Kaidah-Kaidah Elementer Dalam Mendidik Anak Berdasarkan Abdullah Nashih Ulwan


BAB V

KAIDAH-KAIDAH ELEMENTER DALAM MENDIDIK ANAK MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN

KAIDAH ELEMENTER DALAM MENDIDIK ANAK MENURUT ABDULLAH NASHIH ULWAN Kaidah-Kaidah Elementer Dalam Mendidik Anak Menurut Abdullah Nashih Ulwan

            Menurut abdullah Nashih Ulwan “kaidah-kaidah elementer yakni kaidah-kaidah yang yuriprudentif universal, prinsip-prinsip edukatif yang awet telah meletakkan pokok dan metode dalam menyebarkan personalitas anak”.[1]
A.    Ikhlas       
Ikhlas ialah, “menghendaki keridhaan Allah dalam suatu amal, membersihkannya dari segala individu maupun duniawi. Tidak ada yang melatar belakangi suatu amal, kecuali lantaran Allah dan demi hari akhirat”.[2] Tidak ada noda yang mencampuri suatu amal, menyerupai kecenderungan kepada dunia untuk diri sendiri, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, atau lantaran mencari harta rampasan perang, atau semoga dikatakan sebagai pemberani dikala perang, lantaran syahwat, kedudukan, harta benda, ketenaran, semoga menerima daerah di hati orang banyak, menerima sanjungan tertentu, lantaran kesombongan yang terselubung, atau lantaran alasan-alasan lain yang tidak terpuji; yang pada dasarnya bukan lantaran Allah, tetapi lantaran sesuatu; maka semua ini merupakan noda yang mengotori keikhlasan.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan, “Pendidik hendaknya membebaskan niatnya, semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya, baik berupa perintah, larangan, nasihat, pengawasan atau hukuman”.[3]
Sebagai seorang pendidik dalam mejalankan fungsinya hendaknya meniatkan segala aktifitasnya yang dikerjakannya dalam mendidik, menyerupai perintah, larangan, nasihat, pengawasan, atau eksekusi sekalipun semata-mata lantaran mencari keridaan dan pahala dari Alllah Swt. Dengan melaksanakan keikhlasan baik dalam perbuatan maupun perkataan, maka sangat bermanfaat bagi diri dan anak-anaknya. Sehingga segala yang dinasihatkan akan mempunyai kesan dan bekasan yang mendalam pada diri anak-anaknya. Ikhlas sebagaimana yang dipaparkan Ulwan merupakan pondasi kepercayaan dalam fatwa Islam. Dengan kata lain, kepercayaan merupakan syarat diterimanya sebuah amal oleh Allah Swt.[4]                    
Guru juga harus mempunyai sifat nrimo dalam mendidik akseptor didik. Menurut ustad  Jefri Al Bukhari, Ikhlas yakni melaksanakan amalan-amalan semata-mata mencari keridaan Allah Swt. Amalan-amalan tersebut tanpa dicampuri dengan impian dunia, keuntungan, pangkat, harta, kemasyhuran, kedudukan tinggi, meminta pujian, menuruti hawa nafsu, dan lainnya. Bila seorang guru nrimo dalam memberikan bahan yang diajarkan maka pembelajaran akan lebih bisa terserap, lantaran guru yang nrimo hanya mengharapkan ridha dari Allah SWT akan selalu berupaya menciptakan atau mencari model pembelajaran yang sesuai dengan  kebutuhan akseptor didik dan sanggup menyebarkan kemampuan yang ada dalam diri akseptor didik, sehingga pembelajaran yang di sampaikan terkesan lebih bermakna dan lebih menarik. Pendidik bisa memposisikan dirinya sebagai motivator yang handal dengan niat yang baik, sebagai fasilitator yang merancang pembelajaran dengan sempurna.[5]           
