Ihram

 Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu   Ihram
Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji cuma milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang senantiasa setia dan Istiqomah.

Ihram

Di dalamnya ada lima pembahasan  :
  • Makna Ihram
Ihram artinya bermaksud untuk mengawali melaksanakan ibadah haji atau umrah. Hal itu bisa  terwujud dengan melaksanakan niat dalam hati untuk mengawali ibadah haji dan disempurnakan dengan mengucapkan : labbaika umratan au hajjan atau labbaika hajjan wa umratan. Dan mengucapkan niat dengan verbal hukumnya sunnah.

Sarung ( busana bawah ) dan rida’ (pakaian atas) yakni busana ihram. Seseorang tidak dibilang sudah masuk dalam ihram cuma sekedar memakai busana tersebut, hingga dia bermaksud untuk mengawali ibadah haji.
  • Yang Dianjurkan Bagi Yang Ingin Melaksakan Ibadah Haji
Bagi yang ingin melaksanakan ihram, disarankan untuk mandi, hal ini sesuai dengan hadist Zaid bin Tsabit :
أَنَّه النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَجَرَّدَ لِإِهْلَالِهِ وَاغْتَسَلَ

“Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ihram dengan melepas busana ia yang dijahit kemudian mandi. (HR. Tirmidzi dan ia menyampaikan hadist ini hasan )

Dan hal itu dapat terwujud dengan mandi di miqat atau wilayah yang akrab dengannya. Adapun yang hendak ihram di pesawat, maka disarankan mandi sebelum naik pesawat, alasannya yakni waktu yang tersedia di pesawat sungguh singkat, yang penting terwujudnya kebersihan yang cocok di dalam melaksanakan ibadah ini, dan ini sudah terwujud dengan mandi sebelum naik pesawat.

Mandi hukumnya sunnah bagi yang hendak melaksanakan umrah, tergolong di dalamnya wanita yang sedang haid dan nifas, sebagaimana perintah Rasulullah saw terhadap Asma’ binti ‘Umais untuk mandi sedang dia dalam kondisi nifas.

Jika seseorang melaksanakan ihram tanpa mandi dan wudhu, maka hal itu dibolehkan  dan ihramnya sah.

Adapun bersih-bersih bisa terwujud dengan mencukur rambut, menetralisir bau-bauan, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis, memotong kuku, alasannya yakni semua itu ialah kesempurnaan kebersihan, biar hal-hal tersebut tidak mengganggunya  di saat berihram.

Memakai minyak wangi pada anggota badannya.

Dianjurkan untuk memakai minyak wangi pada anggota badannya saja, tidak pada busana ihramnya. Hal ini menurut hadist Aisyah :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كُنْتُ أُطَيِّبُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإِحْرَامِهِ حِينَ يُحْرِمُ وَلِحِلِّهِ قَبْلَ أَنْ يَطُوفَ بِالْبَيْتِ

“Dari 'Aisyah radliallahu 'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Aku pernah memakaikan parfum terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk ihramnya di saat Beliau berihram dan untuk tahallulnya sebelum thawaf mengelilingi Ka'bah di Baitullah". (HR Bukhari dan Muslim )

Adapun cara memakai minyak wangi bagi wanita menyerupai pada laki-laki, sebagaimana dalam hadist Aisyah :

عن عائشة قالت كُنَّا نَخْرُجُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ فَنُضَمِّدُ جِبَاهَنَا بِالسُّكِّ الْمُطَيَّبِ عِنْدَ الْإِحْرَامِ فَإِذَا عَرِقَتْ إِحْدَانَا سَالَ عَلَى وَجْهِهَا فَيَرَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا يَنْهَاهَا

“Dari Aisyah, ia berkata : Kami pernah keluar bareng Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ke Mekkah, dan Kami membalut kening Kami dengan minyak wangi di saat berihram, apabila salah seorang diantara Kami berkeringat maka mengalir ke wajahnya, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya dan ia tidak melarang Kami.” (HR. Abu Daud)

Kecuali dikhawatirkan dia akan bercampur baur dengan pria di dalam rombongan travel, pesawat atau di saat thowaf, maka semestinya wangi-wangian tersebut ditinggalkan.

Jika  seseorang sudah memakai  wangi-wangian pada pakaiannya sebelum melaksanakan ihram, maka dibolehkan baginya untuk membiarkan menyerupai itu, selama dia tidak melepaskan busana tersebut. Tetapi bila melepaskan baju tersebut, maka dilarang memakainya kembali hingga dia mencucinya apalagi dahulu.

