Seseorang disebut jujur apabila berkata apa adanya dan sesuai kenyataan.
Kejujuran sungguh diinginkan dalam menjalani semua aktivitas kehidupan, lantaran kejujuran itulah kehidupan kita akan senang dan tenteram.
Seorang Siswa menuntut ilmu dan menyelesaikan ulangan dengan jujur.
Pedagang menjajakan dan menakar barang dagangannya dengan jujur. Pejabat melaksanakan kiprah dan tanggung jawabnya dengan jujur.
Seorang wasit memimpin pertarungan olahraga dengan adil dan jujur.
Seorang saksi menjawab pertanyaan hakim dan jaksa dengan jujur. Jika setiap orang memiliki sifat jujur seperti ini maka kehidupan akan berlangsung serasi dan memperoleh keberkahan dari Allah Swt.
Jika kecurangan dan dusta merajalela maka akan terjadi kehancuran dan malapetaka. Bayangkan kalau penduduk suatu negeri dihuni oleh lebih banyak didominasi pendusta dan pembohong.
Mereka saling memfitnah, menjatuhkan, dan mencurangi satu sama lain. Akhirnya mereka saling curiga dan terjadi krisis kepercayaan.
Jika sudah demikian, maka kehidupan insan akan terasa rumit, sulit dan permasalahan menjadi tak berujung. Jika sudah demikian maka marah Allah Swt. akan secepatnya menimpa mereka.
Wahai generasi muda Islam yang cerdas, kita mesti membiasakan diri dengan sikap jujur dan menjauhi dusta. Bagaimana cara menanamkan kejujuran dalam diri kita?
Caranya merupakan dengan melatih diri terus menerus berkata benar sesuai kenyataan. Sikap terpuji tidak timbul dengan sendirinya, tetapi butuh latihan dan pembiasaan.
Oleh lantaran itu, cara paling efektif menanamkan kejujuran merupakan dengan berlatih jujur terus-menerus. Latihan ini mesti ditangani kapan saja dan di mana saja.
Jika kita sudah berpengalaman dan sudah biasa jujur, maka sifat jujur ini akan menempel dalam diri kita. Lalu kapan kita bisa mulai berlatih jujur?
Jawabannya merupakan sekarang. Jangan ditunda-tunda, mari mulai dari diri kita sendiri dan mulai dari kini untuk berkata jujur.
Idealnya, sikap jujur mesti dilatih dan dibiasakan sejak usia dini, alasannya merupakan pada usia dini seorang anak akan sungguh mudah dididik dan dilatih.
Orangtua memiliki kiprah dan tanggung jawab dalam mendidik anakanaknya untuk bersikap jujur. Orangtua mesti menjadi teladan bagi anakanaknya dalam menerapkan kejujuran.
Kejujuran seorang guru juga akan menginspirasi dan dicontoh oleh murid-muridnya.
Demikian pula dengan kalian, kejujuran yang kalian kerjakan akan dilihat dan dicontoh oleh adik-adik kalian.
“Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan kontrak Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh serpihan di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih”. (Q.S. ‘Ali-‘Imran/3:77)
Ayat di atas memastikan bahwa orang-orang yang ingkar kontrak dan melanggar sumpah akan memperoleh azab yang pedih dari-Nya.
Allah tidak akan menyapa dan memperhatikan mereka pada hari kiamat. Setiap kontrak mesti dilaksanakan lantaran kontrak merupakan hutang.
Jika hutang tidak ditunaikan di dunia ini maka akan dimintai pertanggungjawabannya di darul abadi kelak. Seorang mukmin akan senantiasa menepati kontrak dan tidak mudah mengucapkan sumpah.
Sumpah itu diperbolehkan, tetapi hendaknya ditangani kalau dalam kondisi yang memaksa dan darurat.
Dalam kondisi wajar kita tidak perlu bersumpah. Semakin sering kita bersumpah di hadapan orang lain maka akan meminimalkan wibawa kita sendiri.
Orang beriman memiliki sifat jujur dan sanggup dipercaya.
Tidak mesti bersumpah pun ucapan orang beriman seharusnya juga sanggup dipercaya. Jika keyakinan orang terhadap kita mulai menipis itu artinya iktikad kita mulai luntur.
Dalam suatu hadis dibilang bahwa kejujuran akan membimbing terhadap kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga.
Bayangkan kalau seluruh warga suatu desa memiliki sikap jujur, pasti penduduk desa tersebut akan hidup sarat kebahagiaan dan memperoleh limpahan rahmat dari Allah Swt.
