kembali, percaya dan percaya sama aku, Dani itu sayang sama
kamu”
Dani yaitu sosok laki-laki idaman Ayu, selama pacaran mereka menyerupai teman dekat dekatnya
Nita. Bahkan Dani sering sekal kalau pergi makan dengan Ayu niscaya senantiasa ajak Nita.
Tepat pada hari ahad Nita sedang pergi belanja di pasar dengan sang Ibu, Hari itu
mereka berbelanja sayur di pasar. Tiba-tiba Ayu terkejut menyaksikan Dani yang sedang duduk
termenung di erat Stand jualan Daging di pasar itu.
“Bu , saya mau kesana dahulu sedikit, ibu tunggu disini”
“jangan lama-lama”
Nita langkahkan kakinya menuju wilayah Dani duduk.
“Dani”
Serontak dani terkejut dengan panggilan Nita.
“hai Nit, kok kau disini, Pasti beli baju ya”
“tidak kok, saya temanin ibu beli sayur tadi”
“Ibumu di mana sekarang?”
“Tuh, disana, ngomong-ngomong kau kok tidak kelihatan beberapa hari ini, Ayu itu kwatirin
kamu”
“Ohh, maaf Nita, Tapi kau jangan kisah ke Ayu ya”
“emangnya kenapa, kau ada masalah?”
“Begini Nit, Kemarin Ibu saya masuk Rumah Sakit dan memerlukan Biaya, Uangnya sih
ada, namun duit itu duit regis saya pada semester ini”.
“Oh, terus ibu kau kini bagaimana kondisinya”
“Ibu sih sudah agak mendingan, Tapi saya kini berada di antara dua opsi sekarang
Nit, antara kullia atau mesti tolongin Ibu”.
“begini Dan, Ibu yaitu segalanya, masa depanmu akan cerah bila kau menolong ibumu,
Tidak mesti dengan sarjana kita itu sukses”
Mereka berdua saling memandang satu sama lain, Nita yang menyaksikan Dani yang di landa
masalah merasa sungguh kasihan.
Kadang kala hidup itu terbelit, Di cekam dan terjatuh, Namun seluruhnya akan terasa indah
bila di tinggalkan dengan lapang dada.
“Nit , tolong bilang ke Ayu ya, Jangan Dulu cari saya sekarang, Bilang saja Aku sedang sibuk
kerjain kiprah kulia”.
“Baiklah Dani, namun kau mesti kabarin Ayu dulu, saya tidak ingin ayu pikir yang tidak-tidak
kalau saya yang mesti kisah duluan”.
“Baiklah Nit, nanti saya omongin sama Ayu”.
“Kalau begitu saya pamit ya, Salam buat mamanya mudah-mudahan cepat sembuh dan semoga
masalahmu cepat teratasi”.
“ma kasih ya Nit”..
Perpisahan mereka di campuri rasa haru, duka menyaksikan pacar sahabatnya itu yang sedang
dalaam masalah.
Sesampainya di rumah, pada malamnya Nita Telfon ayu.
“halo ayu”
“Nita, kok tumben telefon, umumnya chat di facebook”.
“Bagaimana yu,dani udah kabarin kamu”
“Ehhh, ia Nit ..ternyata Dani sedang sibuk kiprah kampus,makanya ia tidak ada kabar”.
“Ohh, baguslah Yu, apa yang saya bilang”
Malam itu Nita terus mempertimbangkan sahabatnya itu sekaligus perkara yang sedang dihadapi
keluarganya.namun apalah daya Nita tidak begitu tenggang rasa dengan perkara sahabatnya itu, ia
selalu berada di antara perkara kedua orang tuanya.
Malam itu Nita memandang Bintang yang terlalu banyak dan bulan yang bersinar.
“Alangkah indanya bintang dan bulan itu walau gelap mereka tetap bercahaya, Aku ingin
sekali menyerupai mereka”. (Ungkapan hati Nita).
Malam itu Nita tidur dengan nyenyak. Buah mimpi yang menjadi teman dekat hiburnya selalu
membuat ia terlelap tidur dalam hati yang tenang.
Esok paginya Nita berdiri lebih permulaan dari ibunya, yang umumnya Nita senantiasa di bangunkan
ibunya kini berbeda. Nita kini sudah padak kulia semester 7 pada jurusan
Bahasa inggris di suatu Universitas Di ruteng sama dengan teman dekat dan pacar
sahabatnya itu dan Nita yaitu Anak Tunggal.
Orang renta yang cuma melakukan pekerjaan selaku petani, dengan penghasilan yang cukup tidak
membuat Nita malu. Berbeda dengan keluarga mereka yang hidup serba mewah. Namun
kejanggalan permasalahan mereka dengan keluarganya itu di sebabkan karena itu.
Keluarga besar yang tidak mau mengakui mereka karena ketidakcocokan kehidupan.
Tanah yang menjadi rebutan itu menjadi tujuan Utama keluarga besar mereka biar terpecah
mereka dari korelasi keluarga.
