WALIMATUL URSY DENGAN HEWAN QURBAN
Penanya:
Khaoir, Semarang
(disidangkan pada hari Jum'at, 16 Desember 2005)
Pertanyaan:
Saya seorang pengasuh Panti Asuhan di Semarang. Tahun yang kemudian kami menyembelih binatang qurban sebanyak 3 ekor sapi (hasil serikat para donator). Sebagian dimakan oleh anak asuh dan sebagian lainnya kami bagikan kepada yang berhak menerima. Bertepatan pada ketika itu saya melangsungkan walimah (nikah). Lalu 1 ekor sapi oleh pengurus Panti diserahkan pada pihak perempuan sebagai tanggungan saya, dan disembelih pada hari tasyriq. Dan pihak perempuan tidak mengetahui jikalau itu ialah binatang qurban. Pertanyaan saya adalah:
Bagaimana hukumnya dengan hal itu? Karena hingga kini saya masih bingung, takut akan dosa dan siksaan Allah.
Kalau toh memang saya harus menggantinya, bolehkah saya menggantinya dalam bentuk uang seharga sapi itu?
Demikian, atas jawabannya kami ucapkan terima kasih.
Jawaban:
Para donator ialah pihak yang memberi amanah atau kepercayaan kepada pengurus Panti Asuhan, supaya uang yang diserahkan kepada pengurus Panti Asuhan dibelikan sapi sebagai binatang qurban. Selanjutnya daging qurban dibagi-bagikan kepada yang berhak menerima. Pengurus Panti Asuhan ialah pihak yang diberi amanah, harus menunaikan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya, mengingat firman Allah:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا ... [النساء (4): 58].
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kau memberikan amanat kepada yang berhak menerimanya …” [QS. an-Nisa (4): 58].
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ. [الأنفال (8): 27].
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kau mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kau mengetahui.” [QS. al-Anfal (8): 27].
Pelaksanaan amanah di sini ialah pengurus Panti Asuhan sesudah mendapatkan uang dari para donatur, membelikan sapi dan menyembelihnya pada hari Idul Adlha atau hari tasyriq, kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima. Pengurus Panti Asuhan tidak dibenarkan mentasharrufkan atau memakai untuk selain yang diamanahkan oleh para donatur, termasuk menunjukkan kepada orang lain sekalipun ia ialah pengasuh Panti Asuhan atau istrinya. Segala macam penggunaan binatang qurban selain untuk yang telah ditetapkan oleh para donatur tidak sah kecuali atas izin semua donatur. Karena pemberian tersebut tidak sah, maka pengurus Panti Asuhan harus bertanggung jawab untuk mengganti dengan seekor sapi yang seharga dengan sapi yang telah disembelih. Jika sebelum atau di ketika pemberian sapi itu dilakukan, saudara mengetahui dan menyetujui, maka saudara yang harus bertanggung jawab atas penggantian sapi tersebut, dengan besar sapi atau harga sapi yang sebanding. Kami menghargai perasaan takut dosa dan siksa yang muncul dari sanubari saudara, yang oleh balasannya selain mengganti dengan seekor sapi yang sebanding atau seharga sapi tersebut, untuk memohon diampuni dosa dan dijauhkan dari siksa; kiranya melaksanakan taubat juga merupakan perbuatan yang amat terpuji.
Kemudian sesudah dibelikan seekor sapi yang sebanding atau seharga, diserahkan kepada Panti Asuhan. Untuk tetap menjaga maksud para donatur, sapi tersebut disembelih waktu Idul Adlha atau hari-hari tasyriq yang terdekat, kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima. Semakin cepat menggantinya tentu akan lebih baik, mengingat firman Allah:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. [آل عمران (3): 133].
Artinya: “Dan bersegeralah kau kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada nirwana yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” [QS. Ali Imran (3): 133].
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ. [آل عمران (3): 135].
Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, kemudian memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang sanggup mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” [QS. Ali Imran (3): 135].
