Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wassallam, keluarga, dan para sahabatnya, serta pengikutnya yang senantiasa setia dan Istiqomah.
Miqat Haji dan Umrah
Di dalamnya terdapat lima pembahasan :
Pembahasan Pertama : Waktu Haji Dan Umrah
Umrah boleh dilakukan kapan saja sepanjang tahun, baik pada demam isu haji, maupun pada waktu lainnya, lebih ditekankan lagi pada bulan Ramadhan, alasannya yakni pahalanya menyerupai pahala haji bareng nabi Muhammad. Sebagaimana dalam hadist :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ لَمَّا رَجَعَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ قَالَ لأُمِّ سِنَانٍ الأَنْصَارِيَّةِ رضي الله عنها: َإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى
“Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma bercerita, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pulang dari hajinya, dia berkata terhadap Ummu Sinan Al Anshariyyah: “Sesungguhnya berumrah di bulan Ramadhan senilai haji bersamaku”. (HR. Muslim)
Begitu juga diusulkan untuk melaksanakan umrah pada demam isu haji, alasannya yakni nabi melakukannya.
Dan dibolehkan mengulangi ibadah umrah, menyerupai yang pernah dilakukan oleh Aisyah saat melaksanakan umrah dua kali pada bulan Dzulhijjah, dan hal itu dilakukan oleh beberapa teman dekat juga.
Barang siapa yang akan melaksanakan ibadah haji, hendaknya dia bermaksud ihram sesudah bulan Syawal, hal ini menurut firman Allah :
الْحَجُّ أَشْهُرُ مَّعْلُومَاتُ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
“(Musim) haji yakni beberapa bulan yang dimaklumi, barang-siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan menger-jakan haji, maka dihentikan rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa menjalankan haji. (QS. Al-Baqarah: 197)
Maksud dari bulan-bulan haji yakni Syawal, Dulqa’dah dan Dzulhijjah, demikianlah yang ditafsirkan oleh Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas. Jika dia bermaksud ihram untuk haji sebelum bulan Syawal, maka hal itu tidak dianjurkan, akan namun hajinya tetap sah.
Pembahasan Kedua : Miqat Makani untuk Ihram
Miqat Makani ada lima, sebagaimana yang tersebut di dalam hadist :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ وَقَّتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلِأَهْلِ الشَّأْمِ الْجُحْفَةَ وَلِأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ فَهُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ لِمَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَمَنْ كَانَ دُونَهُنَّ فَمُهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ وَكَذَاكَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا
“Dari Ibnu 'Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al Juhfah, bagi penduduk Najed di Qarnul Manazil dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam. Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri tersebut dan juga bagi yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut kalau tiba melalui tempat-tempat tersebut dan bermaksud untuk hajji dan umrah. Sedangkan bagi orang-orang selain itu, maka mereka mengawali dari kawasan tinggalnya (keluarga) dan begitulah ketentuannya sehingga bagi penduduk Makkah, mereka memulainya (bertalbiah) dari (rumah mereka) di Makkah" ( HR Bukhari dan Muslim )
Dan dalam hadist Aisyah :
“ Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alahi wassalam memicu untuk penduduk Iraq Dzatu Irqin selaku miqat mereka. “ (HR. Abu Daud dan Nasa’i)
Jika seorang yang sedang menunaikan ibadah haji atau umrah lewat jalan yang menuju ke salah satu dari lima kawasan tersebut, maka itu yakni miqatnya, baik dia tergolong orang yang mempunyai miqat kawasan itu, maupun tidak. Dan barang siapa yang lewat jalan yang tidak menuju terhadap salah satu miqat tersebut, maka kalau dia melalui jalan yang mendekati salah satu miqat tersebut, dia sanggup melaksanakan ihram dan mulai memasuki ibadah haji. Hal ini sesuai dengan perkataan Umar bin Khattab : “ Lihatlah yang sejajar dengan jalan yang kalian tempuh “ (HR Bukhari)
Maka barang siapa yang -umpamanya- naik pesawat terbang, maka hendaknya berihram saat pesawat tersebut melewat di atas salah satu miqat yang lima tersebut atau lewat sejajar dengan salah satu miqat. Jika hal tersebut tidak sanggup diketahui, maka selaku bentuk kehati-hatian, hendaknya dia melaksanakan ihram sebelum miqat tersebut, alasannya yakni memang dibolehkan berihram sebelum melalui miqat kalau memang dibutuhkan. Tetapi kalau tidak ada kebutuhan, maka disunnahkan untuk melaksanakan ihram di miqat tersebut sebagaimana yang dilaksanakan oleh nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.
