Guru Profesional Berdasarkan Al-Ghazali


A.    Latar Belakang Masalah
 pendidikan telah dilakukan oleh insan pertama di muka bumi ini Guru Profesional Menurut Al-Ghazali

Dalam lingkup sejarah, pendidikan telah dilakukan oleh insan pertama di muka bumi ini, yaitu semenjak Nabi Adam. Bahkan dalam al-Quran dinyatakan bahwa proses pendidikan terjadi pada dikala Adam berdialog dengan Tuhan. Pendidikan ini muncul alasannya yakni adanya motivasi pada diri Adam serta kehendak Tuhan sebagai pendidik pribadi Adam untuk mengajarkan beberapa nama[1]. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 31.
????????? ????? ?????????? ???????? ????? ?????????? ????? ?????????????? ??????? ??????????? ?????????? ???????? ??? ??????? ??????????) ??????:??(
Artinya: �Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat kemudian berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jikalau kau memang benar orang-orang yang benar!"(Qs. Al-Baqarah:31).

Jelas sekali bahwa insan hidup di dunia ini membutuhkan pendidikan. Karena tanpa pendidikan hidup insan akan tidak teratur bahkan bisa merusak sistem kehidupan di dunia. Hal ini terbukti dengan pendidikan Nabi Adam yang diterima pribadi dari Tuhan. Dalam Bahasa Indonesia kata pendidikan berangkat dari kata dasar didik yang mempunyai arti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai budpekerti dan kecerdasan pikiran[2]. Karena kata tersebut mendapat imbuhan pe-an, maka pendidikan bermakna sebuah proses.
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi, tujuan, kurikulum, materi ajar, pendidik, penerima didik, sarana prasarana, dan lingkungan.[3]Di antara kedelapan aspek tersebut satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Karena  aspek tersebut saling berkaitan sehingga membentuk satu sistem. Salah satu faktor yang sangat kuat terhadap keberhasilan pendidikan yakni aspek pendidik atau guru.
Begitu besar kiprah pendidik dalam sebuah keberhasilan pendidikan, oleh alasannya yakni itu seorang pendidik dituntut harus bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidik sebagai tonggak utama penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan, haruslah menyadari profesinya.  Sebagaimana dikeseharian, kiprah formal seorang guru tidak sebatas berdiri di hadapan penerima didik selama berjam-jam hanya untuk mentransfer pengetahuan pada penerima didik. Lebih dari itu, guru juga menyandang predikat sebagai sosok yang layak digugu dan ditiru oleh penerima didik dalam segala aspek kehidupan, hal inilah yang menuntut biar guru bersikap sabar, jujur, dan penuh pengabdian. Sebab dalam konteks pendidikan, sosok pendidik mengandung makna model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan bahkan konsultan bagi penerima didiknya.
Semua orang yakin bahwa pendidik mempunyai andil yang sangat besar terhadap keberhasilan penerima didik. Guru sangat berperan dan mempunyai kiprah yang cukup besar terhadap kematangan intelektual, spiritual, dan emosional penerima didik.[4]Dalam dunia pendidikan, komponen Guru sangatlah penting, yakni orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan anak didik, dan bertanggungjawab atas segala sikap, tingkah laris dan perbuatan dalam rangka membina anak didik biar menjadi orang yang bersusila yang cakap, mempunyai kegunaan bagi nusa dan bangsa.
Peran guru sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan pendidikan tentu harus didukung dengan beberapa separangkat keahlian. Dalam istilah lainnya, guru juga mempunyai batasan-batasan tertentu sehingga ia dikatakan sebagai pendidik atau guru yang profesional. Hal ini perlu ditekankan, mengingat banyak orang yang berprofesi sebagai guru tapi tidak bertindak dan berakhlak layaknya seorang guru profesional. Penulis tidak hendak mengecilkan image sosok guru pada dikala ini, tapi fakta banyak diberitakan di media massa ada sebagian guru yang tidak punya susila serta tidak pantas disebut sebagai guru.
Seperti termuat dalam koran nasional Sindo seorang guru memperkosa lima muridnya dengan menjanjikan nilai anggun kepada korbannya.[5]Diberitakan juga oleh Berita Liputan 6, di Polewali Mandar banyak murid yang tidak masuk ke dalam kelas dan menghabiskan waktunya dengan duduk dan bermain saja di sekolahan alasannya yakni sejumlah guru yang tidak masuk kelas untuk mengajar dan mendidik siswa.[6]Selain itu, masih banyak tindak ketidak profesionalan seorang guru yang belum sempat termuat oleh media.
Dari potret pendidikan yang terjadi di Indonesia tentu kiprah guru tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Dalam hal peningkatan profesinalisme seorang guru, pemerintah juga telah banyak melaksanakan terobosan menyerupai disyaratkannya ijazah strata 1 untuk menjadi seorang guru di forum pendidikan formal dari jenjang Sekolah Menengan Atas sederajat hingga dengan ke bawah. Stara 2 bagi dosen di perguruan tinggi tinggi Negeri atau swasta. Selain itu juga ada kegiatan sertifikasi yang dilakukan pemerintah baik untuk guru maupun dosen.
Meski Pemerintah telah membuat batasan-batasan guru profesional yang tertuang dalam Undang-undang Guru dan Dosen, tentu permasalahan pendidikan dalam ruang lingkup guru tidak bisa selesai begitu saja. Hal ini dikarenakan sedikitnya rujukan profil guru yang profesional. Selain itu juga banyak permasalahan lain yang harus diselesaikan.