Pakaian ihram pria dengan memakai sarung (pakaian bawah) dan rida’ ( kain bab atas ) yang keduanya berwarna putih, alasannya yakni bergotong-royong Nabi saw berihram dengan memakai sarung, rida’ dan sandal, dan keduanya berwarna putih. Nabi saw bersabda :
خَيْر ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضُ، فَلْيَلْبَسوهَا أَحْيَاؤُكُمْ

“Sebaik-baiknya baju kalian yakni yang berwarna putih, maka pakailah busana tersebut” (HR. Hakim dari hadist Ibnu Abbas dan dishahihkan Ibnu Qaththan)

Dan kedua-duanya mesti bersih, alasannya yakni busana tersebut akan melekat di badan, oleh akibatnya disarankan biar kebersihannya  lebih  sempurna.

Hendaknya melepas busana yang berjahit sebelum melaksanakan ihram, dan ini berlaku khusus bagi laki-laki, alasannya yakni ada larangan memakai busana yang berjahit pada di saat melaksanakan ihram, maka disarankan untuk melepasnya sebelum melaksanakan ihram, agar tidak telat dan tidak terkena denda dengan mengeluarkan duit fidyah.

Ihram sehabis sholat.

Disunnahkan untuk melaksanakan ihram sesudah pelaksanaan sholat, baik sholat fardhu, maupun sholat sunah. Karena nabi Muhammad saw melaksanakan ihram sehabis sholat Dhuhur (HR Muslim).

Begitu juga Ibnu Umar di saat berada di Dzul Halifah, ia melaksanakan sholat dua reka’at, kemudian sesudah ia di atas kendaraannya, ia mengawali ihramnya dan berkata : “Beginilah saya menyaksikan Rasulullah saw melakukannya”

Ihram dilakukan di wilayah sholatnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair, dia berkata : Saya ceritakan terhadap Ibnu Abbas ihramnya Rasulullah saw, maka ia menyampaikan : “ Rasulullah saw mengharuskan Ihram sesudah selesai dari sholat “  ( HR Abu Daud )

Adapun bila melaksanakan ihram di saat di atas kendaran atau di saat mulai melaksanakan perjalanan maka hal itu baik juga, alasannya yakni semua itu sudah diriwayatkan dari nabi saw

Melafadhkan niat beribadah haji dengan lisan.

Dianjurkan baginya untuk meninggikan suaranya dengan menyebutkan jenis dari ibadah haji yang diniatkan. Maka bila dia bermaksud umrah, hendaknya menyampaikan : “labbaika umratan“ ( Ya Allah, saya penuhi panggilan-Mu untuk melaksanakan umrah) . Jika bermaksud ibadah haji tamattu’, hendaknya dia menyampaikan : “labbaika umratan mutamatti’an bihaa ila al-hajj ”( Ya Allah, saya penuhi panggilan-Mu untuk melaksanakan umrah yang diteruskan dengan haji ) , bila bermaksud haji qiran maka menyampaikan : “labbaika umratan wa hajjan” (Ya Allah, saya penuhi panggilan-Mu untuk melaksanakan umrah dan haji ) , bila berhaji ifrad, hendaknya dia menyampaikan : “labbaika hajjan” (Ya Allah, saya penuhi panggilan-Mu untuk melaksanakan haji )

Hal demikian sudah ditugaskan nabi saw dalam dua hadist yang shahih:

صَلِّ فِي هَذَا الْوَادِي الْمُبَارَكِ وَقُلْ عُمْرَةً فِي حَجَّةٍ

"Shalatlah di lembah yang sarat barakah ini dan katakanlah: "Aku bermaksud melaksanakan umrah dalam ibadah haji ini"

Begitu juga hadist yang diriwayatkan Anas :

عن أَنَسٌ قال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ وَحَجٍّ

“Dari Anas berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca: “Labbaika bi umratin wa hajjin (Ya Allah, saya menyanggupi panggilan-Mu untuk Umrah dan Haji)." (HR Bukhari dan Muslim )

Berkata Anas : “ Saya mendengar mereka mengeraskan bunyi dengan lafadh itu . “

Mensyaratkan di dalam ibadah haji.
Barang siapa yang perlu untuk mensyaratkan di dalam niat ibadah haji atau ibadah umrah, menyerupai sakit atau orang yang takut terjadi halangan, maka disarankan untuk mensyaratkan di saat melaksanakan ihram. Jika terjadi halangan, maka dia boleh bertahalul dan tidak ada denda sama sekali baginya. Ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan Aisyah  :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ دَخَلَ النَّبِي  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ضُبَاعَةَ بِنْتِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ الْحَجَّ وَأَنَا شَاكِيَةٌ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجِّي وَاشْتَرِطِي أَنَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي

“Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba ke tempat tinggal Dhuba'ah binti Zubair bin Abdul Muthalib. Lalu Dhuba'ah pun berkata, "Ya Rasulullah, saya bertujuan hendak menunaikan ibadah haji, namun saya sakit, bagaimana itu?" maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Hajilah dan syaratkan dalam niatmu : “ bahwa wilayah tahallul-ku di mana saya tertahan (  alasannya yakni sakit ) ."

