Abu Sufyan Bin Harits Radhiyallahu 'Anhu
Abu Sufyan bin Harits masih saudara sepupu Nabi SAW, ayahnya Harits bin Abdul Muthalib ialah saudara kandung ayah beliau, Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia juga saudara sesusu Nabi SAW sebab pernah disusui oleh Khalimah as Sa'diyah selama beberapa hari. Sebagian besar masa hidupnya semenjak Nabi SAW mengemban risalah Islam, justru dihabiskanuntuk menentang dan menghalangi dakwah beliau. Dengan kemampuannya menggubah dan merangkai syair, ia menjatuhkan dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Dalam aneka macam pertempuran-pun ia bangun teguh di fihak yang melawan pasukan muslim.
Sebenarnyalah ia telah melihat gejala kebenaran Nabi SAW dalam perang Badar, tetapi Allah SWT belum berkenan memperlihatkan hidayah keimanan kepadanya. Dalam pertempuran Badar tersebut, kekuatan pasukan musyrik tiga kali lipat banyaknya, tetapi Abu Sufyan bin Harits melihat pemandangan menakjubkan yang tidak masuk akal. Pasukan berjubah putih dengan kuda-kuda yang perkasa berseliweran antara langit dan bumi, tetapi sama sekali tidak meninggalkan jejak dan menginjak bumi. Wajahnya tampak cemerlang dengan dahi-dahi yang lebar.
Mereka ini, yang tidak lain ialah para malaikat yang diperintahkan Allah membantu pasukan muslim, menyerang dan mematahkan serangan kaum musyrikin tanpa diketahui oleh pasukan muslim sendiri. Banyak insiden terjadi, ketika seorang muslim belum lagi menyerang, gres berhadapan saja tiba- tiba saja kepala musuhnya terkulai dan mati, atau tangannya terpotong, atau tiba kepada seorang muslim dalam keadaan tertawan begitu saja menyerupai yang terjadi atas Abbas bin Abdul Muthalib. Peristiwa yang tidak terlihat oleh pasukan muslim atau pasukan musyrikin ini ternyata ditampakkan Allah kepada Ibnu Harits, tetapi tidak disertai hidayah-Nya.
Begitulah, bukti kebenaran itu begitu konkret dilihatnya, tetapi Abu Sufyan bin Harits tetap menjadi tulang punggung kaum Quraisy dan sekutu musyriknya dalam memerangi dan menghalangi dakwah Nabi SAW, baik dengan syair-syairnya, atau dengan pedang yang dihunusnya dalam aneka macam peperangan. Bahkan ketika saudara-saudaranya, Naufal, Rabi'ah dan Abdullah bin Harits memeluk Islam, ia tetap saja kokoh dengan pendiriannya. Tak heran bila Nabi SAW sempat menolak menemuinya ketika ia berniat memeluk Islam menjelang terjadinya Fathul Makkah.
Setelah duapuluh tahun berlalu hidayah Allah tiba juga menyapanya. Pada dikala yang hampir bersamaan ketika Nabi SAW menggerakkan pasukan menuju Makkah, ia juga menggerakkan kakinya menuju Madinah untuk berba'iat memeluk Islam, tetapi ia tidak tahu rencana Nabi SAW tersebut. Ia berangkat bersama anaknya yang masihkecil, Ja'far dan saudara sepupunya yang juga berniat memeluk Islam, Abdullah bin Abu Umayyah. Ibnu Abi Umayyah ini ialah saudara dari Ummu Salamah, salah satu istri Nabi SAW, dan seorang tokoh Quraisy yang juga sangat gencar melaksanakan perlawanan dan penentangan atas kenabian Nabi Muhammad SAW, sehingga peristiwanya diabadikan dalam Al Qur'an Surah al Isra ayat 90-93.
Ketika tiba di Abwa, Abu Sufyan dan rombongan kecilnya bertemu dengan pasukan besar kaum muslimin yang sedang beristirahat di daerah itu. Ada kegentaran dalam dirinya, dengan reputasinya selama ini dalam memusuhi Islam, bisa jadi Nabi SAWtelah menghalalkan darahnya. Tetapi tekadnya telah bulat, apapun resikonya ia akan menghadapinya. Ia menghampiri perkemahan muslim tersebut dan minta ijin untuk menghadap Nabi SAW, tetapi ternyata ia menolak untuk menemui mereka. Ibnu Harits amat sedih mendapatkan kenyataan tersebut, ia berniat untuk mengasingkan diri bersama anaknya dan akan membiarkan diri tanpa makan dan minum hingga mati kelaparan, bila memang tidak bisabertemu dan berikrar dalam keislaman kepada Nabi SAW.