Wallahu alam bish-shawab. *dw)
[30/7 06.55] Fahrudin: BOLEHKAH BERQURBAN 1 (SATU) EKOR KERBAU
UNTUK LEBIH DARI 7 (TUJUH) ORANG?
DAN HARAMKAH BANTUAN DANA UNTUK IBADAH HAJI
DARI BUPATI YANG NON MUSLIM?
Penanya:
Ishaq KZ., S.Ag., Agen SM No. 2857 Barus
(disidangkan pada hari Jum'at, 22 Rabiul Awwal 1427 H / 21 April 2006 M dan 21 Rabiul Awwal 1427 H / 19 Mei 2006 M)
Pertanyaan:
Di kawasan kami ada seorang ustadz menunjukkan fatwa: Berqurban 1 (satu) ekor kerbau tidak harus 7 (tujuh) orang, tetapi sanggup juga untuk 9 (sembilan), 14 (empat belas) atau 21 (dua puluh satu) orang sesuai janji dan kesanggupan bersama, dengan tujuan supaya banyak orang yang sanggup ikut berqurban. Beliau beralasan hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw. dari Aisyah ra., bahwa ia menyembelih dua ekor binatang qurban, yang satu untuk umatnya, yang mengucapkan dua kalimah syahadah, dan satunya lagi untuk Muhammad dan keluarganya.
Pak Hasan menolak dana dukungan menunaikan ibadah haji ke Makkah dari seorang Bupati yang non muslim, dengan alasan masih banyak sektor riil lainnya yang membutuhkannya. Sehingga dukungan tersebut beralih kepada orang lain. Pertanyaannya: Haramkah mendapatkan dukungan demikian? Dan benarkah prinsip Pak Hasan padahal ia sangat berkeinginan menunaikan ibadah haji? Mohon penjelasan.
Jawaban:
Mengenai dilema qurban
Sebelum kami jelaskan, lebih dahulu kami kutipkan hadits-hadits mengenai ibadah qurban yang ada kaitannya dengan pertanyaan saudara:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُدَيْبِيَةَ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ. [أخرجه مسلم، كتاب الحج، نمرة: 350/1318: 602].
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdullah, ia berkata: Kami menyembelih binatang qurban bersama Rasulullah saw pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang, dan sapi untuk tujuh orang.” [Ditakhrijkan oleh Muslim, Kitab al-Hajj, No. 350/1318:602].
عَنْ جَابِرِ قَالَ ذَبَحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَائِشَةَ بَقَرَةً يَوْمَ النَّحرِ. [أخرجه مسلم، كتاب الحج، نمرة: 356/1319: 603].
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir ia berkata: Rasulullah saw menyembelih binatang qurban untuk Aisyah seekor lembu pada hari nahar.” [Ditakhrijkan oleh Muslim, Kitab al-Hajj, No. 356/1319:603].
عَنْ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيْرِ عَشَرَةً. [رواه والترمذى والنسآئ].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan, kemudian datanglah hari raya Adlha, kemudian kami berpatungan menyembelih lembu untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang.” [Ditakhrijkan oleh at-Turmudzi dan an-Nasa'i].
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُنِى سَوَادٍ وَيَبْرَكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّى اْلمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ: اِشْحَذِيْهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَهُ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ. [أخرجه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra., Nabi saw memerintahkan mengambil domba yang branggah (tanduknya menjulang tinggi), kakinya hitam, perutmya hitam dan matanya hitam, kemudian didatangkan domba tersebut kepada ia untuk diqurbankan, kemudian ia berkata kepada Aisyah: Hai Aisyah, ambilkan pisau, kemudian berkata, Asahlah pisau itu dengan kerikil asah, kemudian Aisyah mengerjakannya, kemudian ia mengambilnya dan mengambil domba, kemudian ia menelentangkan domba tersebut kemudian menyembelihnya, kemudian bersabda: Dengan atas nama Allah, Ya Allah terimalah qurban ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad.” [Ditakhrijkan oleh Muslim; as-Shan'aniy, IV: 90].