Ikhlas yakni kunci diterimanya ibadah dan bentuk-bentuk amal kebajikan. Meski besar nilainya di mata manusia, amal tersebut tidak ada artinya di mata Allah Azza wa Jalla bila tidak dibentengi dengan keikhlasan. Namun sekecil apapun kebajikan itu di mata manusia, bila dibarengi dengan niat ikhlas, ia sangat besar nilainya di hadapan-Nya. Ikhlas berada dalam hati demikian pula dengan lawannya yaitu syirik, keduanya senantiasa berebut daerah di hati manusia. Oleh lantaran itu daerah nrimo ada di dalam hati dan hal itu berkaitan dengan tujuan dan niat seseorang.
Disebutkan bahwa hakikat niat itu mengacu kepada respon banyak sekali hal yang membangkitkannya. Bila faktor pembangkitnya hanya satu maka perbuatan itu disebut nrimo dalam kaitannya dengan apa yang diniatkan. Istilah nrimo itu khusus berkenaan dengan tujuan semata-mata mencari taqarrub kepada Allah dan pelakunya disebut mukhlis.
B.    Taqwa
Takwa yakni bekal hidup paling berharga dalam diri seorang muslim. Tanpanya hidup menjadi tidak bermakna dan penuh kegelisahan. Sebaliknya, seseorang akan mencicipi hakikat kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di darul abadi apabila ia berhasil menyandang sebagai orang yang bertakwa.[6] Sifat terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yakni takwa, yang didefinisikan Ulwan sebagai berikut: “Menjaga diri dari azab Allah Swt dengan menanamkan dalam diri setiap muslim, bahwa ia senantiasa merasa berada di bawah pengawasan-Nya (muraqabah)”.[7] Dan senantiasa berpijak pada metode yang telah digariskan Allah Swt, baik itu dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan, serta berusaha memakai sesuatu yang halal dan menjauhi yang haram. Seorang pendidik yakni teladan dan panutan yang akan diikuti dan dan ditiru anak, sekaligus penanggung jawab pertama dalam pendidikan anak berdasar kepercayaan dan fatwa Islam. Jika pendidik tidak menghiasi dirinya dengan takwa dan prilaku dengan muamalah yang Islami, maka dimungkinkan anak akan tumbuh menyimpang, terombang-ambing dalam kerusakan, kesesatan dan kebodohan. Hal ini lantaran anak telah menjiplak orang yang mendidiknya dan mengarahkannya, yang telah berada dalam lumpur dosa, berselimut kemungkaran dan kerusakan.
Menurut Abdullah Nashih ulwan “jika pendidik tidak menghiasi dirinya dengan taqwa, sikap dan muamalah yang berjalan pada metode Islam, maka anak akan tumbuh menyimpang, terombang-ambing dalam kerusakan, kesesatan dan kebodohan”.[8] Kedudukan Taqwa sangat penting dalam Islam dan kehidupan manusia. Pentingnya kedudukan taqwa itu antara lain sanggup dilihat dalam catatan berikut. Disebutkan di sebuah hadis bahwa Abu zar al-Gifari, pada suatu hari, meminta pesan yang tersirat kepada Rasulullah. Rasulullah menasihati al-Gifari, “Supaya ia taqwa kepada Allah, lantaran taqwa yakni pokok segala pekerjaan muslim. Dari pesan yang tersirat Rasulullah itu sanggup ditarik suatu kesimpulan bahwa taqwa yakni pokok (pangkal) segala pekerjaan muslim.                          
