Makna khutbah, tablig, dan dakwah nyaris sama, yakni menyodorkan pesan terhadap orang lain. Secara etimologi (lugawi/bahasa), makna ketiganya sanggup diuraikan selaku berikut.
1. Khutbah
bermakna memberi nasihat dalam kesibukan ibadah seperti; alat (alat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, Istisqo, Kusuf), wukuf, dan nikah.
Menurut istilah, khutbah bermakna kesibukan ceramah terhadap sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang berhubungan pribadi dengan keabsahan atau kesunahan ibadah.
Misalnya khutbah Jumat untuk alat Jum’at, khutbah nikah untuk kesunahan janji nikah. Khutbah
diawali dengan hamdallah, salawat, wasiat taqwa, dan doa.
2. Tablig
yang bermakna menyampaikan, mem beritahukan dengan lisan. Menurut istilah,
tablig yakni kesibukan menyampaikan pesan’ Allah Swt. secara lisan terhadap satu orang Islam atau lebih untuk dimengerti dan diamalkan isinya.
Misalnya, Rasulullah saw. mewakilkan terhadap teman dekat yang tiba di majelisnya untuk menyodorkan sebuah ayat terhadap teman dekat yang tidak hadir.
Dalam pelaksanaan tablig, seorang mubaligh (orang yang menyodorkan tablig) umumnya menyodorkan tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik.
Ada pula ungkapan tablig akbar, yakni kesibukan menyodorkan “pesan” Allah Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.
3. Dakwah
yang bermakna memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah yakni kesibukan mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan.
Disini dimengerti adanya da’wah billisan dan da’wah bilhal. Kegiatan dakwah bukan cuma ceramah, tapi juga agresi sosial yang nyata.
Misalnya, sumbangan anak yatim, sumbangan untuk membangun kepraktisan umum, dan lain sebagainya.
Sebagaimana diterangkan di atas, bahwa khutbah tergolong kesibukan ibadah. Oleh alasannya itu, khutbah
tidak bisa ditinggalkan alasannya akan membatalkan rangkaian kesibukan ibadah.
Contoh, apabila alat Jumat tidak ada khutbahnya, alat Jumat tidak sah. Apabila wukuf di Arafah tidak ada khutbah-nya, wukufnya tidak sah.
Sesungguhnya, khutbah merupa-kan peluang yang sungguh besar untuk berdakwah dan membimbing insan menuju ke-rida-an Allah Swt.
Hal ini bila khutbah dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan menyodorkan bahan yang dibutuhkan oleh pengunjung menyangkut problem kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menawan serta tidak membosankan.
Khutbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga selayaknya seorang khatib melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Hal-hal berikut yang semestinya dimiliki oleh seorang khatib:
- Seorang khathib mesti mengerti aqidah yang sahihah (benar) sehingga ia tidak sesat dan menyesatkan orang lain.
- Seorang khatib mesti mengerti fiqh sehingga bisa membimbing insan dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus.
- Seorang khatib mesti memperhatikan kondisi masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong terhadap ketaatan.
- Seorang khathib selayaknya juga seorang yang salih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan menampilkan imbas kebaikan terhadap para pendengar.
Salah satu sifat wajib bagi rasul yakni tabl³g, yakni menyodorkan wahyu dari Allah Swt. terhadap umatnya.
Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh waktunya dihabiskan untuk menyodorkan wahyu terhadap umatnya.
Setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para tabi’in (sahabat Nabi), dan tabi’it-tabi’in (pengikut teman dekat Nabi).
Setelah mereka seluruhnya tiada, siapakah yang hendak meneruskan kebiasaan menyodorkan pemikiran Islam terhadap orangorang?
Kita selaku siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak yang mengira bahwa kiprah tabl³g hanyalah kiprah alim ulama saja.
Hal itu tidak benar. Setiap orang yang mengenali kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya.
Kegiatan untuk menangkal dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut).
Seseorang tidak mesti menjadi ulama apalagi dahulu untuk menghentikan kemungkaran.
Siapa pun yang menyaksikan kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia bisa menghentikannya, ia wajib menghentikannya.
Bagi yang mengerti sebuah permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya terhadap yang lain, siapa saja mereka. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
Dari Abi Said al-Khudri ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: barangsiapa yang menyaksikan kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Apabila tidak dapat maka ubahlah dengan lisannya. apabila tidak dapat maka dengan hatinya (tidak mengikuti kemungkaran tersebut), dan itu selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
Salah satu keharusan umat Islam yakni berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya fardu kifayah (kewajiban kolektif), dan ada juga yang menyatakan fardu ain.