Istri Nabi SAW yang menyertai ia dalam perjalanan tersebut ialah Ummu Salamah. Ia melihat keadaan ketiga orang tersebut sangat payah dan hampir putus asa, apalagi keadaan si kecil, Ja’far bin Abu Sufyan. Karena itu ia berkata kepada Nabi SAW, "Wahai Rasulullah, jangan engkau biarkan anak paman engkau dan anak bibi engkau menjadi orang yang paling menderita sebab engkau….!!"
Tetapi saran Ummu Salamah ini belum cukup meluluhkan hati beliau. Tentulah Nabi SAW yang paling mencicipi bagaimana perilaku dan perlakuan mereka berdua ketika ia masih berdakwah di Makkah, sehingga tidaklah gampang melupakannya begitu saja.
Ali bin Abi Thalib menghampiri Abu Sufyan bin Harits, ia memperlihatkan saran untuk mendekati Nabi SAW secara sembunyi-sembunyi, dan hadir di depan ia dengan mengucap syahadat sebagai bukti keislamannya, dan berkata menyerupai perkataan saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf, "Demi Allah, bahwasanya Allah telah melebihkan kau atas kami, dan bahwasanya kami ialah orang- orang yang bersalah (berdosa) ….!!"
Perkataan tersebut terdapat pada QS Yusuf ayat 91. Ali bin Abi Thalib sebagai putra didikan wahyu, didikan Rasulullah SAW semenjak usia kanak-kanaknya, tentulah sangat mengenal bagaimana "meluluhkan" hati beliau. Dan ketika saran ini dilaksanakan oleh Ibnu Harits dan Ibnu Abi Umayyah, Nabi SAW mengerling sekilas pada Ali, kemudian dengan bangga menyambut keislaman keduanya, dan ia bersabda menyerupai ucapan Nabi Yusuf AS (QS Yusuf ayat 92), "Pada hari ini tidak ada celaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah merngampuni dosa-dosa kalian, dan bahwasanya Dia Maha Penyayang di antara para penyayang…!!"
Abu Sufyan sangat bangga dengan ucapan Nabi SAW, secara impulsif ia menggubah syair untuk memuji keluhuran sopan santun beliau, sekaligus mengungkapkan penyesalannya atas jalan salah yang telah dilaluinya selama hampir duapuluh tahun tersebut. Nabi SAW amat bangga dengan gubahan syair tersebut, sambil tersenyum dan menepuk lembut dada Abu Sufyan, ia bersabda, "Dahulu engkau mengusirku dengan gigih…!!"
Nabi SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk mengajarkan Abu Sufyan cara wudhu, shalat dan aneka macam cara peribadatan lainnya, sehingga alhasil ia menjadi seorang muslim yang baik. Sejak dikala itu Abu Sufyan tidak berani menatap wajah Rasulullah SAW berlama-lama sebab rasa malu. Ia lebih banyak menundukkan mukanya. Namun demikian Nabi SAW sangat mencintainya dan memperlihatkan kesaksian bahwa ia akan masuk surga. Beliau sering berkata wacana dirinya, "Aku sangat berharap dia akan menyusul Hamzah….!!"
Dalam Perang Hunain yang terjadi tidak usang sehabis terjadinya Fathul Makkah, pasukan muslim sempat kocar-kacir pada awalnya, bahkan jiwa Rasulullah SAW terancam bahaya. Akhirnya ia berhasil menghimpun kekuatan kembali dengan orang-orang Anshar sebagai pilar utamanya, dan memukul balik pasukan musuh sehingga memperolehkemenangan yang gemilang.
Dalam proses yang begitu panjang, dari kekalahan sehingga berbalik menjadi kemenangan, kendali tunggangan Rasulullah SAW dipegang dan dikontrol dengan baiknya sehingga ia sukses memperlihatkan komando yang memilih kemenangan tersebut. Hanya anehnya, lelaki pemegang kendali tersebut tidak pernah menampakkan wajah dan tatapannya kepada beliau.Ketika suasana telah damai dan pasukan musuh telah terusir pergi, Nabi SAW berusaha mengenali siapa lelaki misterius tersebut. Dan sehabis menatap berlama-lama, ia berkata, "Siapa ini? Oh, saudaraku, Abu Sufyan bin Harits….."