Nita yang sedang sibuk menuju semester terakhirnya senantiasa tegar menghadapi perkara itu .
Bahkan Nita tidak acuh lagi perkara itu. Nita senantiasa berpikiran untuk berhasil dan
dapat menghasilkan kedua orang tuanya bangga.
Nita ingin membungkus semua kepedihan kehidupan itu dalam suatu kantongan kemudian di
bakar dalam bara dan membuatnya abu-abu.
Dani yang sedang menghadapi perkara menghasilkan Nita ingin sekali membantu. Sampai
pada alhasil Ayu yang tidak mengenali kebohongan Dani. Membuat Ayu menjadi marah
pada Nita yang sudah menutupi perkara Dani. Di dalam kelas mereka menyerupai tak kenal satu
sama lain.
Sampai pada suatu hari.
“Yu, saya minta maaf, memang seluruhnya salah aku, namun itu semua saya laksanakan demi Dani,
Dani itu sudah ku anggap selaku kerabat dan kau itu ku anggap selaku keluargaku,
Aku kangen sama Kamu yu, saya ingin menyerupai dulu”.
“Nitaaaaaa,,(Menangis dan memeluk), saya minta maaf, Dani udah ceritakan semuanya,
Dani kini sudah tidak kulia lagi, Ia kini melakukan pekerjaan di pasar”.
Mereka berdua berpelukan dengan rasa haru dan duka di antara keduanya.
Ada kalahnya Kita terpencar untuk mendapatkan jalan, ada kalanya kita mesti berbaur untuk
mengenal lainnya dan ada kalanya kita bersatu untuk mengawali kisah lagi
“Kamu dan Dani mesti langgeng, dihentikan putus”.
“Ia Nit,,janji”.
Mereka tertawa sungguh bahagia.
Tepat 1 Tahun Nita lulus dengan raihan IP 3,0. Kedua orang tuanya sungguh gembira melihat
anak semata wayang mereka sudah membalas keringat mereka.
“Terima kasih anakku, kami sungguh gembira dengan apa yang sudah kau wujudkan”.(kata
sang ayah). Nita sungguh teharu dengan suasana itu..di mana cita-citanya sudah terpenuhi.
Ayu teman dekat nita menghampiri keluarga mereka. Dan saling bersalaman tanda Apa yang
mereka raih sudah mereka dapati.
“Nit, Dani masuk kulia lagi Tahun ini”
“Benar,terus ia kini dimana”.
“itu, ia sedang mengobrol dengan Mama dan papaku”.
“Enak ya kamu,hehehhehe”
“Ia dong..terus kau kapan, udah wisuda belum ada kandidat gitu”.
“memang sih kepikiran , namun saya mesti membahagiakan kedua orang tuaku dulu”.
Keduanyapun berpelukan.
Hari demi hari Nita jalani hidup dengan kedua orang tuanya sudah kian membaik. Nita
sekarang melakukan pekerjaan Di suatu bank di kota ini. Ia kini sudah sanggup menghasilkan rumah
untuk dirinya dan kedua orang tuanya. Nita belum mempertimbangkan ihwal jodohnya . Ia lebih
fokus untuk kebahagiaan orang tuanya.
Melihat keadaan yang kini keluarga mereka gres bertahap merapat. Namun
Hati nita belum begitu mendapatkan sepenuh hati. Rasa sakit hatinya belum terobati.
Sesekali omongan meracuni nama orang tuaku, verbal itu akan ku ganti dengan telapak
kakiku
Demi orang tuanya Nita senantiasa berpegang teguh pada hatinya, “Aku lebih menegaskan mereka
yang bukan penggalan dari keluargaku namun menghargai kedua orang tuaku”. Ucapan nita di
hadapan orang tuanya.
Hari demi hari Nita senantiasa menghadapi hari dengan sarat kenbahgiaan. Sekarang
keluarganya sudah hidup serba berkecukupan.
Pernah suatu hari Nita melarang Ayahnya untuk pergi berkebun lagi. Namun sang ayah
tetap saja tidak acuh larangan sang anak.
"Nak , Itulah pencari nafkah dulu, dan di saat kau menyerupai ini juga karena kebun itu"
"Yah, Maafkan Nita , Bukannya mau melarang, namun saya mau, Ayah dan Ibu cukup bersantai
saja di rumah, biar saya yang mencari Uang untuk kita makan".(Tegas Nita).
"Inilah kemauanku, Jarimu yang dahulu merobek tanah mengais Nasib dan kakimu yang
melangkah menuju wilayah di mana kau akan menendang tanah akan ku bayar dengan kerja
kerasku. Walau tak sesuai jasamu tetapi saya ingin membahagiakanmu di sisah hidupmu".
Pengirim : Eduardus Agung (eduardusagung255@gmail.com) - Nusa Tenggara Timur
0 Komentar untuk "Cerpen Membohongi Waktu Oleh Eduardus Agung, Nusa Tenggara Timur"