Allah Swt. mengutus terhadap orang-orang yang beriman mudah-mudahan tidak menjadi penakut dan pengecut. Karena rasa takut dan pengecut akan menjinjing kegagalan dan kekalahan.
Keberanian yakni permintaan keimanan. Iman pada Allah Swt. mengajarkan kita menjadi orang-orang yang berani menghadapi bervariasi tantangan dalam hidup ini.
Tantangan utama yang kita hadapi yakni memperjuangkan kebenaran, walaupun mesti menghadapi banyak sekali rintangan. Rasulullah saw. menerangkan dalam sabdanya:
Artinya: “Katakanlah yang benar walaupun itu pahit” (H.R. Ahmad).
Islam tidak menggemari orang yang lemah/penakut. Orang yang lemah/penakut lazimnya tidak berani untuk menjaga hidup sehingga simpel putus asa.
Ketakutan itu diantaranya alasannya yakni takut dikucilkan dari lingkungannya. Takut alasannya yakni berlainan sikap dengan banyak orang atau takut untuk membela suatu kebenaran dan keadilan.
Keberanian dalam pedoman Islam disebut Syaja’ah. Syaja’ah menurut bahasa artinya berani. Sedangkan menurut ungkapan syaja’ah yakni ketekunan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan menjaga kebenaran secara jantan dan terpuji.
Jadi syaja’ah sanggup diartikan keberanian yang berlandaskan ke benaran, dilaksanakan dengan sarat pertimbangan dan perkiraan untuk menginginkan keridaan Allah Swt.
Keberanian (syaja’ah) merupakan jalan untuk merealisasikan suatu ke menangan dalam keimanan.
Tidak boleh ada kata gentar dan takut bagi muslim di saat mengemban kiprah bila ingin menjangkau kegemilangan.
Semangat keimanan akan senantiasa menuntun mereka untuk tidak takut dan gentar sedikit pun. Allah Swt. berfirman:
“Janganlah kau bersikap lemah, dan janganlah (pula) kau bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), kalau kau orang-orang yang beriman”. (Q.S. Ali Imran/: 139)
Nabi mengusulkan kita selaku umatnya untuk senantiasa jujur. Kejujuran merupakan watak mulia yang hendak mengarahkan pemiliknya terhadap kebajikan, sebagaimana diterangkan oleh Nabi Muhammad saw.,
Artinya: “Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Sesungguhnya jujur itu menjinjing terhadap kebaikan dan kebaikan itu menjinjing ke surga....” (H.R. Muslim)
Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat
tersebut.
Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan meraih derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.
Dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa orang yang jujur akan dipermudah rezeki
dan segala urusannya.
Contoh yang perlu diteladani yakni kejujuran, Nabi Muhammad saw. di saat belau diandalkan oleh Siti Khadijah untuk membawa barang barang jualan lebih banyak lagi.
Selama menjinjing barang dangan tersebut, dia senantiasa menerapkan kejujuran. Kepada para pembelinya, dia senantiasa berkata jujur wacana kondisi barang dangan yang dijualnya.
Sifat jujur yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. selama berjualan menghadirkan akomodasi dan laba yang lebih besar.
Apa yang dilaksanakan Nabi Muhammad saw. yakni pola dalam kehidupan sehari-hari wacana pesan yang tersirat sikap jujur. Kamu sanggup mencari pola lainnya
Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki dan segala urusannya.
Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong alasannya yakni untuk menutupi kebohongan yang diperbuat, dia mesti berbuat kebohongan lagi.
Bersyukurlah bagi orang yang pernah berbohong kemudian sadar dan mengakui kebohongannya itu sehingga terputusnya mata rantai kebohongan.
Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menyebabkan orang lain tidak percaya. Jujur menghasilkan hati kita tenang, sedangkan berbohong menghasilkan hati menjadi was-was.
Contoh seorang siswa yang tidak jujur terhadap orang renta dalam hal duit saku, niscaya nuraninya tidak akan tenang apabila bertemu.
Apabila orang tuanya mengenali ketidakjujuran anaknya, runtuhlah keyakinan terhadap anak
tersebut. Kegundahan hati dan keresahan yang bertumpuk-tumpuk berisiko menjadi penyakit.
Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yakni jujur dalam hati atau niat, jujur dalam perkataan atau ucapan, dan jujur dalam perbuatan.
1. Jujur dalam niat dan kehendak, yakni motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt. dan ingin meraih rida-Nya.
Jujur sesungguhnya berlawanan dengan akal-akalan jujur. Orang yang akal-akalan jujur bermakna tidak nrimo dalam berbuat.
2. Jujur dalam ucapan, yakni menyiarkan sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi.
Untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at menyerupai dalam kondisi perang atau mendamaikan dua orang yang bersengketa atau perkataan suami yang ingin mengasyikkan istrinya, diperbolehkan untuk tidak menyampaikan hal yang sebenarnya.
Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni mengatakan jujur dan diusulkan menyingkir dari kata-kata sindiran alasannya yakni hal itu sepadan dengan kebohongan.
Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling terlihat dan terang di antara macam-macam kejujuran.
3. Jujur dalam perbuatan, yakni sebanding antara lahiriah dan batiniah sampai tidaklah berlawanan antara amal lahir dan amal batin.
Jujur dalam perbuatan ini juga bermakna melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diriai Allah Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas.
Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan, maupun jujur dalam perbuatan memerlukan kesungguhan. Adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat.
Pada pembahasan sebelumnya, sudah diterangkan tentang arti suatu kejujuran. Kejujuran akan menjinjing terhadap kebaikan dan kebaikan akan sanggup menjinjing ke surga.
Sebaliknya, betapa berbahayanya suatu kebohongan. Kebohongan akan mengirimkan pelakunya tidak diandalkan oleh orang lain.
Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia sudah melaksanakan kebohongan. Kebohongan yang dilakukannya itu sudah menjinjing terhadap apa yang dikhianatinya itu.
Artinya: “...Barangsiapa berkhianat, nisaya pada hari final zaman dia akan tiba menjinjing apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi jawaban yang sesuai sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.’’ (Q.S. li Imran/: 11)
Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan terhadap kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan terhadap kami.
Dia berkata; Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan terhadap kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-,dia berkata;
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Artinya:
“Akan tiba terhadap insan tahun-tahun yang sarat dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat diperaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap selaku pengkhianat. ada di saat itu, Ruwaibidhah berbiara.” Ada kawan dekat yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah” Beliau menjawab, “Orang ndeso yang turut campur dalam urusan penduduk luas.” (H.R. Ibnu Majah).
Menjaga amanah merupakan menunaikan dengan baik terhadap hak-hak Allah Swt. dan hak-hak insan tanpa terpengaruh oleh pergeseran keadaan, baik sulit maupun senang.
Ada beberapa pesan yang tersirat yang sanggup dipetik dari sikap jujur, antara lain selaku berikut.
- Perasaan nikmat dan hati tenang. Jujur akan menghasilkan hati kita menjadi tenang, tidak takut akan dikenali kebohongannya alasannya yakni tidak berbohong.
- Mendapatkan akomodasi dalam hidup.
- Selamat dari azab dan bahaya.
- Membawa terhadap kebaikan, dan kebaikan akan menuntun kita ke surga.
- Dicintai oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Kita mesti menanamkan kesadaran pada diri kita untuk senantiasa berani membela kebenaran dan bertingkah jujur, baik terhadap Allah Swt., orang lain, maupun diri sendiri.
Jika kita sudah sanggup membiasakan bertingkah jujur, kita akan mendapat pesan yang tersirat yang hebat dalam kehidupan sehari-hari.
Kita mesti menyadari dan mengenali akhir dari kebohongan sehingga kita sanggup menjauhi sifat jelek tersebut.
Contoh akhir dari kebohongan yakni hilangnya keyakinan orang lain terhadap kita, sulit mendapat kawan dekat bahkan tidak punya teman, dan sulit mendapat pekerjaan alasannya yakni tidak dipercaya.
Berperilaku berani membela kebenaran dan jujur kerap kali sungguh pahit pada awalnya, tapi buah bagus akan didapat di akhirnya.
Perilaku berani membela kebenaran dan jujur sanggup dipraktekkan dalam banyak sekali hal dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan penduduk di mana kita tinggal. Berikut ini cara menerapkan sikap berani membela kebenaran dan jujur.
1. Di sekolah, kita meluruskan niat untuk menuntut ilmu, melakukan tugastugas yang diberikan oleh ibu bapak/guru, tidak mencontek pekerjaan teman, melaksanakan piket sesuai jadwal, menaati peraturan yang berlaku di sekolah, dan mengatakan benar dan sopan baik terhadap guru, kawan dekat ataupun
orang-orang yang ada di lingkungan sekolah.
2. Di rumah, kita meluruskan niat untuk berbakti terhadap orang renta dan menyiarkan hal yang benar.
Contohnya, tidak menutup-nutupi suatu urusan pada orang renta dan tidak melebih-lebihkan sesuatu cuma untuk menghasilkan orang renta senang.
3. Di masyarakat, kita melaksanakan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram. Hal tersebut sanggup terwujud dengan tidak mengarang dongeng yang sanggup menghasilkan situasi di lingkungan tidak aman dan tidak menghasilkan informasi bohong.
Ketika diberi keyakinan untuk melaksanakan sesuatu yang diamanahkan, mesti dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.
Mustahdi dan Mustakim. 2017. Pendidikan Agama Islam. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
0 Komentar untuk "Materi Pai Xi Belahan 2 Berani Hidup Jujur"