Di dalam riwayat Muslim disebutkan :

قُولِي لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ وَمَحِلِّي مِنْ الْأَرْضِ حَيْثُ تَحْبِسُنِي فَإِنَّ لَكِ عَلَى رَبِّكِ مَا اسْتَثْنَيْتِ

Beliau bersabda: "Ucapkan: Labbaika allahumma labbaik, wa mahallii haitsu tahbisuni. ( Ya Allah saya tiba menyanggupi panggilan-Mu, dan bahwa wilayah tahallul-ku di mana saya tertahan( alasannya yakni sakit ). Maka – jika   mengucapkan hal tersebut- engkau akan mendapat dari Tuhan-mu apa yang engkau syaratkan “

Oleh karenanya, hendaknya dia mengucapkan menyerupai apa yang terdapat dalam riwayat muslim atau mengucapkan :

لَبَّيْكَ عُمرَةً  فَإِن حَبَسَنِي حَابِسُ فَمَحِلِّي حَيْثُ حَبَسَتنِي

“ Ya Allah saya menjawab panggilan-Mu dengan melaksanakan ihram untuk umrah, bila saya terhalang sesuatu di tengah jalan, maka tahalulku di wilayah saya tertahan tersebut “

  • At- Talbiyah
Barang siapa yang sudah melaksanakan ihram, maka secepatnya untuk melaksanakan talbiyah, hal ini sesuai hadist :

عَنْ خَلَّادِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاءَنِي جِبْرِيلُ فَقَالَ لِي يَا مُحَمَّدُ مُرْ أَصْحَابَكَ أَنْ يَرْفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّلْبِيَةِ

“ Dari Khallad bin As Saib dari bapaknya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jibril sudah tiba kepadaku, kemudian berkata; wahai Muhammad, perintahkan terhadap para sahabatmu biar mengeraskan bunyi di saat mengucapkan talbiyah”

          Adapun caranya  yakni hendaknya dia membaca  sebagaimana yang  dilakukan oleh  nabi saw di dalam hadist shahih :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ تَلْبِيَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ

“Dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhua bahwa cara talbiyah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah: "Labbaikallahumma labbaik. Labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wan ni'mata laka wal mulk. Laa syariika laka". ("Aku tiba menyanggupi panggilanMu ya Allah. Aku tiba menyanggupi panggilanMu tidak ada sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala puji, lezat milikMu begitu pula kerajaan. Tidak ada sekutu bagiMu"). ( HR Bukhari dan Muslim dari hadist Ibnu Umar )

Dan bila disertakan dengan sebagian lafadz diperbolehkan alasannya yakni terdapat riwayat dari sahabat, menyerupai : “labbaika haqqan haqqan, labbaika ta’abbudan wa riqqan” ( Ya Allah, saya menyanggupi panggilan-Mu dengan sebenar-benarnya, saya menyanggupi panggilan-Mu untuk beribadah dan menghambakan pada diri-Mu )”

Dianjurkan untuk memperbanyak bacaan talbiyah selama dalam ihram, baik dalam kondisi berdiri, duduk, sedang naik kendaraan, berbaring, maupun dalam kondisi haid dan dalam setiap keadaan. Hal ini menurut hadist :

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُلَبٍّ يُلَبِّي إِلَّا لَبَّى مَا عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ مِنْ حَجَرٍ أَوْ شَجَرٍ أَوْ مَدَرٍ حَتَّى تَنْقَطِعَ الْأَرْضُ مِنْ هَاهُنَا وَهَاهُنَا

“Dari Sahl bin Sa'ad As Sa'idi dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia bersabda: "Tidaklah seseorang yang mengucapkan talbiyah kecuali akan dijawab oleh apa saja yang ada di sebelah kanan dan sebelah kirinya. (Baik) oleh kerikil atau pohon atau tanah yang keras, sehingga terbelahlah bumi dari sebelah sini dan sebelah sini." ( HR Tirmidzi dan Ibnu Majah )