C.    Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yakni “sebuah sarana atau definisi perihal alam semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh insan sebagai perjuangan untuk mengetahui dan mengingat perihal sesuatu”.[9] dalam kata lain sanggup kita ketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari acara membaca dan memahami benda-benda maupun peristiwa, diwaktu kecil kita berguru membaca huruf abjad, kemudian berlanjut menelaah kata-kata  dan seiring bertambahnya usia secara sadar atau tidak sadar sesungguhnya kita terus berguru membaca, hanya saja yang dibaca sudah berkembang bukan hanya dalam bentuk bahasa tulis namun membaca alam semesta seisinya sebagai perjuangan dalam menemukan kebenaran.
Dengan ilmu maka hidup menjadi mudah, lantaran ilmu juga merupakan alat untuk menjalani kehidupan. “Seorang pendidik harus mempunyai ilmu pengetahuan perihal pokok-pokok pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam. Dia harus menguasai hukum-hukum halal dan haram, mengetahui prinsip-prinsip etika Islam dan memahami secara global peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syari’at Islam.[10] Dengan penguasaan kemampuan dasar ini akan mengantarkan seorang pendidik untuk menjadi alim yang bijak, bisa meletakkan segala sesuatu pada daerah yang sebenarnya, sanggup mendidik bawah umur pada pokok-pokok dan persyaratan fatwa agama, sanggup mendidik dan memperbaiki sikap dan perilaku anak dengan pada dasar-dasar kokoh ajaran-ajaran Alquran dan hadits Nabi Saw. Jika pendidik tidak mengetahui kaidah-kaidah asasi dalam pendidikan ini, maka anak akan dilanda kemelut spiritual, moral, dan sosial. Oleh lantaran itu, seorang pendidik, hendaknya membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dengan metode-metode pendidikan yang sesuai, untuk mendidik generasi Muslim yang akan hidup dimasa kini dan yang akan datang.                       
D.    Santun/Pemaaf               
Dalam kehidupan manusia, kita menemukan banyak norma yang menawarkan pedoman bagaimana kita harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar evaluasi mengenai baik dan buruknya sikap dan tindakan. Secara umum norma dibedakan menjadi dua yaitu norma khusus dan norma umum, norma khusus, merupakan aturan yang berlaku dalam bidang acara atau kehidupan yang khusus, misal peraturan bermain dalam olahraga, aturan mmengunjungi pasien di rumah sakit dan sebagainya. Norma umum, norma umum  mempunyai sifat yang lebih umum dan universal. Norma umum terdiri dari tiga macam, yaitu :
Pertama, Norma sopan santun (etiket) yaitu norma mengatur contoh prilaku yang sikap lahiriah, misalnya   Tata cara bertamu, tata cara duduk, tata cara makan dan minum,  cara berpakaian cara menyapa , cara berbicara dan sebagainya. Kedua, norma aturan yaitu norma yang di tuntut dengan tegas oleh masyarakat lantaran dianggap perlu demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Norma aturan lebih tegas dan niscaya , lantaran dijamin oleh eksekusi terhadap para  pelanggarannya. Ketiga, Norma moral yaitu aturan mengenai sikap dan sikap manusia. Norma moral sebagai tolak ukur yang digunakan oleh masyarakat untuk memilih baik buruknya insan sebagai insan dan bukan dalam kaitannya dengan kiprah bukan dalam kaitan dengan status sosial dan sebagainya.[11]