Pembahasan perihal profesional guru banyak sekali ditemukan di toko buku, perpustakaan, dan taman baca. Namun dari banyaknya tempat itu, tidak banyak  menyediakan buku atau rujukan menjadi guru profesional yang berasal dari Ulama Islam. Padahal, kalau kita melihat karya-karya ulama muslim yang berbicara pendidikan tidaklah sedikit.
Tidak hanya sebatas pendidikan, bahkan sub dari pendidikan yaitu kajian perihal guru juga banyak diulas dalam karya-karya tersebut. Dari sinilah peneliti ingin mengetahui Ulama Islam menjelaskan bagaimana menjadi guru yang profesional. Kalau kita melihat sejarah Islam, pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah di Baghdad mengalami kejayaan. Hal ini di dukung dengan adanya beberapa faktor yang sangat mendukung. Diantaranya yakni Madrasah Nidzamiyah, guru yang cakap, serta kurikulum pendidikan yang baik.[7]
Salah satu tokoh pendidikan pada waktu itu yakni al-Ghazali, yang lahir pada tahun 1058 M dan meninggal pada tahun 1111 M. Ulama sekaligus pendidik ini banyak menulis inspirasi dan konsep. Diantara sebagian banyak karangannya, ada beberapa buku yang berbicara perihal pendidikan. Termasuk di dalamnya membahas bagaimana menjadi guru profesional. Lebih dari itu, corak pendidikan al-Ghazali sangat kental dengan nuansa budpekerti yang baik[8]. Tentu hal ini sangat pantas diketahui, alasannya yakni krisis pendidikan pada remaja ini kebanyakan berada pada daerah akhlak.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul Guru Profesional Menurut Al-Ghazali.�
B.    Rumusan Masalah
Rumusan persoalan dalam penulisan proposal skripsi ini yakni sebagai berikut:
1.     Bagaimana  konsep guru profesional berdasarkan al-Ghazali?
2.     Bagaimana kiat-kiat meningkatkan profesionalitas guru berdasarkan al-Ghazali?
3.     Bagaimana Profesi pendidik (pengajar, guru) berdasarkan Al-Ghazali?
C.    Penjelasan Istilah
Istilah yang terdapat dalam judul proposal skripsi ini sebagai berikut:
1.     Guru
Guru dalam kamus besar bahasa indonesia yakni �orang yang kerjanya mengajar�.[9]Guru dalam konteks ilmu pendidikan islam disebut dengan istilah murabbi, muallim dan muaddib. Pengetian murabbi berdasarkan Ahmad Tafsir lafad tarbiyah terdiri dari empat unsur, yaitu: �menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa, berbagi seluruh potensi, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan dan melaksanakan secara bertahap�.[10]
Adapun untuk makna guru dalam penelitian ini semakna dengan pengertian kamus tersebut, yaitu orang yang mengajar kepada murid baik sisi intelektual, emosional, dan spiritual. Sedangkan guru profesional yakni guru yang bisa bertindak secara profesional.
2.     Profesional
Profesional yakni jabatan atau pekerjaan yang dilandasi kompetensi dibidangnya, berupa pengetahuan, ketrampilan dan keahlian khusus, sebagai kualitas tindak tanduk yang mencermnkan tenaga profesional.[11]Menurut Ahmad Tafsir profesionalisme yakni paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional yakni orang mempunyai profesi.[12]Profesional menunjuk pada dua hal, pertama orang yang menyandang suatu profesi, kedua penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.[13]
Menurut pnulius, profesional yakni seseorang yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan. Sehingga ia bisa melaksanakan kiprah dan tujuan sebagai guru dengan maksimal.
3.     Al-Ghazali
Al-Ghazali, salah satu tokoh pemikir di dalam dunia Islam yang dikenal sebagai seorang teolog, filsuf, mahir hukum, dan sufi. Hidup pada periode pemerintahan Bani Saljuk.[14]Adapun nama lengkapnya yakni Abu Hamid Ibn Muhammad bin Ahmad  al-Ghazali, yang mendapat gelar Hujjah al Islam. Ia lahir di Thus kepingan dari kota Khurasan Iran, pada tahun 1058 M.[15]
D.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penulisan proposal skripsi ini yakni sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui konsep guru profesional berdasarkan al-Ghazali.
2.     Untuk mengetahui kiat-kiat meningkatkan profesionalitas guru berdasarkan al-Ghazali.
3.     Untuk mengetahui Profesi pendidik (pengajar, guru) berdasarkan Al-Ghazali.
E.    Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian penulisan proposal skripsi ini yakni sebagi berikut:
              Secara teoritis pembahasan ini bermanfaat bagi para pelaku pendidikan, secara umum sanggup menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai Guru Profesional Menurut Al-Ghazali. Selain itu  hasil pembahasan ini sanggup di jadikan materi kajian bidang study pendidikan.
Hasil pembahasan ini sanggup memperlihatkan arti dan niliai tambah dalam memperbaiki dan mengaplikasikan Guru Profesional Menurut Al-Ghazali ini dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, pembahasan ini di harapkan sanggup menjadi perhiasan acuan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.
F.     Landasan Teori
Pandangan perihal gambaran guru sebagai orang yang wajib digugu (dipatuhi) dan ditiru (diteladani) tidak perlu diragukan kebenarannya, konsep keguruan  klasik tersebut mengandaikan pribadi guru serta perbuatan kependidikan atau keguruan yakni tanpa cela, sehinga pantas  hadir sebagai insan model yang ideal. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan. Jadi, guru wajib digugu dan ditiru tersebut perlu disikapi secara kritis dan realistis. Benarlah bahwa guru dituntut menjadi tauladan bagi siswa dan orang-orang sekelilingnya, tetapi guru yakni orang yang tidak pernah bebas dari cela dan kelemahan, justru salah satu  keutamaan guru hendaknya diukur dari kegigihan perjuangan guru yang bersangkutan untuk menyempurnakan diri dan karyanya. Guru yang sempurna, ideal, selamanya tetap merupakan suatu cita-cita.
