Kalau mesti jujur, saya telah mulai naik darah sebenarnya, saya dapat ketinggalan kereta kalau mesti terus meladeni si lelaki yang sok kenal sok bersahabat itu .
Aku mulai menjauh, berlari-lari kecil meninggalkannya. Tapi tangannya menahanku, matanya memelas dan saya terpaksa berhenti.
Mataku mulai memerah, saya tarik nafas inhale exhale sambil terus men-sugesti diri untuk tenang.
"Din, tolonglah... Aku betul-betul menyesal. Please, maafkan aku! Aku ga mungkin salah orang, Dini! Ini aku, Rendra! Rendra Abimanyu!"
Laki-laki di hadapanku ini masih tetap dengan kalimat yang telah berulangkali kali diucapkannya. Dari suaranya, dia mulai terdengar putus asa. Tapi apa peduliku.
Aku telah tidak ingin mendebatnya lagi. Beberapa pasang mata mulai memperhatikan kami, saya berupaya acuh. Aku tepis tangannya dengan kasar. Kudekap handbag hitam di dada, saya berlari menuju gerbong kereta yang mau membawaku ke kantor di Jalan Sudirman.
Sayup-sayup saya masih mendengar lelaki tersebut mengundang namaku. Iya, namaku Dini Rayhana Putri, dan saya sungguh mengenal lelaki tadi.
Aku tersenyum puas dan sinis di waktu bersamaan. "Bagaimana saya dapat melupakanmu, Rendra?" batinku.
"Bagaimana saya dapat melewatkan lelaki yang tak pernah tiba selaku mempelai lelaki di hari pernikahanku? Sekarang nikmatilah rasa kecewa seumpama yang pernah kamu hadirkan untukku!"
Penulis: Fitriani Samidan
0 Komentar untuk "Lelaki Di Abad Lalu"