Penjelasan:
Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir (1), menjelaskan bahwa Nabi saw bersama shahabat menyembelih binatang qurban; satu unta untuk tujuh orang, dan satu lembu untuk tujuh orang. Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir juga (2), menjelaskan bahwa Nabi saw menyembelih binatang qurban untuk Aisyah satu ekor lembu. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (3), menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersama shahabat menyembelih binatang qurban; satu ekor lembu untuk tujuh orang, dan satu ekor unta untuk sepuluh orang.
Dari tiga hadits tersebut di atas sanggup ditarik kesimpulan bahwa satu lembu boleh diqurbankan untuk satu orang dan maksimal untuk tujuh orang, sedang seekor unta boleh untuk satu orang dan maksimal sepuluh orang, dengan melihat kondisi binatang tersebut.
Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah (4), menjelaskan bahwa seekor domba hanya untuk satu orang. Doa Rasulullah saw yang disebutkan dalam hadits tersebut bukanlah berarti bahwa satu ekor domba atau satu ekor lembu atau unta boleh untuk banyak orang. Nabi Muhammad saw ialah Nabi bagi seluruh umat, maka wajarlah ia berdoa untuk umatnya.
Mengenai dilema haji
Pada dasarnya haji hanya diwajibkan kepada orang yang memiliki istitha'ah (kemampuan, baik biaya maupun kesehatan) jasmani dan rohaninya. Bagi orang yang tidak bisa tidak perlu minta dukungan ke mana saja, alasannya ia tidak berkewajiban melakukannya. Tetapi apabila ada seseorang yang membantunya, boleh diterima atau ditolak, melihat harta yang dibantukan, higienis atau tidak. Jika diyakini higienis (thayyib), maka boleh diterima. Sebab hanya yang thayyib saja diterima Allah SWT. Dalam al-Qur'an Allah berfirman:
فِيْهِ ءَايَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ ءَامِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ اْلعَالَمِيْنَ. [آل عمران (3): 97].
Artinya: “Padanya terdapat gejala yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji ialah kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [QS. Ali Imran (3): 97].
Dalam hadits Nabi saw disebutkan sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا ... [أخرجه مسلم، 1، كتاب الزكاة، نمرة: 65/1015: 448].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Hai manusia, bahwasanya Allah ialah Thayyib, dia tidak mendapatkan kecuali yang thayyib (bersih dan halal) ...” [Ditakhrijkan oleh Muslim, I, Kitab az-Zakah, No. 65/1015: 448].
Penjelasan:
Pada surat Ali Imran (3) ayat 97, dijelaskan bahwa ibadah haji diwajibkan bagi orang-orang yang memiliki istitha'ah, yaitu orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani, dan perjalanan pun aman, serta keluarga yang ditinggalkan terjamin kehidupannya. Maka apabila tidak memiliki istitha'ah, tidaklah wajib menunaikan ibadah haji, tidak perlu minta dukungan dan sebagainya. Biaya untuk menunaikan ibadah haji pun harus thayyib (bersih dan halal), artinya bukan hasil perjuangan yang tidak halal, menyerupai hasil korupsi, hasil mencuri, hasil perzinaan dan sebagainya yang diharamkan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi saw, bahwa Allah ialah Thayyib, dan tidak mendapatkan kecuali yang thayyib.
Berdasarkan keterangan singkat tersebut, maka biaya untuk menunaikan ibadah haji sebaiknya ialah hasil perjuangan sendiri. Apabila ada orang atau forum yang memberi bantuan, maka perlu diketahui bahwa biaya tersebut berasal dari perjuangan yang halal. Maka berdasarkan kami, prinsip Pak Hasan sebagaimana tersebut dalam pertanyaan di atas ialah benar, bahkan perlu dicontoh, terlebih lagi dengan alasan mendahulukan kemaslahatan umum daripada kemaslahatan pribadi.