Atas pemikiran di atas, maka upaya menyiapkan tenaga guru merupakan langkah utama dan pertama yang harus dilakukan. Dalam arti formal kiprah keguruan bersikap profesional, yaitu kiprah yang tidak sanggup diserahkan kepada sembarang orang.[16]Dalam artian, guru tersebut harus mempunyai kemampuan untuk mengerahkan dan membina anak didiknya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang luhur dan bermanfaat berdasarkan pandangan agama.
Pendidik yang pertama dan utama yakni orang renta (ayah dan ibu), alasannya yakni adanya pertalian darah yang secara pribadi bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, alasannya yakni sukses anaknya merupakan sukses orang renta juga. Orang renta disebut pendidik kodrati. Apabila orang renta tidak punya kemampuan dan waktu untuk mendidik, maka mereka menyerahkan sebagian tanggungjawabnya kepada orang lain atau forum pendidikan yang berkompetensi untuk melaksanakan kiprah mendidik.
Seorang guru dituntut bisa memainkan peranan dan funginya dalam menjalankan kiprah keguruannya. Dalam Ilmu Pendidikan Islam, membagi kiprah guru ada dua; Pertama, membimbing anak didik mencari pengenalan terhadap kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya. Kedua, membuat situasi untuk pendidikan, yaitu suatu keadaan dimana tindakan pendidikan sanggup berlangsung dengan baik dan hasil memuaskan.
Untuk menjadi guru yang profesional tidaklah mudah, alasannya yakni ia harus mempunyai banyak sekali kompetensi keguruan. Kompetensi dasar bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. Pontensi dasar itu yakni milik individu sebagai hasil proses yang tumbuh alasannya yakni adanya inayah Allah SWT, personifikasi ibu waktu mengandung dan situasi yang mempengaruhinya baik pribadi maupun melalui ibu waktu mengandung atau faktor keturunan. Hal inilah yang dipakai sebagai pijakan bagi individu dalam menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah Allah.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa dalam fatwa Islam, guru mendapatkan penghormatan dan kedudukan yang amat tinggi. Penghormatan dan kedudukan yang  tinggi ini amat logis diberikan kepadanya, alasannya yakni dilihat dari jasanya yang demikian besar dalam membimbing, mengarahkan, memperlihatkan pengetahuan, membentuk budpekerti dan menyiapkan anak didik biar siap menghadapi hari depan dengan penuh keyakinan dan percaya diri, sehingga sanggup melaksanakan fungsi kekhalifahannya di muka bumi dengan baik. 
Sifat yang dimiliki guru yakni harus mempunyai sifat zuhud, yaitu tidak sesuai dengan pendapat Mohammad Athiyah Al-Abrosyi, salah satu dari mengutamakan untuk mendapatkan materi dalam tugasnya, melainkan alasannya yakni mengharapkan keridhaan Allah semata-mata. Ini tidak berarti bahwa seorang guru harus hidup miskin, melarat, dan sengsara, melainkan boleh ia mempunyai kekayaan sebagaimana lazimnya orang lain dan ini tidak berarti pula bahwa guru dihentikan mendapatkan pinjaman atau upah dari muridnya, melainkan ia boleh saja menerimanya pinjaman upah tersebut alasannya yakni jasanya dalam mengajar, tetapi semua ini jangan diniatkan dari awal tugasnya. Pada awal tugasnya hendaklah ia niatkan semata-mata alasannya yakni Allah. Dengan demikian, maka kiprah guru akan dilaksanakan dengan baik, apakah dalam keadaan punya uang atau tidak ada uang.
Selanjutnya dijumpai pula pendapat Al-Ghazali bahwa hendaknya seorang guru tidak mengharapkan imbalan, balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu bermaksud mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.[17]Mengenai persoalan honor guru, menurutnya, sosok guru ideal yakni yang mempunyai motivasi mengajar yang tulus ikhlas. Dalam mengamalkan ilmunya semata-mata untuk  bekal di alam abadi bukan untuk dunianya, sehingga tidak mengharapkan imbalan, dan menjadi panutan serta mengajak pada jalan Allah dan mengajar itu harganya lebih tinggi dari pada harta benda.
Selanjutnya berdasarkan pendapat Zakiah Daradjat, untuk menjadi guru yang baik yaitu yang sanggup memenuhi tanggung jawab yang dibebankan padanya, salain bertakwa kepada Allah, sehat jasmaninya, baik akhlaknya dan berjiwa sosial, seorang guru juga dituntut bakir pengetahuan, yaitu dengan mempunyai ijazah sebagai tanda bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang dibutuhkan untuk suatu jabatan, yang selanjutnya harus berusaha mengasihi pekerjaannya. Dan kecintaan terhadap pekerjaan guru akan bertambah besar apabila dihayati benar-benar keindahan dan kemuliaan kiprah ini, alasannya yakni boleh jadi itu bahu-membahu tidak sengaja mengajar, akan tetapi ia menjadi guru hanyalah untuk mencari nafkah, maka pekerjaannya sebagai guru dinilai dari segi material. Apabila yang dipandang material atau hasil pribadi yang diterimanya tidak seimbang dengan beban kerja yang dipikulnya, maka ia akan mengalami kegoncangan. Sehingga tindakan dan sikapnya terhadap anak didik akan terpengaruh pula. Hal itupun sanggup merusak nilai pendidikan yang diterima oleh anak didik.[18]
Dengan melihat sekilas pemaparan atau uraian perihal sosok guru, bahwa sosok guru selalu mengalami perkembangan, begitu juga sosok guru Al-Ghazali dan Zakiah Daradjat ternyata ada perbedaan dan persamaan.