Sangat pendek ucapan beliau, tetapi kata "saudaraku" yang diucapkan Nabi SAW laksana air sejuk yang disiramkan ke dalam hatinya kala kegersangan melanda. Masih terang terbayang semua perilaku permusuhan yang dilakukannya kepada ia selama duapuluh tahun, masih juga lekat dalam ingatan, penolakan ia untuk menemuinya ketika di Abwa. Tetapi tiba-tiba saja ia menyebutnya sebagai "saudaraku", kegembiraan dan kebahagiaan yang menjadikan air matanya mengalir dengan deras sebab rasa haru yang tak tertahankan. Ia mencium dan menyesali kedua kaki Rasulullah SAW, bahkan ia mencucinya dengan air matanya.
Abu Sufyan bin Harits menghabiskan sisa waktu bersama Rasulullah SAW dengan ibadah demi ibadah, seolah ingin menebus ketertinggalannya selama duapuluh tahun. Dan ketika Nabi SAW wafat terlebih dahulu, ruhnya seolah memberontak untuk segera keluar menyusul kesayangan dan kekasihnya tersebut. Suatu ketika ia menggali lubang kuburan di Baqi, padahal dikala itu tidak ada seorangpun yang meninggal, mereka yang merasa ajaib dengan apa yang dilakukannya menanyakan aktivitasnya tersebut, Abu Sufyan berkata, "Aku sedang menyiapkan kuburku…..!!"
Tiga hari kemudian ia terbaring sakit dan makin lemah sehingga orang-orang menangisinya. Tetapi tampak sekali kepuasan dan ketentraman di hatinya yang tampil di wajahnya. Ia berkata, "Janganlah kalian menangisiku!! Sesungguhnya semenjak memeluk Islam, tidak sedikitpun saya berlumuran dosa..!!"
Tak usang kemudian wajahnya terkulai dan ruhnya melayang menyusul kekasih yang dirindukannya, Nabi Muhammad SAW.Orang-orangpun memakamkannya pada liang lahad yang telah dipersiapkannya sendiri.
Abu Sufyan bin Harits masih saudara sepupu Nabi SAW, ayahnya Harits bin Abdul Muthalib ialah saudara kandung ayah beliau, Abdullah bin Abdul Muthalib. Ia juga saudara sesusu Nabi SAW sebab pernah disusui oleh Khalimah as Sa'diyah selama beberapa hari. Sebagian besar masa hidupnya semenjak Nabi SAW mengemban risalah Islam, justru dihabiskanuntuk menentang dan menghalangi dakwah beliau. Dengan kemampuannya menggubah dan merangkai syair, ia menjatuhkan dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Dalam aneka macam pertempuran-pun ia bangun teguh di fihak yang melawan pasukan muslim.
Sebenarnyalah ia telah melihat gejala kebenaran Nabi SAW dalam perang Badar, tetapi Allah SWT belum berkenan memperlihatkan hidayah keimanan kepadanya. Dalam pertempuran Badar tersebut, kekuatan pasukan musyrik tiga kali lipat banyaknya, tetapi Abu Sufyan bin Harits melihat pemandangan menakjubkan yang tidak masuk akal. Pasukan berjubah putih dengan kuda-kuda yang perkasa berseliweran antara langit dan bumi, tetapi sama sekali tidak meninggalkan jejak dan menginjak bumi. Wajahnya tampak cemerlang dengan dahi-dahi yang lebar.
Mereka ini, yang tidak lain ialah para malaikat yang diperintahkan Allah membantu pasukan muslim, menyerang dan mematahkan serangan kaum musyrikin tanpa diketahui oleh pasukan muslim sendiri. Banyak insiden terjadi, ketika seorang muslim belum lagi menyerang, gres berhadapan saja tiba- tiba saja kepala musuhnya terkulai dan mati, atau tangannya terpotong, atau tiba kepada seorang muslim dalam keadaan tertawan begitu saja menyerupai yang terjadi atas Abbas bin Abdul Muthalib. Peristiwa yang tidak terlihat oleh pasukan muslim atau pasukan musyrikin ini ternyata ditampakkan Allah kepada Ibnu Harits, tetapi tidak disertai hidayah-Nya.