Wallahu alam bish-shawab. *sd)
Penanya:
Khaoir, Semarang
(disidangkan pada hari Jum'at, 16 Desember 2005)
Pertanyaan:
Saya seorang pengasuh Panti Asuhan di Semarang. Tahun yang kemudian kami menyembelih binatang qurban sebanyak 3 ekor sapi (hasil serikat para donator). Sebagian dimakan oleh anak asuh dan sebagian lainnya kami bagikan kepada yang berhak menerima. Bertepatan pada ketika itu saya melangsungkan walimah (nikah). Lalu 1 ekor sapi oleh pengurus Panti diserahkan pada pihak perempuan sebagai tanggungan saya, dan disembelih pada hari tasyriq. Dan pihak perempuan tidak mengetahui jikalau itu ialah binatang qurban. Pertanyaan saya adalah:
Bagaimana hukumnya dengan hal itu? Karena hingga kini saya masih bingung, takut akan dosa dan siksaan Allah.
Kalau toh memang saya harus menggantinya, bolehkah saya menggantinya dalam bentuk uang seharga sapi itu?
Demikian, atas jawabannya kami ucapkan terima kasih.
Jawaban:
Para donator ialah pihak yang memberi amanah atau kepercayaan kepada pengurus Panti Asuhan, supaya uang yang diserahkan kepada pengurus Panti Asuhan dibelikan sapi sebagai binatang qurban. Selanjutnya daging qurban dibagi-bagikan kepada yang berhak menerima. Pengurus Panti Asuhan ialah pihak yang diberi amanah, harus menunaikan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya, mengingat firman Allah:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا ... [النساء (4): 58].
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kau memberikan amanat kepada yang berhak menerimanya …” [QS. an-Nisa (4): 58].
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ. [الأنفال (8): 27].
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kau mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kau mengetahui.” [QS. al-Anfal (8): 27].
Pelaksanaan amanah di sini ialah pengurus Panti Asuhan sesudah mendapatkan uang dari para donatur, membelikan sapi dan menyembelihnya pada hari Idul Adlha atau hari tasyriq, kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima. Pengurus Panti Asuhan tidak dibenarkan mentasharrufkan atau memakai untuk selain yang diamanahkan oleh para donatur, termasuk menunjukkan kepada orang lain sekalipun ia ialah pengasuh Panti Asuhan atau istrinya. Segala macam penggunaan binatang qurban selain untuk yang telah ditetapkan oleh para donatur tidak sah kecuali atas izin semua donatur. Karena pemberian tersebut tidak sah, maka pengurus Panti Asuhan harus bertanggung jawab untuk mengganti dengan seekor sapi yang seharga dengan sapi yang telah disembelih. Jika sebelum atau di ketika pemberian sapi itu dilakukan, saudara mengetahui dan menyetujui, maka saudara yang harus bertanggung jawab atas penggantian sapi tersebut, dengan besar sapi atau harga sapi yang sebanding. Kami menghargai perasaan takut dosa dan siksa yang muncul dari sanubari saudara, yang oleh balasannya selain mengganti dengan seekor sapi yang sebanding atau seharga sapi tersebut, untuk memohon diampuni dosa dan dijauhkan dari siksa; kiranya melaksanakan taubat juga merupakan perbuatan yang amat terpuji.
Kemudian sesudah dibelikan seekor sapi yang sebanding atau seharga, diserahkan kepada Panti Asuhan. Untuk tetap menjaga maksud para donatur, sapi tersebut disembelih waktu Idul Adlha atau hari-hari tasyriq yang terdekat, kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima. Semakin cepat menggantinya tentu akan lebih baik, mengingat firman Allah:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. [آل عمران (3): 133].
Artinya: “Dan bersegeralah kau kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada nirwana yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” [QS. Ali Imran (3): 133].
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ. [آل عمران (3): 135].
Artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, kemudian memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang sanggup mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” [QS. Ali Imran (3): 135].
Wallahu alam bish-shawab. *dw)
[30/7 06.55] Fahrudin: BOLEHKAH BERQURBAN 1 (SATU) EKOR KERBAU
UNTUK LEBIH DARI 7 (TUJUH) ORANG?