G.   Kajian Terdahulu
Nama: Faiza Nim: A. 294481/3431 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Almuslim Matangglumpangdua Bireuen Pada tahun 2014 dengan judul skripsi Interaksi Guru Dan Murid di MTsN Bireuen metode yang dipakai dalam penelitiannya yakni metode fiel reserch dengan kesimpulan sebagai berikut:
1.     Interaksi guru dan murid di MTsN Bireuen yakni guru sebagai guru, guru sebagai orang tua, guru sebagai sejawat belajar.
2.     Usaha-usaha yang dilakukan pihak sekolah dalam membangun relasi yang efektif antara guru dan murid yakni guru berperilaku secara profesional, guru membimbing penerima didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu.
3.     Keberhasilan yang di capai di MTsN Bireuen dalam membangun relasi yang efektif antara guru dan murid yakni guru membangun kedekatan secara lahir dengan murid serta guru juga bisa membangun kedekatan secara batin dengan murid.
H.    Metodelogi Penelitian
1.     Jenis penelitian
Penelitian ini yakni jenis studi yang termasuk kedalam library research atau kepustakaan yaitu data/bahan yang diambil dari data/bahan yang tertulis atau pernah diteliti sebelumnya.[19] Adapun pendekatan yang dipakai dalam skripsi ini yakni pendekatan kualitatif.

