Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun, dinamika pertentangan dalam sejarah insan diputuskan oleh eksistensi kalangan sosial yang berbasis pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal (kesukuan)
Adanya kalangan sosial ini ikut berkontribusi kepada hadirnya konflik. Menurut Ibnu Khaldun, tabiat psikologis insan merupakan aspek yang penting untuk diperhitungkan.
Hal ini alasannya merupakan insan intinya mempunyai sifat garang dalam dirinya. Munculnya sifat tersebut alasannya merupakan dipengaruhi adanya nafsu sehingga bisa mendorong timbulnya pertentangan atau kekerasan.
Adanya nafsu dalam diri insan bikin aneka macam gerakan untuk memenangi atau menguasai.
Sementara itu, suatu kalangan sanggup mendominasi kalangan lain jikalau kalangan tersebut bisa menjaga solidaritas kelompoknya.
Akan tetapi, jikalau solidaritas kalangan tersebut lemah maka sanggup ditentukan kalangan tersebut tidak sanggup menjaga dominasi kekuasaanya.
Karl Marx
Menurut Karl Marx, suatu pertentangan timbul alasannya merupakan adanya kontradiksi atau pertentangan kepentingan yang tidak dapat disingkirkan antara kelas borjuis dengan kelas proletar.
Kelas borjuis merupakan kalangan yang memegang kekuasaan menertibkan penduduk yang terdiri atas orang-orang kaya yang menguasai alat-alat produksi.
Sementara itu, kelas proletar merupakan kalangan yang diatur, yakni para pekerja yang tereksploitasi selaku buruh bayaran yang melakukan pekerjaan pada pabrik-pabrik milik borjuis.
Marx menyaksikan bahwa kelas proletar dimiskinkan oleh tata cara kapitalis sejak mereka tidak menemukan bagi laba yang adil.
Pada dasarnya yang memproduksi barang-barang buatan yang mau dijual merupakan tangan-tangan kelas proletar.
Namun mereka tidak mendapat hak-hak mereka atas barang yang mereka ciptakan tersebut sehingga mereka menjadi tidak dapat menyanggupi keperluan dasar mereka menyerupai pangan, pendidikan, dan kesehatan yang layak.
Marx percaya bahwa keadaan tersebut menggambarkan adanya konflik. Ia juga percaya bahwa keadaan demikian sanggup diubah apabila ada kesadaran kelas proletar kepada kejahatan kelas borjuis dalam tata cara kapitalis.
Kesadaran ini akan menimbulkan adanya usaha kelas oleh proletar untuk bisa melawan kelas borjuis dan tata cara kapitalisme yang merugikan mereka.
Dengan begitu, akan terciptalah penduduk tanpa kelas.
Max Weber
Menurut Max Weber, pertentangan merupakan manifestasi langkah-langkah insan untuk menjangkau posisi-posisi dalam setiap stratifikasi sosial, menyerupai ekonomi, status dan politik.
Konflik timbul dalam setiap stratifikasi sosial. Hal ini alasannya merupakan stratifikasi merupakan posisi yang patut untuk diperjuangkan oleh manusia.
Dengan stratifikasi insan akan mendapat posisi dan kedudukan yang lebih tinggi.
Pada dasarnya, kekuasaan menyebabkan pertentangan antarindividu atau kelompok. Pada banyak kasus terjadi variasi kepentingan dari setiap unsur stratifikasi.
Misalnya, impian seseorang ingin menjangkau posisi ekonomi yang lebih tinggi, pada ketika serentak ia juga mengharapkan posisi politik juga.
Contoh tadi menampilkan bahwa pertentangan tidak hanya dipengaruhi oleh aspek ekonomi, namun juga dipengaruhi oleh unsur stratifikasi yang lain, yakni status dan politik.
Emile Durkheim
Emile Durkheim menampilkan pemikirannya yang disebut fakta sosial. Seseorang hidup tidak lepas dari kelompoknya.
Fakta sosial yang berada di luar memaksa kepada langkah-langkah individu. Individu bergerak atas dasar nilai sosial dalam penduduk dan terpaksa. Jika seseorang mengelami persengketaan dengan norma di masyarakatnya, mulcullah konflik.
George Simmel
George Simmel menilai bahwa fenomena pertentangan dipandang selaku proses sosiasi, yakni proses yang memadukan bagian-bagian menjadi keseluruhan tata cara atau menghubungkan antarindividu menjadi masyarakat.
Sosiasi bisa bikin perkumpulan (persatuan) dan diasosiasi. Disasosiasi merupakan interaksi yang mengarah pada perpecahan.
Adanya diasosiasi inilah yang menyebabkan hadirnya pertentangan dalam masyarakat.
0 Komentar untuk "5 Tokoh Teori Sosiologi Pertentangan Klasik Antara Lain"