Rasulullah saw. senantiasa mengajarkan mudah-mudahan seorang muslim senantiasa menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik.
Setiap dakwah hendaknya berencana untuk merealisasikan kebahagiaan dan kemakmuran hidup di dunia dan di akhirat.
Setelah itu, dengan berdakwah kita akan memperoleh rida dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah terhadap umatnya lewat lisan, tulisan, dan perbuatan.
Rasulullah saw. mengawali dakwahnya terhadap istri, keluarga, dan temanteman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada di saat itu.
Di antara raja-raja yang memperoleh surat atau risalah Rasulullah saw. yakni Kaisar Heraklius dari
Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (thiopia). Ada beberapa sistem dakwah yang dapat dilaksanakan seorang muslim menurut syariat.
“Dan hendaklah di antara kau ada segolongan orang yang menyeru terhadap kebajikan, mewakilkan (berbuat) yang makruf, dan menegah dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali-Imran/: 14)
1. Ketentan Khatbah
a. Syarat hatib
1) Islam.
2) Ballig.
3) Berakal sehat.
4) Mengetahui ilmu agama.
b. Syarat da khutbah
1) Khutbah dilaksanakan sehabis masuk waktu dhuhur.
2) Khatib duduk di antara dua khutbah.
3) Khutbah diucapkan dengan bunyi yang keras dan jelas.
4) Tertib.
c. Rukun khutbah
1) Membaca hamdallah.
2) Membaca syahadatain.
3) Membaca shalawat.
4) Berwasiat taqwa.
5) Membaca ayat al-Qur’an pada salah satu khutbah.
6) Berdoa pada khutbah kedua.
d. Sunnah khutbah
1) Khatib berdiri di saat khutbah.
2) Mengawali khutbah dengan memberi salam.
3) Khutbah hendaknya jelas, gampang dipahami, tidak terlampau panjang.
4) Khatib menghadap jamaah di saat khutbah.
5) Menertibkan rukun khutbah.
6) Membaca surat al-Ikhlas di saat duduk di antara dua khutbah
Keterangan:
a. Pada prinsipnya ketentuan dan tata cara khutbah, baik alat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, dan alat khusuf sama. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaannya, yakni dilaksanakan sesudah alat dan diawali dengan takbir.
b. Khutbah wukuf yakni khutbah yang dilaksanakan pada di saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf ialah salah satu rukun wukuf sesudah melakukan alat zuhur dan ashar di-qasar. Khutbah wukuf nyaris sama dengan khutbah Jumat. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaan, yakni dilaksanakan di saat wukuf di Arafah.
Tabligh artinya menyampaikan. Orang yang menyodorkan disebut muballig. Ketentuan-ketentuan yang mesti diamati dalam melakukan tabligh yakni selaku berikut.
a. Syarat Muballig
- Islam.
- Ballig.
- Berakal.
- Mendalami pemikiran Islam.
b. Etika dalam menyampaian tabligh
- Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak.
- Menggunakan bahasa yang gampang dimengerti.
- Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk mendapatkan perjanjian bersama.
- Materi dakwah yang disampaikan mesti memiliki dasar aturan yang besar lengan berkuasa dan terang sumbernya.
- Menyampaikan dengan nrimo dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya.
- Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang lain
Dakwah artinya mengajak. Orang yang melakukan dakwah disebut da’i. Ada dua cara berdakwah, yakni dengan lisan (da’wah billisan) dan dengan perbuatan (da’wah bilhal). Ketentuan-ketentuan yang mesti diamati dalam berdakwah yakni menyerupai berikut.
a. Syarat dai
1) Islam,
2) Ballig,
3) Berakal,
4) Mendalami pemikiran Islam.
b. Etika dalam berdawah
1) Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yakni ucapan yang jelas, tegas dan perilaku yang bijaksana.
2) Dakwah dilaksanakan dengan mauiatul hasanah atau nasihat yang baik, yakni cara persuasif (tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran).
3) Dakwah dilaksanakan dengan memberi teladan yang bagus (uswatun hasanah).
4) Dakwah dilaksanakan dengan mujadalah, yakni diskusi atau tukar fikiran yang berlangsung secara dinamis dan santun serta menghargai pertimbangan orang lain.
Mustahdi dan Mustakim. 2017. Pendidikan Agama Islam. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud
0 Komentar untuk "Materi Pai Xi Potongan 4 Saling Menasehati Dalam Islam"