2.     Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis dipakai dalam penulisan ini yakni metode deskriptif, yaitu suatu metode pemecahan persoalan yang ada masa kini mencakup pencatatan, penguraian, penafsiran dan analisa terhadap data yang ada, sehingga menjadi suatu karya tulis yang rapi dan utuh. Penelitian ini akan menjelaskan Guru Profesional Menurut Al-Ghazali.
3.     Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yakni pembahasan mengenai kerangka penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto bahwa: �Ruang Lingkup Penelitian yakni kepingan teori dari penelitian yang menjelaskan perihal alasan atau argumentasi bagi rumusan masalah�[20] Ruang lingkup penelitian ini yakni sebagai berikut:
NO
Ruang Lingkup Penelitian
Hasil Yang diharapkan

1
Konsep guru profesional berdasarkan al-Ghazali.
a)     Mempunyai nalar cerdas,
b)     Mempunyai budpekerti yang sempurna,
c)     Mempunyai fisik yang kuat.
2
Kiat-kiat meningkatkan profesionalitas guru berdasarkan al-Ghazali.

a)      Mengikuti jejak Rasulullah dalam kiprah dan kewajibannya.
b)     Memberikan kasih sayang terhadap anak didik.
c)     Menjadi teladan terhadap anak didik.
d)     Menghormati kode etik guru
3

Profesi pendidik (pengajar, guru) berdasarkan Al-Ghazali.

a)     Alasan yang berafiliasi dengan sifat naluriah.
b)     Alasan yang berafiliasi dengan kemanfaatan umum.
c)      Alasan yang berafiliasi dengan unsur yang dikerjakan.

4.     Sumber Data
1)     Data primer yakni sumber data yang pribadi dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian.[21]. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah:
a)     Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. 6, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
b)     Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru, Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000.
c)     Abuddin Nata, Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
d)     Abuddin Nata,  Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
e)     Al-Ghazali, Terj., Ismail Yakub, Ihya� Ulumuddin,Cet VI,  Semarang: C.V. Faizan, 1979.
2)     Data skunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber data primer tersebut yaitu buku:
a)     Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Cet. VIII; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009
b)     Buchari Alma, et al., Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampail Mengajar, Bandung: Alfabeta, 2009.
c)     Basuki & Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: STAIN PoPress, 2007.
d)     Sardiman. AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,Jakarta, Raja Grafindo, Persada, 2007
e)     Ngalim Purwanto, Psikologi Pindidikan , Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999.
f)      Hamzah B, Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
g)     Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. 6, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
5.     Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan yakni teknik library research yaitu menelaah buku-buku, teks dan literature-literature yang berkaitan dengan permasalahan di atas.[22]Suatu metode pengumpulan data atau materi melalui perpustakaan yaitu dengan membaca dan menganalisa buku-buku, majalah-majalah yang ada kaitannya dengan persoalan yang penulis teliti. Selain itu juga akan memanfaatkan akomodasi internet untuk memperoleh literatur-literatur yang berafiliasi dengan skripsi ini.
6.     Tehnik Analisa Data

