Saya teringat nasehat Tu Sop Jeunieb suatu ketika. Kata beliau, "tugas kita yaitu memperkuat arus kebaikan di posisi apapun kita berada".
Jika mengamalkan nasehat ini, maka seseorang yang erat dg kekuasaan akan memanfaatkan kedekatannya itu untuk memperkuat arus kebaikan, dalam hal ini yaitu menyuarakan aspirasi rakyat.
Dia akan menjadi juru bicara rakyat di hadapan kekuasaan. Visinya tetap sama antara dikala dia jauh dg kekuasaan atau dikala sudah berada di bundar kekuasaan atau sebagai pendukung sang penguasa.
Dengan cara menyerupai ini, ia akan sanggup membantu rakyat sekaligus membantu sang penguasa.
Dan tentu saja, juga membantu dirinya sendiri sehingga menjadi sebaik-baik insan yg bermanfaat untuk orang lain, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Saw, bahwa sebaik2 kalian yaitu yg paling bermanfaat utk orang lain.
Jika menjadi juru bicara rakyat di hadapan kekuasaan, maka ia disebut telah membantu rakyat krn penguasa akan sanggup mengetahui bunyi rakyat sehingga barangkali ia akan menciptakan kebijakan yg memudahkan urusan rakyat banyak. Atau setidaknya tdk akan menambah rakyat susah dg kebijakannya.
Dan disebut membantu penguasa, krn kalau menjadi jubir rakyat, maka ia akan sanggup menolong sang penguasa dari tergelincir. Dari kebijakan yg tdk pro rakyat.
Ia akan ikut mendorong penguasa adil dan betul2 menjalanlan amanah jabatan di pundaknya sehingga kelak ia akan mendapat naungan pribadi dari Allah Swt pada hari yg tdk ada sumbangan apapun kecuali sumbangan Allah Swt.
Dengan cara ini, maka sang penguasa akan disukai dan dirindukan oleh rakyatnya. Yach, kita sanggup melihat, bahwa sejauh ini dunia terus menerus melahirkan para pemimpin yg disukai rakyat krn kebijakannya yg pro rakyat.
Dan tentu saja, juga membantu dirinya sendiri sehingga menjadi sebaik-baik insan yg bermanfaat untuk orang lain, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Saw, bahwa sebaik2 kalian yaitu yg paling bermanfaat utk orang lain.
Jika menjadi juru bicara rakyat di hadapan kekuasaan, maka ia disebut telah membantu rakyat krn penguasa akan sanggup mengetahui bunyi rakyat sehingga barangkali ia akan menciptakan kebijakan yg memudahkan urusan rakyat banyak. Atau setidaknya tdk akan menambah rakyat susah dg kebijakannya.
Dan disebut membantu penguasa, krn kalau menjadi jubir rakyat, maka ia akan sanggup menolong sang penguasa dari tergelincir. Dari kebijakan yg tdk pro rakyat.
Ia akan ikut mendorong penguasa adil dan betul2 menjalanlan amanah jabatan di pundaknya sehingga kelak ia akan mendapat naungan pribadi dari Allah Swt pada hari yg tdk ada sumbangan apapun kecuali sumbangan Allah Swt.
Dengan cara ini, maka sang penguasa akan disukai dan dirindukan oleh rakyatnya. Yach, kita sanggup melihat, bahwa sejauh ini dunia terus menerus melahirkan para pemimpin yg disukai rakyat krn kebijakannya yg pro rakyat.
Pada dikala yang sama, dunia juga tidak berhanti melahirkan para pemimpin-pemimpin di dunia yang diktator, bengis, menyusahkan rakyat.
Sementara disebut membantu diri sendiri, oleh lantaran dia terhindar dari kecaman Rasulullah Saw, bahwa siapa saja yang membenarkan kesalahan penguasa, maka dia akan dikeluarkan oleh Rasulullah Saw dari barisan umatnya kelak.
Jadi, tetap berada di arus kebaikan ketika sedang berada di bundar kekuasaan itu sangat penting dan bermanfaat utk semuanya.
Sebagaimana sebaliknya, membenarkan apa yang salah pasti akan menghancurkan semuanya. Baik si pemimpin, rakyat dan juga dirinya sendiri.
Intelektual dan pelopor dipanggil atau disebut begitu ya lantaran dia kritis atas kekuasaan, sebagaimanan ditulis Prof. Refly Harun di atas. Tentu kritis bukanlah kebencian.
Sepanjang orang-orang yang mengkritisi memilik basis argumentasi yang berpengaruh menurut data, maka kritikan itu yaitu nutrisi penting untuk kekuasaan. Agar tetap berada di jalan yang lurus.
Jadi, intelektual dan pelopor sama sekali dia tidak akan menyasar orang-orang yang kritis. Baik di luar kekuasaaan atau di dalam bundar kekuasaan, fokus mereka yaitu memperkuat arus kebaikan.
Dan untuk itulah posisi mereka menjadi dianggap penting. Berbelok dari garis itu, maka dengan cara apapun posisi mereka tidak penting lagi. Tidak akan sanggup dikenang sebagai penguat arus kebaikan.
Sebab tidak sanggup memberi manfaat kepada siapapun. Baik untuk rakyat, penguasa dan jg untuk kepentingannya di hari yang kekal awet sebagai hari-hari yang sudah pasti akan kita jalani. Di dunia mungkin dia akan mendapat secuil isi dunia, namun dia akan kehilangan yang lebih pentinh dari itu, yaitu harga diri dan kemuliaan.
Semoga Allah Swt menolong orang-orang yang teguh di atas kebenaran. Amiin
Jadi, tetap berada di arus kebaikan ketika sedang berada di bundar kekuasaan itu sangat penting dan bermanfaat utk semuanya.
Sebagaimana sebaliknya, membenarkan apa yang salah pasti akan menghancurkan semuanya. Baik si pemimpin, rakyat dan juga dirinya sendiri.
Intelektual dan pelopor dipanggil atau disebut begitu ya lantaran dia kritis atas kekuasaan, sebagaimanan ditulis Prof. Refly Harun di atas. Tentu kritis bukanlah kebencian.
Sepanjang orang-orang yang mengkritisi memilik basis argumentasi yang berpengaruh menurut data, maka kritikan itu yaitu nutrisi penting untuk kekuasaan. Agar tetap berada di jalan yang lurus.
Jadi, intelektual dan pelopor sama sekali dia tidak akan menyasar orang-orang yang kritis. Baik di luar kekuasaaan atau di dalam bundar kekuasaan, fokus mereka yaitu memperkuat arus kebaikan.
Dan untuk itulah posisi mereka menjadi dianggap penting. Berbelok dari garis itu, maka dengan cara apapun posisi mereka tidak penting lagi. Tidak akan sanggup dikenang sebagai penguat arus kebaikan.
Sebab tidak sanggup memberi manfaat kepada siapapun. Baik untuk rakyat, penguasa dan jg untuk kepentingannya di hari yang kekal awet sebagai hari-hari yang sudah pasti akan kita jalani. Di dunia mungkin dia akan mendapat secuil isi dunia, namun dia akan kehilangan yang lebih pentinh dari itu, yaitu harga diri dan kemuliaan.
Semoga Allah Swt menolong orang-orang yang teguh di atas kebenaran. Amiin
Penulis: TEUKU ZULKHAIRI
0 Komentar untuk "Kritislah Pada Kekuasaan, Bukan Kepada Kritikan"