DAN HARAMKAH BANTUAN DANA UNTUK IBADAH HAJI
DARI BUPATI YANG NON MUSLIM?
Penanya:
Ishaq KZ., S.Ag., Agen SM No. 2857 Barus
(disidangkan pada hari Jum'at, 22 Rabiul Awwal 1427 H / 21 April 2006 M dan 21 Rabiul Awwal 1427 H / 19 Mei 2006 M)
Pertanyaan:
Di kawasan kami ada seorang ustadz menunjukkan fatwa: Berqurban 1 (satu) ekor kerbau tidak harus 7 (tujuh) orang, tetapi sanggup juga untuk 9 (sembilan), 14 (empat belas) atau 21 (dua puluh satu) orang sesuai janji dan kesanggupan bersama, dengan tujuan supaya banyak orang yang sanggup ikut berqurban. Beliau beralasan hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw. dari Aisyah ra., bahwa ia menyembelih dua ekor binatang qurban, yang satu untuk umatnya, yang mengucapkan dua kalimah syahadah, dan satunya lagi untuk Muhammad dan keluarganya.
Pak Hasan menolak dana dukungan menunaikan ibadah haji ke Makkah dari seorang Bupati yang non muslim, dengan alasan masih banyak sektor riil lainnya yang membutuhkannya. Sehingga dukungan tersebut beralih kepada orang lain. Pertanyaannya: Haramkah mendapatkan dukungan demikian? Dan benarkah prinsip Pak Hasan padahal ia sangat berkeinginan menunaikan ibadah haji? Mohon penjelasan.
Jawaban:
Mengenai dilema qurban
Sebelum kami jelaskan, lebih dahulu kami kutipkan hadits-hadits mengenai ibadah qurban yang ada kaitannya dengan pertanyaan saudara:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُدَيْبِيَةَ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ. [أخرجه مسلم، كتاب الحج، نمرة: 350/1318: 602].
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdullah, ia berkata: Kami menyembelih binatang qurban bersama Rasulullah saw pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang, dan sapi untuk tujuh orang.” [Ditakhrijkan oleh Muslim, Kitab al-Hajj, No. 350/1318:602].
عَنْ جَابِرِ قَالَ ذَبَحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَائِشَةَ بَقَرَةً يَوْمَ النَّحرِ. [أخرجه مسلم، كتاب الحج، نمرة: 356/1319: 603].
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir ia berkata: Rasulullah saw menyembelih binatang qurban untuk Aisyah seekor lembu pada hari nahar.” [Ditakhrijkan oleh Muslim, Kitab al-Hajj, No. 356/1319:603].
عَنْ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ فَحَضَرَ اْلأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيْرِ عَشَرَةً. [رواه والترمذى والنسآئ].
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan, kemudian datanglah hari raya Adlha, kemudian kami berpatungan menyembelih lembu untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang.” [Ditakhrijkan oleh at-Turmudzi dan an-Nasa'i].
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُنِى سَوَادٍ وَيَبْرَكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّى اْلمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ: اِشْحَذِيْهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَهُ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ. [أخرجه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra., Nabi saw memerintahkan mengambil domba yang branggah (tanduknya menjulang tinggi), kakinya hitam, perutmya hitam dan matanya hitam, kemudian didatangkan domba tersebut kepada ia untuk diqurbankan, kemudian ia berkata kepada Aisyah: Hai Aisyah, ambilkan pisau, kemudian berkata, Asahlah pisau itu dengan kerikil asah, kemudian Aisyah mengerjakannya, kemudian ia mengambilnya dan mengambil domba, kemudian ia menelentangkan domba tersebut kemudian menyembelihnya, kemudian bersabda: Dengan atas nama Allah, Ya Allah terimalah qurban ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad.” [Ditakhrijkan oleh Muslim; as-Shan'aniy, IV: 90].
