Anak muda keren. Magister Pendidikan. Pernah menjadi kepala SD dan sekarang diandalkan selaku Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Bireuen. Apa yang menawan dari laki-laki tersebut? Gagasan dan inovasi.
Kami sudah usang berteman di Facebook. Tapi gres dua kali ngopi darat. Tapi dari jauh saya mengikuti timeline Facebooknya.
Dulu, saya salah seorang yang hampir ragu-ragu lagi jikalau dunia pendidikan sekolah biasa akan kembali ke khittahnya selaku ruang kreasi membentuk bukan saja generasi penghafal bahan mata pelajaran, namun lebih dari itu. Sekolah yang dapat memicu penerima didik mendapatkan passionnya.
Tapi, sejak menyaksikan Alfian rekomendasi tersebut saya ubah. Pernah sebuah kali ia mengatakan, penerima didik bukan sekumpulan anak insan yang seragam menyerupai robot. Tiap anak berbeda. Tiap sekolah mewakili aksara wilayah kawasan sekolah diresmikan oleh pemerintah. Sehingga guru yang merupakan lulusan perguruan tinggi tinggi, mesti bisa hadir ke ruang kelas bukan sekadar selaku tenaga ajar, namun juga selaku motivator dan contoh. Guru tidak melulu terpaku pada buku ajar. Tapi mesti mendapatkan hal-hal unik.
Menurut Alfian, tiap anak merupakan permata. Semua anak merupakan juara. Tidak ada yang pintar atau bodoh. Karena kepintaran tidaklah seragam. Seseorang yang jago matematika akan lemah di ilmu bahasa. Yang jago di Fisika lemah di olah raga.
Anak-anak yang bersekolah di SD Bivak, pedalaman Juli, memiliki talenta berlawanan dengan murid yang menimba ilmu di SDN 1 Bireuen. Anak-anak mesti dididik sesuai dengan talenta yang dibawa, mudah-mudahan kita sukses mendapatkan mutiara yang dapat bangun menjadi generasi unggul di lalu hari.
Melihat Alfian, juga mengamati beberapa teman-teman muda yang sekarang sudah dilantik oleh negara selaku guru, jikalau mereka tetap konsisten, Insyaallah, 20 tahun ke depan generasi kita akan menjadi golden generation.
#MudaBergagasan
#MudaBerjuang
#MudaLuarBiasa
Penulis: Muhajir Juli
0 Komentar untuk "Peserta Latih Bukan Sekumpulan Anak Insan Yang Seragam Seumpama Robot"