Begitulah, bukti kebenaran itu begitu konkret dilihatnya, tetapi Abu Sufyan bin Harits tetap menjadi tulang punggung kaum Quraisy dan sekutu musyriknya dalam memerangi dan menghalangi dakwah Nabi SAW, baik dengan syair-syairnya, atau dengan pedang yang dihunusnya dalam aneka macam peperangan. Bahkan ketika saudara-saudaranya, Naufal, Rabi'ah dan Abdullah bin Harits memeluk Islam, ia tetap saja kokoh dengan pendiriannya. Tak heran bila Nabi SAW sempat menolak menemuinya ketika ia berniat memeluk Islam menjelang terjadinya Fathul Makkah.
Setelah duapuluh tahun berlalu hidayah Allah tiba juga menyapanya. Pada dikala yang hampir bersamaan ketika Nabi SAW menggerakkan pasukan menuju Makkah, ia juga menggerakkan kakinya menuju Madinah untuk berba'iat memeluk Islam, tetapi ia tidak tahu rencana Nabi SAW tersebut. Ia berangkat bersama anaknya yang masihkecil, Ja'far dan saudara sepupunya yang juga berniat memeluk Islam, Abdullah bin Abu Umayyah. Ibnu Abi Umayyah ini ialah saudara dari Ummu Salamah, salah satu istri Nabi SAW, dan seorang tokoh Quraisy yang juga sangat gencar melaksanakan perlawanan dan penentangan atas kenabian Nabi Muhammad SAW, sehingga peristiwanya diabadikan dalam Al Qur'an Surah al Isra ayat 90-93.
Ketika tiba di Abwa, Abu Sufyan dan rombongan kecilnya bertemu dengan pasukan besar kaum muslimin yang sedang beristirahat di daerah itu. Ada kegentaran dalam dirinya, dengan reputasinya selama ini dalam memusuhi Islam, bisa jadi Nabi SAWtelah menghalalkan darahnya. Tetapi tekadnya telah bulat, apapun resikonya ia akan menghadapinya. Ia menghampiri perkemahan muslim tersebut dan minta ijin untuk menghadap Nabi SAW, tetapi ternyata ia menolak untuk menemui mereka. Ibnu Harits amat sedih mendapatkan kenyataan tersebut, ia berniat untuk mengasingkan diri bersama anaknya dan akan membiarkan diri tanpa makan dan minum hingga mati kelaparan, bila memang tidak bisabertemu dan berikrar dalam keislaman kepada Nabi SAW.
Istri Nabi SAW yang menyertai ia dalam perjalanan tersebut ialah Ummu Salamah. Ia melihat keadaan ketiga orang tersebut sangat payah dan hampir putus asa, apalagi keadaan si kecil, Ja’far bin Abu Sufyan. Karena itu ia berkata kepada Nabi SAW, "Wahai Rasulullah, jangan engkau biarkan anak paman engkau dan anak bibi engkau menjadi orang yang paling menderita sebab engkau….!!"
Tetapi saran Ummu Salamah ini belum cukup meluluhkan hati beliau. Tentulah Nabi SAW yang paling mencicipi bagaimana perilaku dan perlakuan mereka berdua ketika ia masih berdakwah di Makkah, sehingga tidaklah gampang melupakannya begitu saja.
Ali bin Abi Thalib menghampiri Abu Sufyan bin Harits, ia memperlihatkan saran untuk mendekati Nabi SAW secara sembunyi-sembunyi, dan hadir di depan ia dengan mengucap syahadat sebagai bukti keislamannya, dan berkata menyerupai perkataan saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf, "Demi Allah, bahwasanya Allah telah melebihkan kau atas kami, dan bahwasanya kami ialah orang- orang yang bersalah (berdosa) ….!!"
Perkataan tersebut terdapat pada QS Yusuf ayat 91. Ali bin Abi Thalib sebagai putra didikan wahyu, didikan Rasulullah SAW semenjak usia kanak-kanaknya, tentulah sangat mengenal bagaimana "meluluhkan" hati beliau. Dan ketika saran ini dilaksanakan oleh Ibnu Harits dan Ibnu Abi Umayyah, Nabi SAW mengerling sekilas pada Ali, kemudian dengan bangga menyambut keislaman keduanya, dan ia bersabda menyerupai ucapan Nabi Yusuf AS (QS Yusuf ayat 92), "Pada hari ini tidak ada celaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah merngampuni dosa-dosa kalian, dan bahwasanya Dia Maha Penyayang di antara para penyayang…!!"