Ibnu Abbas berkata : “Talbiyah yakni perhiasannya haji”

Talbiyah ini sungguh disarankan di saat terjadi perpindahan dari wilayah yang tinggi ke wilayah yang rendah, atau masuknya waktu siang atau di saat melanggar larangan haji, atau di saat berjumpa dengan jama’ah haji lainnya. Khaitsamah bin Abdurrahman berkata : “Sahabat-sahabat Abdullah bin Mas’ud mengucapkan talbiyah apabila menuruni lembah atau menaiki bukit atau berjumpa seseorang yang lagi berkendaran dan juga pada pagi waktu sahur dan setiap selesai shalat”

Mengucapkan talbiyah mesti dengan bahasa Arab, kecuali kalau dia tidak mampu, maka boleh mengucapkan talbiyah dengan bahasanya sendiri.

Talbiyah ini dimulai pertama kali sesudah melaksanakan ihram, dan rampung di saat melempar jumrah Aqabah pada hari Nahr (hari penyembelihan ). Untuk umrah, maka talbiyah dimulai di saat mengawali thawaf, alasannya yakni thawaf mengambarkan dibolehkannya tahallul dan selesainya dari manasik”

Talbiyah artinya : menyanggupi panggilan. Maka di saat seorang jama’ah haji  mengucapkan : “Labbaika Allahumma Labbaik“, artinya saya tiba menyanggupi panggilan-Mu, Wahai Allah, dan saya datang  menyanggupi panggilan-Mu. Sehingga dengan mengucapkan talbiyah tersebut maka sesuailah antara perkataan dan perbuatannya, yakni di saat dia meninggalkan negaranya, bersusah-payah, dan mengorbankan hartanya  serta membuka pakaiannya, selaku bentuk pemenuhan dari panggilan Allah. Seakan-akan dia menyampaikan : “Sesungguhnya saya tetap akan menyambut panggilan-Mu pada setiap keadaan, seraya berjanji untuk mentaati-Mu pada setiap tempat. Sebagaimana saya sudah menyambut panggilan-Mu dalam melaksanakan hal–hal berat bagiku, maka pastinya saya akan menyambut panggilan-Mu yang lebih ringan dibandingkan dengan itu.

Kemudian dia menyampaikan : “ Labbaika la syarika laka “ artinya dasar dari pemenuhan atas panggilan –Mu yang paling pertama dan paling agung yakni men-tauhidkan-Mu dan  menghadap-Mu serta meninggalkan dari perbuatan mensekutukan-Mu  dengan malaikat, atau nabi, atau orang sholeh, atau orang yang dikubur atau yang lainnya. Tidak mensyirikan-Mu dengan sesuatu di dalam pengharapan, rasa takut, do’a, menyembelih, thowaf dan nadzar. Allah berfirman :

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: "Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi Nya dan demikian itulah yang ditugaskan kepadaku dan saya yakni orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An'am: 162-163)

Kemudian dia menyampaikan : “ Innal hamda wan ni'mata laka wal mulk. Laa syariika laka", artinya bahwa kebanggaan dan keagungan cuma milik-Mu atas segala nikmat-Mu dan jasa-Mu yang sudah memalingkan dari murka-Mu dan dari segala musibah. Engkau Pemilik kerajaan langit dan bumi, kerajaan insan dan jin semuanya. “ La Syarika Laka “ artinya : sebagaimana tidak ada kesyirikan bagi-Mu di dalam Rububiyah, yakni Engkau satu-satunya Raja ( Pemilik ) dan  Pengatur, sedangkan yang yang lain yakni makhluq yang dikontrol dan dimiliki, begitu pula tidak ada kesyirikan bagi-Mu di dalam Uluhiyah, yakni di dalam peribadatan, do’a dan tawakkal.

  • Menentukan Ibadah Haji
Barang siapa yang berihram disarankan untuk menyeleksi apa yang diharapkan dari ibadah ini : apakah ingin melaksanakan ibadah haji saja atau umrah saja atau ibadah haji dan umrah, alasannya yakni nabi bersabda :

مَنْ أَرَادَ مِنْكُمْ أَنْ يُهِلَّ بِحَجٍّ وَعُمْرَةٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُهِلَّ بِحَجٍّ فَلْيُهِلَّ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُهِلَّ بِعُمْرَةٍ فَلْيُهِلَّ

"Barangsiapa yang ingin berihram untuk haji dan umrah, maka hendaklah ia melakukannya. Dan siapa yang ingin berihram cuma untuk haji saja, maka lakukanlah, dan siapa yang ingin berihram cuma untuk umrah saja, maka lakukanlah." (HR Bukhari dan Muslim dari hadist Aisyah )

Maka dia diberi opsi untuk melakukan haji ifrad, atau qiran,  atau tamattu’ dengan dasar hadist ini.