Mari kita menjauhi perkataan dusta dan membudayakan kejujuran. Kedustaan akan mengirimkan pada kejahatan dan kejahatan itu akan menggiring ke neraka.
Satu kali seseorang berkata dusta maka ia akan berupaya menutupi kebohongannya itu dengan kebohongan lain.
Ibarat pepatah, “sepandai-pandai menutupi bangkai, baunya tetap tercium juga” artinya sepandai apapun seseorang menutupi kebohongannya suatu di saat niscaya akan ketahuan.
Kebohongan akan merugikan diri sendiri dan menyengsarakan orang lain.
Sebagai suatu contoh, seorang saksi berkata dusta di pengadilan. Hal ini akan menyebabkan proses aturan menjadi berantakan dan sesat.
Hakim akan sulit pastikan kendala dengan adil bahkan putusan kendala bisa menyesatkan. Oleh karenanya, Islam mengelompokkan perbuatan bersaksi artifisial tergolong salah satu dosa besar.
Allah Swt. menyuruh orang-orang yang beriman untuk bertakwa dan berkata benar. Perhatikan Q.S. berikut ini:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kau terhadap Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”. (/33:70)
Dalam tersebut Allah Swt. menyuruh orang-orang beriman untuk bertakwa dan berkata benar.
Ukuran kemuliaan seseorang bukan dilihat dari harta dan jabatannya, melainkan dari mutu takwanya terhadap Allah Swt.
Orang yang bertakwa akan tekun menjalankan semua perintah Allah Swt. dan menjauhi semua larangan-Nya. Takwa juga mengandung makna takut terhadap Allah Swt.
Takut di sini artinya takut berbuat salah dan dosa. Wahai anak saleh, mari kita optimalkan iktikad terhadap Allah Swt. serta menyempurnakannya dengan bertakwa kepada-Nya.
Orang yang bertakwa akan senantiasa berkata jujur. Kejujuran ini merupakan salah satu modal untuk mendekatkan diri terhadap Allah Swt.
Berikut ini faedah bersikap jujur.
1. Jujur akan melahirkan ketenangan. Orang jujur akan tenang dan yakin diri lantaran tidak ada panik sedikit pun. Sebaliknya, seorang pembohong akan bingung dan takut kebohongannya terbongkar.
2. Orang jujur akan dicintai oleh manusia. Sudah menjadi watak dasar bahwa setiap insan menggemari kejujuran. Tanpa menatap suku, agama, dan ras, orang yang jujur niscaya disukai semua manusia.
3.Jujur akan menghadirkan keberkahan dari Allah Swt. Setiap rejeki yang ditemukan dengan jujur, akan memperoleh berkah dari Allah Swt.
Santun merupakan berkata lemah lembut serta bertingkah laris halus dan baik. Kesantunan seseorang akan terlihat dari ucapan dan tingkah lakunya.
Ucapannya lemah-lembut, tingkah lakunya halus serta mempertahankan perasaan orang lain.
Dari sini sanggup ditarik kesimpulan bahwa santun meliputi dua hal, yakni santun dalam ucapan dan santun dalam perbuatan. Allah Swt. menyayangi sikap santun sebagaimana tertuang dalam hadis berikut.
Artinya “Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. bersabda terhadap Al Asyaj Al‘Ashri: Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sikap yang dicintai oleh Allah; yakni sifat santun dan malu.” (H.R. Ibnu Majah)
Sopan santun menjadi sungguh penting dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Kita akan dihargai dan dihormati orang lain kalau memamerkan sikap sopan santun. Orang lain merasa tenteram dengan kehadiran kita.
Sebaliknya, kalau bertingkah tidak sopan, maka orang lain tak akan menghargai dan menghormati kita.
Orang yang memiliki sopan santun mempunyai arti bisa menempatkan dirinya dengan sempurna dalam banyak sekali keadaan.
Sopan santun sanggup dipraktekkan di mana saja dan kapan saja. Karena sopan santun merupakan perwujudan cara kita dalam bersikap yang terbaik.
Pergaulan sesama pelajar di sekolah akan serasi dan indah kalau dihiasi sikap santun. Misalnya, menyapa teman dekat dengan ucapan “assalamu’alaikum” sambil tersenyum, menghormati kakak kelas dan menyayangi adik kelas dengan cara peduli terhadap mereka, mematuhi tata tertib sekolah, menghormati Bapak/Ibu guru dan staf tata usaha, bertutur kata lemah lembut terhadap siapa pun serta mempertahankan perasaan warga sekolah dengan tidak menyakiti hatinya.
Jika sikap tersebut kalian lakukan, sungguh akan tercipta kehidupan sekolah yang aman, damai, dan membahagiakan.