Abu Sufyan sangat bangga dengan ucapan Nabi SAW, secara impulsif ia menggubah syair untuk memuji keluhuran sopan santun beliau, sekaligus mengungkapkan penyesalannya atas jalan salah yang telah dilaluinya selama hampir duapuluh tahun tersebut. Nabi SAW amat bangga dengan gubahan syair tersebut, sambil tersenyum dan menepuk lembut dada Abu Sufyan, ia bersabda, "Dahulu engkau mengusirku dengan gigih…!!"
Nabi SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk mengajarkan Abu Sufyan cara wudhu, shalat dan aneka macam cara peribadatan lainnya, sehingga alhasil ia menjadi seorang muslim yang baik. Sejak dikala itu Abu Sufyan tidak berani menatap wajah Rasulullah SAW berlama-lama sebab rasa malu. Ia lebih banyak menundukkan mukanya. Namun demikian Nabi SAW sangat mencintainya dan memperlihatkan kesaksian bahwa ia akan masuk surga. Beliau sering berkata wacana dirinya, "Aku sangat berharap dia akan menyusul Hamzah….!!"
Dalam Perang Hunain yang terjadi tidak usang sehabis terjadinya Fathul Makkah, pasukan muslim sempat kocar-kacir pada awalnya, bahkan jiwa Rasulullah SAW terancam bahaya. Akhirnya ia berhasil menghimpun kekuatan kembali dengan orang-orang Anshar sebagai pilar utamanya, dan memukul balik pasukan musuh sehingga memperolehkemenangan yang gemilang.
Dalam proses yang begitu panjang, dari kekalahan sehingga berbalik menjadi kemenangan, kendali tunggangan Rasulullah SAW dipegang dan dikontrol dengan baiknya sehingga ia sukses memperlihatkan komando yang memilih kemenangan tersebut. Hanya anehnya, lelaki pemegang kendali tersebut tidak pernah menampakkan wajah dan tatapannya kepada beliau.Ketika suasana telah damai dan pasukan musuh telah terusir pergi, Nabi SAW berusaha mengenali siapa lelaki misterius tersebut. Dan sehabis menatap berlama-lama, ia berkata, "Siapa ini? Oh, saudaraku, Abu Sufyan bin Harits….."
Sangat pendek ucapan beliau, tetapi kata "saudaraku" yang diucapkan Nabi SAW laksana air sejuk yang disiramkan ke dalam hatinya kala kegersangan melanda. Masih terang terbayang semua perilaku permusuhan yang dilakukannya kepada ia selama duapuluh tahun, masih juga lekat dalam ingatan, penolakan ia untuk menemuinya ketika di Abwa. Tetapi tiba-tiba saja ia menyebutnya sebagai "saudaraku", kegembiraan dan kebahagiaan yang menjadikan air matanya mengalir dengan deras sebab rasa haru yang tak tertahankan. Ia mencium dan menyesali kedua kaki Rasulullah SAW, bahkan ia mencucinya dengan air matanya.
Abu Sufyan bin Harits menghabiskan sisa waktu bersama Rasulullah SAW dengan ibadah demi ibadah, seolah ingin menebus ketertinggalannya selama duapuluh tahun. Dan ketika Nabi SAW wafat terlebih dahulu, ruhnya seolah memberontak untuk segera keluar menyusul kesayangan dan kekasihnya tersebut. Suatu ketika ia menggali lubang kuburan di Baqi, padahal dikala itu tidak ada seorangpun yang meninggal, mereka yang merasa ajaib dengan apa yang dilakukannya menanyakan aktivitasnya tersebut, Abu Sufyan berkata, "Aku sedang menyiapkan kuburku…..!!"
Tiga hari kemudian ia terbaring sakit dan makin lemah sehingga orang-orang menangisinya. Tetapi tampak sekali kepuasan dan ketentraman di hatinya yang tampil di wajahnya. Ia berkata, "Janganlah kalian menangisiku!! Sesungguhnya semenjak memeluk Islam, tidak sedikitpun saya berlumuran dosa..!!"
Tak usang kemudian wajahnya terkulai dan ruhnya melayang menyusul kekasih yang dirindukannya, Nabi Muhammad SAW.Orang-orangpun memakamkannya pada liang lahad yang telah dipersiapkannya sendiri.
0 Komentar untuk "Abu Sufyan Bin Harits Radhiyallahu 'Anhu"