Jika dia berihram dengan niat ihram menyerupai temannya atau ketua rombongannya, maka ihramnya sah menyerupai ihram temannya atau ketua rombongannya. Karena bergotong-royong Ali melaksanakan ihram menyerupai ihramnya Rasulullah saw  dan hal itu disetujui oleh Rasulullah saw.

Jika dia berihram tanpa menyeleksi salah satu bentuk ibadah haji, maka sah ihramnya, dan dibolehkan baginya untuk mengalihkankannya terhadap salah satu bentuk ibadah haji yang dikehendakinya.

Pembahasan Kelima : Keutamaan Antara Bentuk-bentuk Ibadah Haji dan Berpindah Dari Satu Bentuk Ke Bentuk Lainnya

Yang paling utama  dari  bentuk-bentuk Ibadah haji, yakni haji tamattu’, alasannya yakni nabi saw mengutus para sahabatnya untuk mengerjakannya, ia bersabda :

لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ مَا سُقْتُ الْهَدْيَ ولجَعْلَتُهَا عُمْرَةً

“ Jika saya bisa mengulang kembali apa yang sudah lewat, tentu tidak kutuntun binatang korban ini, dan saya akan membuatnya Umrah” ( HR Bukhari dan Muslim dari hadist Jabir )

Selain itu, di dalam haji tamattu’ terdapat semua bentuk ibadah haji, dan lebih gampang untuk dilakukan seorang hamba di saat dia melaksanakan tahallul antara umrah dan haji.

Jika dia menenteng hadyun ( binatang kurban untuk disembelih pada ibadah haji), maka mempunyai arti dia melaksanakan haji qiran, alasannya yakni nabi saw melaksanakan qiran di saat menenteng al hadyu, dan tidak berpindah terhadap bentuk lainnya.

Barang siapa berihram untuk haji qiran atau ifrad, dibolehkan baginya untuk mengalihkan terhadap haji tamattu’, alasannya yakni nabi saw memerintahan para sahabatnya untuk bertahallul dan merubahnya menjadi umrah. 

Barang siapa yang bermaksud haji tamattu’ dan khawatir  tertinggal alasannya yakni terburu-buru untuk pergi ke Arafah, sedangkan dia belum bertahalul dari umrah, menyerupai halnya orang yang sedang haidh dan belum sempat bersuci, atau ketakutan bila dia  pergi untuk umrah tidak akan bisa melaksanakan wukuf di Arafah, maka boleh baginya untuk berpindah ke haji qiran. Hal ini menurut perintah nabi saw terhadap Aisyah di saat tiba haidh untuk memasukkan haji ke dalam umrah sehingga menjadi haji qiran.

Maksud dari haji tamattu’ yakni seseorang berihram untuk melaksanakan umrah pada viral haji, kemudian bertahallul darinya, kemudian melaksanakan ihram untuk haji dari Mekkah. Jika bukan tergolong penduduk Mekkah, maka dia  berkewajiban menyembelih  binatang kurban) , bila tidak mendapatkannya, maka hendaknya puasa tiga hari pada viral haji, dan tujuh hari  bila pulang terhadap keluarganya. Hal ini menurut firman Allah swt :

فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ

“Maka bagi siapa yang ingin melakukan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) binatang kurban yang gampang didapat. namun bila ia tidak menerima (hewan kurban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kau sudah pulang kembali” (Qs. al Baqarah : 196)

Sedangkah haji qiran yakni seseorang berihram untuk melaksanakan umrah dan haji secara bersamaan, dan dia tidak bertahallul kecuali sesudah menyelesaikan ibadah haji. Orang melaksanakan ibadah haji qiran sama dengan haji tamattu’ alasannya yakni keduanya memadukan dua ibadah yakni haji dan umrah, maka wajib menyembelih binatang kurban.

Sedangkan haji ifrad yakni seseorang berihram untuk melaksankan ibadah haji saja, kemudian dia berihram untuk melaksanakan ibadah umrah sesudah menyelesaikan ibadah haji, dan tidak ada keharusan untuk menyembelih binatang kurban

Related : Ihram

0 Komentar untuk "Ihram"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close