Suasana menuntut ilmu akan sungguh menggembirakan dan pada alhasil prestasi kalian akan meningkat. Seorang anak wajib menghormati dan menyayangi kedua orangtua.
Bentuk hormat dan sayang kita terhadap orangtua, di antaranya dengan bertutur kata santun terhadap keduanya.
Semua pesan tersirat orangtua mesti ditaati sepenuh hati, lantaran mereka sudah merawat dan mendidik kita sejak kecil.
Terlebih seorang ibu, sungguh jasanya tak ternilai. Mulai dari mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anak-anaknya dengan sarat kasih sayang.
Demikian pula seorang ayah, bersusah payah mencari nafkah demi kelancaran hidup keluarga. Ingatlah, bahwa kerelaan atau rida Allah Swt. merupakan rida orangtua.
Oleh lantaran itu, sikap santun mesti kita tunjukkan untuk menghormati keduanya Sikap sopan dan santun juga mesti ditunjukkan dalam pergaulan di masyarakat. Sebagai makhluk sosial kita senantiasa memerlukan orang lain.
Oleh lantaran itu, orang lain mesti diperlakukan dengan baik. Orang lain yang dimaksud di sini merupakan sahabat, teman, dan tetangga.
Khusus terhadap tetangga, Rasulullah saw. mengajarkan terhadap kita untuk memuliakan mereka. Ketika keluarga kita sedang kesulitan tetanggalah yang hendak menolong kita.
Kita hormati serta laksanakan hak dan keharusan tetangga. Jangan kita sakiti mereka dengan tingkah laris jelek dan perkataan kotor
Banyak faedah yang dapat diperoleh dari sikap santun, di antaranya:
1. Praktis diterima oleh orang lain. Sikap santun akan menyebabkan seseorang digemari orang lain, sehingga mudah diterima oleh orang lain.
2. Menunjang kesuksesan. Banyak pebisnis berhasil ditunjang oleh sikap santun yang ditunjukkannya. Pembeli, pelanggan, karyawan dan rekan sejawat akan senang bergaul dengannya. Relasinya bertambah banyak, sehingga akan memperbesar kesuksesannya.
3. Dicintai Allah Swt. dan Rasul-Nya. Allah Swt. menyayangi hamba-Nya yang memiliki sikap santun. Rasulullah saw. juga demikian, bahkan dia juga memiliki sikap lemah lembut dan santun yang luar biasa.
Malu merupakan menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela, dan hina.
Sifat aib itu sering kali merupakan sifat bawaan dan juga bisa merupakan hasil latihan. Namun demikian, untuk menumbuhkan rasa aib perlu usaha, niat, ilmu serta pembiasaan.
Rasa aib merupakan serpihan dari iktikad lantaran sanggup mendorong seseorang untuk melaksanakan kebaikan dan mencegahnya dari kemaksiatan. Mari kita amati hadis berikut ini
"Dari Abu Hurairah dari Nabi saw., dia bersabda: “Iman merupakan pokoknya, cabangnya ada tujuh puluh lebih, dan aib tergolong cabangnya iman.” (H.R. Muslim)
Hadis di atas memastikan bahwa aib merupakan salah satu cabang iman. Seseorang aib untuk mencuri apabila ia beriman, aib berdusta apabila ia beriman.
Seorang perempuan aib membuka atau memamerkan auratnya kalau ia beriman. Jika sifat aib menyusut dan mulai luntur maka pertahanan diri dalam menghadapi godaan nafsu mulai menipis.
Malu merupakan salah satu benteng pertahanan seseorang dalam menyingkir dari perbuatan maksiat. Malu juga merupakan aspek pendorong bagi seseorang untuk melaksanakan kebaikan.
Selama rasa aib masih terpelihara dengan baik, maka seseorang akan hidup dalam kebaikan. Ia akan memiliki kekuatan dalam berbuat kebaikan dan menolak kemaksiatan.
Seorang pejabat yang memiliki rasa aib akan melaksanakan tugasnya dengan sarat tanggung jawab dan bebas dari korupsi.
Seorang pelajar akan yakin diri dalam melaksanakan soal ulangan tanpa mencontoh lantaran didasari rasa malu.
Seorang pedagang akan aib berbuat curang lantaran merasa dilihat Allah Swt. Seorang polisi akan aib memperoleh suap dari pelanggar rambu kemudian lintas.
Aparat penegak aturan menyerupai hakim dan jaksa akan aib memperoleh suap dari tersangka lantaran ia takut azab dari Allah Swt.