Pembahasan Ketiga : Miqat Penduduk Mekkah Dan Yang Rumahnya Berada di dalam Miqat.
Barang siapa yang rumahnya lebih bersahabat dengan Mekkah dari pada miqat-miqat tersebut, maka hendaknya berihram dari rumahnya. Jika dia ingin melaksanakan ibadah haji, padahal dia tinggal di Mekkah, maka hendaknya dia berihram untuk haji dari Mekkah, hal ini sesuai dengan hadist :
حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا
“ Sehingga bagi penduduk Makkah, mereka memulainya (bertalbiah) dari (rumah mereka) di Makkah".
Adapun orang yang ingin melaksanakan umrah, maka dia mesti keluar ke perbatasan Haram, dan berihram dari luar Haram, menyerupai al-Ju’ranah atau at-Tan’im, alasannya yakni Nabi saw mengutus Aisyah ra saat hendak melakukanumrah dan dia berada di Makkah untuk keluar menuju Tan’im.
Pembahasan Keempat : Ihram Dari Jeddah
Seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji dihentikan berihram dari Jeddah , alasannya yakni dia sudah melalui miqat-miqat yang sudah diputuskan oleh nabi Muhammada saw, maka wajib baginya untuk berihram dari tempat-tempat tersebut atau yang sejajar dengannya. Permasalahannya bukan alasannya yakni Jeddah tergolong kawasan yang berada di dalam Miqat atau di luar Miqat, namun kalau dia tiba dari arah Sawakin -salah satu kota yang berada di Sudan- maka boleh baginya untuk berihram dari Jeddah, alasannya yakni dalam kondisi menyerupai ini secara khusus dia tidak melalui miqat-miqat tersebut dan tidak pula melalui tempat-tempat yang sejajar dengannya, maka ihram dari Jeddah menjadi sah.
Pembahasan Kelima : Hukum Masuk Mekkah Tanpa Berniat Untuk Melakukan Ibadah Haji
Barang siapa yang datang dari kota kawasan tinggalnya untuk melakukan pekerjaan di Mekkah atau yang bersahabat dengannya, sedangkan dia tidak bermaksud untuk melaksanakan ibadah haji atau dia masih sangsi apakah mau melaksanakan ibadah haji atau umrah, kemudian gres ada kepastian untuk melaksanakan ibadah haji sesudah masuk Mekkah, maka statusnya menyerupai status penduduk Mekkah, yakni dia hendaknya berihram untuk haji dari Mekkah dan berihram untuk Umrah dari luar Mekkah.
Adapun yang sudah bermaksud untuk melaksanakan ibadah haji sebelum hingga Mekkah, maka dia mesti kembali ke Miqat untuk melaksanakan ihram haji, kalau tidak, maka wajib baginya untuk menyembelih kambing untuk dibagikan terhadap orang-orang miskin yang ada di Haram.
Barang siapa yang melalui miqat dengan bermaksud untuk melaksanakan ibadah haji, namun belum melaksanakan ihram, maka dia wajib kembali ke Miqat untuk melaksanakan ihram, kalau tidak kembali ke Miqat, maka dia berihram dari tempatnya dan mesti menyembelih kambing untuk dibagikan terhadap orang-orang faqir yang ada di Haram, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas : “ Barang siapa yang meninggalkan salah satu keharusan ibadah haji, maka wajib baginya untuk mengeluarkan duit dam (menyembelih binatang kurban )“
0 Komentar untuk "Miqat Haji Dan Umrah"