Dengan sifat penyabar, seorang pendidik akan tampil lebih terpuji dan disukai oleh anak-anak, sehingga akan lebih berhasil dalam menjalankan kiprah pendidikannya, termasuk tanggungjawabnya membentuk dan memperbaiki kepribadian anakanaknya. Karena “seorang pendidik yakni teladan bagi anak-anak, maka seorang pendidik yang penyabar akan menawarkan dampak kasatmata pada anak-anak, sehingga mereka menghiasi dirinya dengan adat terpuji dan terjauh dari perangai tercela”.[12] Semua ini bukan berarti bahwa selamanya seorang pendidik harus berlemah lembut dan sabar, kalau pendidik melihat kemaslahatan yang lebih dalam menawarkan eksekusi baik itu dengan kecaman ataupun pukulan, maka hendaknya jangan merasa ragu-ragu untuk melaksanakannya.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan “dari sifat-sifat pokok yang menolong keberhasilan pendidik dalam kiprah pendidikannya, di samping tanggung jawabnya membentuk dan memperbaiki, yakni sifat santun, yang dengan sifat itu sang anak akan tertarik pada pendidiknya, lantaran sang anak akan berhias dengan kesantunan pendidik, sang anak akan berhias dengan adat yang terpuji dan terjauh dari adat tercela.”[13] 
Pendidik yakni sosok figur yang mempunyai banyak sekali keutamaan, lantaran para guru yang banyak sekali memegang peranan-peranan penting untuk membina ummat dalam hal ilmu pendidikan agama. Di bahu merekalah nilai-nilai agama bisa tersalurkan kepada para murid atau santri-santrinya. Oleh lantaran tanggung jawab sebagai seorang guru sedemikian berat maka Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang mau menjadi guru.
E.    Menyadari Tanggungjawab                                                       
Dalam Islam orangtua bertanggung jawab untuk menawarkan pendidikan sesuai dengan fitrahnya,yaitu keimanan kepada Allah Swt. Fitrah ini merupakan kerangka dasar operasional dari proses penciptaan manusia. Di dalamnya terkandung kekuatan potensial  untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan penciptaannya. “Seorang pendidik harus menanamkan dalam hatinya rasa tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik itu dari segi keimanan, akhlak, pembentukan jasmani dan rohaninya, serta dalam mempersiapkan mental maupun sosialnya.[14] Rasa tanggung jawab ini akan mendorong upaya mengawasi anak dan memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan dan melatihnya. Di samping itu orang bau tanah juga harus yakin, bahwa kalau ia melalaikan tanggung jawabnya itu, pada suatu dikala secara sedikit demi sedikit anak akan terjerumus pada jurang kerusakan. Jika kerusakan si anak sudah semakin parah, maka teramat sulit bagi orang bau tanah sebagai pendidik untuk memperbaikinya.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan “rasa tanggung ini selamanya akan mendorong secara keseluruhannya dalam upaya upaya mengawasi anak dan memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasaan dan melatihnya”.[15] Peran guru sangat signifikan dalam pembentukan karakter seseorang anak selain kedua orang tuanya. Dan seorang pengajar atau guru yakni “orang bau tanah kedua bagi anak didik selain orang bau tanah yang harus ditaati. Sebab, perang seorang guru juga sama dengan kiprah orang bau tanah yaitu mendidik dan mengajar (sekarang guru hanya mendidik) hal-hal yang baik kepada anak didik. Anak yang mulanya tidak tahu apa-apa bisa menjadi pintar juga lantaran andil seorang guru”.[16]
Orangtua bertanggung jawab kepada anak-anaknya,karena anak yakni amanah Allah Swt yang harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Kewajiban ini harus dilakukan semenjak anak dalam kandungan hingga tutup usia.Hanya dalam bebrapa hal, menyerupai daerah tinggal,pemberian makan dan jaminan kesehatan tidak lagi diberikan sehabis anak cukup umur dan mandiri.Namun kewajiban membimbing, menasehati,dan mengingatkan harus tetap dilakukan sepanjang orangtua masih hidup.




               [1] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 176.
               [2]Almanhaj, Pengertian Ikhlas, Artikel diakses tanggal 09 November 2015 dari http://almanhaj.or.id/
               [3] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 177.
               [4] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal. 177.
               [5]https://idn.paperplane-tm.site/search?q=normal-0-false-false-false-en-us-x-none diakses Tanggal 06 November 2015 Jam 9.30 Wib
               [6]Ayie Tajima, Sopan Santun dan Takwa, diakses Tanggal 17 November 2015 dari http://ayietajima.blogspot.co.id

               [12] Ibid., hal. 184.
               [13] Ulwan, Pedoman Pendidikan., hal. 184.
               [14] Ibid., hal. 187.
               [15] Ulwan, Pedoman Pendidikan, hal 187.
               [16]https://idn.paperplane-tm.site/search?q=normal-0-false-false-false-en-us-x-none diakses Tanggal 06 November 2015 Jam 9.30 Wib

Related : Kaidah-Kaidah Elementer Dalam Mendidik Anak Berdasarkan Abdullah Nashih Ulwan

0 Komentar untuk "Kaidah-Kaidah Elementer Dalam Mendidik Anak Berdasarkan Abdullah Nashih Ulwan"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close