Seorang lelaki dan perempuan akan berpakaian menutup aurat lantaran mempertahankan harga diri dan kehormatannya. Mereka semua terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat lantaran adanya rasa aib dalam diri mereka.
Sebaliknya, apabila seseorang tidak lagi memiliki rasa aib maka ia akan hidup dalam keburukan. Begitu hilang rasa malunya maka hilang pula kepribadiannya selaku seorang muslim.
Ia akan sudah biasa berbuat dosa, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Jika seorang lelaki maupun perempuan tidak memiliki rasa malu, ia akan mengumbar auratnya.
Seorang pejabat yang tidak memiliki rasa aib akan menggunakan kekuasaanya untuk menindas rakyat guna memperkaya diri.
Seorang pedagang yang tidak memiliki rasa malu, ia akan mendustai pembelinya, barang jelek dibilang bagus, barang murah dibilang mahal.
Jika seorang pelajar tidak memiliki sifat malu, ia dengan gampangnya berkata kotor, menyontek, memperolok-olok teman dekat sendiri.
Sungguh, dengan tidak adanya rasa aib ini maka kejadian moral dan kerusakan adab akan merajalela.
Wahai generasi muda Islam yang cerdas, ketahuilah bahwa aib bukan mempunyai arti ragu-ragu diri, minder atau merasa rendah diri.
Misalnya, seseorang aib berjilbab lantaran takut diejek teman-temannya, atau aib lantaran memperoleh giliran maju penyajian di depan kelas.
Terhadap hal-hal yang bagus dan positif kalian dihentikan malu.
Malu menyerupai itu tidaklah tepat. Rasa aib haruslah dilandasi lantaran Allah Swt. bukan lantaran selain-Nya. Pada di saat kita aib berbuat sesuatu tanyalah terhadap hati kita: “Apakah aib ini
karena Allah Swt. atau bukan?” Jika bukan lantaran Allah Swt. bisa jadi hal itu merupakan sifat malas, minder, atau rendah diri. Sifat malas, minder atau rendah diri merupakan sikap tercela yang mesti dihindari.
Tahukah kalian dari mana bekerjsama sumber rasa malu? Malu berasal dari keimanan dan legalisasi akan keagungan Allah Swt.
Rasa aib akan timbul kalau kita beriman dan menghayati betul bahwa Allah Swt. itu Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Allah Swt. Maha Melihat, Maha Mengetahui dan Maha Mendengar.
Tidak ada yang dapat kita sembunyikan dari Allah Swt. Semua aktivitas badan, anggapan dan hati kita semua diketahui oleh Allah Swt
Ada beberapa faedah dari sifat malu, di antaranya:
- Mencegah dari perbuatan tercela. Seorang yang memiliki sifat aib akan berupaya sekuat tenaga menyingkir dari perbuatan tercela, alasannya merupakan ia takut terhadap Allah Swt.
- Mendorong berbuat kebaikan. Rasa aib terhadap Allah Swt. akan mendorong seseorang berbuat kebaikan. Sebab ia tahu bahwa setiap perbuatan insan akan dibalas oleh Allah Swt. di darul abadi kelak.
- Mengantarkan seseorang menuju jalan yang diridai Allah Swt. Orang-orang yang memiliki rasa aib akan senantiasa melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya.
Kejujuran Seorang Penggembala Domba
Ibnu Umar melalui seorang budak yang sedang menggembala domba di gurun. Umar berkata untuk mengujinya, ”Hai, juallah terhadap kami domba-domba itu!”
Penggembala domba itu berkata, “Saya melakukan pekerjaan terhadap seseorang dan saya diamanahkan untuk mempertahankan domba-domba ini.”
Kemudian Ibnu Umar berkata untuk menguji keimananannya, “Beritahu saja pemiliknya bahwa segerombolan serigala sudah memakannya.”
Penggembala domba yang hatinya dipenuhi oleh perasaan takut terhadap Allah itu berkata, “Apa yang hendak saya katakan terhadap Allah?”,
“Apa yang hendak saya katakan terhadap Allah kalau saya memberi tahu pemilik domba ini bahwa segerombolan serigala sudah memakannya?”,
“Jadi apa yang hendak saya katakan terhadap Allah?”,
“Apa yang hendak saya katakan di saat anggota tubuh saya kelak yang berbicara?”.
Kemudian Ibnu Umar menangis, dan mendelegasikan seseorang untuk mengeluarkan duit dan memerdekakannya dari statusnya selaku budak.
(Sumber: www.arrahmah.com)
Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas IX. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.
0 Komentar untuk "Materi Pai Kelas Ix Mengasah Langsung Yang Unggul Dengan Jujur, Santun Dan Malu"