Teknik analisis data yakni proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memperlihatkan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan contoh uraian dan mencari relasi di antara dimensi-dimensi uraian.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data yakni yakni suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi dengan mengidentifikasi huruf khusus secara obyektif dan sistematik yang menghasilkan deskripsi yang obyektif, sistematik mengenai isi yang terungkap dalam komunikasi.[23]
Tehnik penulisan dalam skripsi ini penulis berpedoman pada Buku Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Almuslim Peusangan Bireuen Aceh tahun 2014. Mengenai terjemahan ayat Al-Qur�an, penulis mengambil Buku Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur�an Kementrian agama RI, Al-Qur�an dan Terjemahannya Perkata, penerbit CV. Kalim, Jakarta Tahun 2010.
I.      Garis Besar Isi Proposal Skripsi
Garis besar dalam penulisan  proposal skripsi  ini yakni sebagai berikut :
            Bab satu terdapat pendahuluan meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, klarifikasi istilah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, Landasan Teori, Kajian terdahulu, metode penelitian dan garis besar isi proposal skripsi.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur�anul Karim

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

                        , Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

                        , Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

                        ,Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Anton Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, t.th.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. 6, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Al-Ghazali, Terj., Ismail Yakub, Ihya� Ulumuddin, Cet VI,  Semarang: C.V. Faizan, 1979.

HasyimsyahNasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,1999.

http://www.sindonews.com/read/2012/03/20/447/597012/janjikan-nilai-bagus-guru-perkosa-5-murid-smp. Diakses pada hari rabu 11.30. WIB.

http://berita.liputan6.com/read/379516/guru-bolos-mengajar-siswa-telantar. diakses pada hari rabu 11. 50. WIB

Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Alumni, 1980.

Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.

Muhammad, Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam,Terjemahan oleh Mahmud Arif, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru, Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000.

Mungin Eddy Wibowo, Paradigma Bimbingan dan Konseling, Semarang; DEPDIKNAS, 2001.

Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Intregatif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, Yogyakarta: LKiS, 2009.

Rama Yulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam  Telaah Sistem Pendidikan  dan Pemikiran para Tokohnya, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Sutrisno Hadi, Metode Research, Jilid I, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987.

Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000.

Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,             Bandung: Angkasa, 1987.

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.





               [1]Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Intregatif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 16.
               [2] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hal. 263.
               [3]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 90.
               [4]Rama Yulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam  Telaah Sistem Pendidikan  dan Pemikiran para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hal.138.
               [5] http://www.sindonews.com/read/2012/03/20/447/597012/janjikan-nilai-bagus-guru-perkosa-5-murid-smp. Diakses pada hari rabu 11.30. WIB.
               [6]http://berita.liputan6.com/read/379516/guru-bolos-mengajar-siswa-telantar. diakses pada hari rabu 11. 50. WIB
               [7]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.  66-70.
               [8]Muhammad, Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam,Terjemahan oleh Mahmud Arif, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hal. 119.
               [9] D. Anton Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, t.th.), hal. 30.
               [10]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Cet. 6, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 29.
               [11]Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 229.
               [12]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hal. 107.
               [13]Mungin Eddy Wibowo, Paradigma Bimbingan dan Konseling, (Semarang; DEPDIKNAS, 2001), hal. 2.
               [14]Abuddin Nata, Pemikiran para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 85.
               [15]HasyimsyahNasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,1999), hal. 77.
               [16]Abuddin Nata,  Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1.
               [17] Al-Ghazali, Terj., Ismail Yakub, Ihya� Ulumuddin, Cet VI,  (Semarang: C.V. Faizan, 1979), hal. 214.
               [18]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 41-42.
               [19]Sutrisno Hadi, Metode Research, Jilid I, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987), hal. 136.
[20] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 76.
[21]Winarmo Surachmad,. Dasar dan Teknik Research Pengantar Metodologi Ilmiah,             (Bandung: Angkasa, 1987), hal. 163.
[22]Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Alumni, 1980), hal. 28.

[23]Lexy J., Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 44.

Related : Guru Profesional Berdasarkan Al-Ghazali

0 Komentar untuk "Guru Profesional Berdasarkan Al-Ghazali"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close