Penjelasan:
Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir (1), menjelaskan bahwa Nabi saw bersama shahabat menyembelih binatang qurban; satu unta untuk tujuh orang, dan satu lembu untuk tujuh orang. Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir juga (2), menjelaskan bahwa Nabi saw menyembelih binatang qurban untuk Aisyah satu ekor lembu. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (3), menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersama shahabat menyembelih binatang qurban; satu ekor lembu untuk tujuh orang, dan satu ekor unta untuk sepuluh orang.
Dari tiga hadits tersebut di atas sanggup ditarik kesimpulan bahwa satu lembu boleh diqurbankan untuk satu orang dan maksimal untuk tujuh orang, sedang seekor unta boleh untuk satu orang dan maksimal sepuluh orang, dengan melihat kondisi binatang tersebut.
Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah (4), menjelaskan bahwa seekor domba hanya untuk satu orang. Doa Rasulullah saw yang disebutkan dalam hadits tersebut bukanlah berarti bahwa satu ekor domba atau satu ekor lembu atau unta boleh untuk banyak orang. Nabi Muhammad saw ialah Nabi bagi seluruh umat, maka wajarlah ia berdoa untuk umatnya.
Mengenai dilema haji
Pada dasarnya haji hanya diwajibkan kepada orang yang memiliki istitha'ah (kemampuan, baik biaya maupun kesehatan) jasmani dan rohaninya. Bagi orang yang tidak bisa tidak perlu minta dukungan ke mana saja, alasannya ia tidak berkewajiban melakukannya. Tetapi apabila ada seseorang yang membantunya, boleh diterima atau ditolak, melihat harta yang dibantukan, higienis atau tidak. Jika diyakini higienis (thayyib), maka boleh diterima. Sebab hanya yang thayyib saja diterima Allah SWT. Dalam al-Qur'an Allah berfirman:
فِيْهِ ءَايَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ ءَامِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ اْلبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ اْلعَالَمِيْنَ. [آل عمران (3): 97].
Artinya: “Padanya terdapat gejala yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji ialah kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [QS. Ali Imran (3): 97].
Dalam hadits Nabi saw disebutkan sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا ... [أخرجه مسلم، 1، كتاب الزكاة، نمرة: 65/1015: 448].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Hai manusia, bahwasanya Allah ialah Thayyib, dia tidak mendapatkan kecuali yang thayyib (bersih dan halal) ...” [Ditakhrijkan oleh Muslim, I, Kitab az-Zakah, No. 65/1015: 448].
Penjelasan:
Pada surat Ali Imran (3) ayat 97, dijelaskan bahwa ibadah haji diwajibkan bagi orang-orang yang memiliki istitha'ah, yaitu orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani, dan perjalanan pun aman, serta keluarga yang ditinggalkan terjamin kehidupannya. Maka apabila tidak memiliki istitha'ah, tidaklah wajib menunaikan ibadah haji, tidak perlu minta dukungan dan sebagainya. Biaya untuk menunaikan ibadah haji pun harus thayyib (bersih dan halal), artinya bukan hasil perjuangan yang tidak halal, menyerupai hasil korupsi, hasil mencuri, hasil perzinaan dan sebagainya yang diharamkan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi saw, bahwa Allah ialah Thayyib, dan tidak mendapatkan kecuali yang thayyib.
Berdasarkan keterangan singkat tersebut, maka biaya untuk menunaikan ibadah haji sebaiknya ialah hasil perjuangan sendiri. Apabila ada orang atau forum yang memberi bantuan, maka perlu diketahui bahwa biaya tersebut berasal dari perjuangan yang halal. Maka berdasarkan kami, prinsip Pak Hasan sebagaimana tersebut dalam pertanyaan di atas ialah benar, bahkan perlu dicontoh, terlebih lagi dengan alasan mendahulukan kemaslahatan umum daripada kemaslahatan pribadi.
Wallahu alam bish-shawab. *sd)
0 Komentar untuk "Walimatul Ursy Dengan Binatang Qurban"