Perbuatan Mulia Yang Paling Dicintai Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam mudah-mudahan tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassallam keluarga sobat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.

Al-Qur’an menjelaskan, sebagaimana yang diterangkan oleh sunnah Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam, bahwa sesungguhnya perbuatan insan di segi Allah itu memiliki aneka macam tingkatan. Ada perbuatan yang paling mulia dan paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta'ala daripada perbuatan yang lainnya. 

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ ٱلْحَآجِّ وَعِمَارَةَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ كَمَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَجَٰهَدَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُۥنَ عِندَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَآئِزُونَ


Artinya: “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman terhadap orang-orang yang melaksanakan haji dan mengelola masjid al-Haram, kau samakan dengan orang-orang yang beriman terhadap Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di segi Allah, dan Allah tidak menampilkan isyarat terhadap kaum yang zalim.

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, merupakan lebih tinggi derajadnya di segi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS At-Taubah: 19-20)

Dalam suatu hadis asli disebutkan, “Sesungguhnya iktikad itu ada enam puluh lebih cabang atau tujuh puluh lebih yang paling tinggi di antaranya merupakan la ilaha illa Allah, dan yang terendah merupakan menyingkirkan penghalang yang ada di jalan.”

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Jama’ah dari Abu Hurairah; al-Bukhari meriwayatkannya dengan lafal “enam puluh macam lebih”; Muslim meriwayatkannya dengan lafal “tujuh puluh macam lebih” dan juga dengan lafal “enam puluh macam lebih”; Tirmidzi meriwayatkannya dengan “tujuh puluh macam lebih” dan begitu juga dengan an-Nasa’i. 

Hal ini menampilkan bahwa jenjang iktikad itu majemuk nilai dan tingkatannya. Penjenjangan ini didasarkan atas nilai-nilai dan dasar-dasar yang dipatuhi.

Di antara ukurannya merupakan bahwa jenis pekerjaan ini mesti pekerjaan yang paling langgeng (kontinyu). Pelakunya terus-menerus melakukannya dengan sarat disiplin. Sehingga perbuatan menyerupai ini sama sekali berlainan tingkat dengan perbuatan yang ditangani sekali-sekali dalam suatu waktu tertentu.

Sehubungan dengan hal ini dibilang dalam suatu hadis sahih: “Amalan yang paling dicintai Allah merupakan amalan yang paling kontinyu meskipun sedikit.” (Muttafaq ‘Alaih, dari ‘Aisyah (Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 163)

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dan Masruq berkata, “Aku mengajukan pertanyaan terhadap Aisyah r.a., Amalan apakah yang paling dicintai oleh Nabi saw?, Aisyah menjawab: “Amalan yang kontinyu.” (Muttafaq ‘Alaih, ibid., dalam al-Lu’lu’ wa al-Marjan (429)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. bahwa sesungguhnya Nabi saw masuk ke rumahnya, pada dikala itu ‘Aisyah sedang bareng dengan seorang perempuan.

Nabi saw bertanya, “Siapakah perempuan ini?”

Aisyah menjawab, “Fulanah yang sungguh tenar dengan salatnya (yakni sesungguhnya dia banyak sekali melaksanakan salat).”

Nabi shalallahu 'alaihi wassalam bersabda, “Aduh, lakukanlah apa yang kau bisa melakukannya. Demi Allah, Allah  Subhanahu wa ta'ala, tidak jenuh sehingga kau sendiri yang bosan.”

‘Aisyah berkata, “Amalan agama yang paling dicintai olehnya merupakan yang selalu ditangani oleh pelakunya.” (Muttafaq ‘Alaih, ibid., (449)

Syaikh Yusuf al-Qardhawi, cendekiawan muslim dari Mesir, menerangkan perkataan “aduh” dalam hadis tersebut menampilkan keberatan beliau  atas beban berat dalam beribadah, dan menambah beban diri di luar batas kemampuannya.

"Yang dia harapkan merupakan amalan yang sedikit tetapi terus-menerus dilakukan. Melakukan ketaatan secara terus-menerus sehingga banyak berkah yang diperoleh akan berlainan dengan amalan yang banyak namun memberatkan. Dan boleh jadi, amalan yang sedikit tetapi langgeng akan berkembang sehingga mengalahkan amalan yang banyak yang ditangani dalam satu waktu," tutur Syaikh Yusuf al-Qaradawi dalam "Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah" (1996).

Terdapat satu peribahasa yang sungguh tenar di golongan masyarakat, “Sesungguhnya sesuatu yang sedikit tetapi terus berjalan merupakan lebih baik ketimbang amalan yang banyak namun terputus.”

Itulah yang bikin Nabi Shalallahu alaihi wassallam memperingatkan orang-orang yang terlalu berlebihan dalam menjalankan agamanya dan sungguh kaku; lantaran sesungguhnya Nabi ketakutan bahwa orang itu akan jenuh dan kekuatannya menjadi lemah, lantaran kebanyakan begitulah kehabisan yang terdapat pada diri manusia. Dia akan putus di tengah jalan. Ia menjadi orang yang tidak jalan dan juga tidak berhenti.

Oleh lantaran itu, Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah kau melaksanakan amalan yang dapat kau lakukan, lantaran sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta'ala tidak jenuh sehingga kau menjadi jenuh sendiri.” (Muttafaq ‘Alaih, yang juga diriwayatkan dari ‘Aisyah: Sahih al-Jami’ as-Shaghir (4085).

Beliau SAW juga bersabda, “Ikutilah isyarat yang sederhana (tengah-tengah) lantaran orang yang kaku dan keras menjalankan agama ini akan dikalahkan olehnya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Hakim, dan Baihaqi dari Buraidah, ibid., (4086).

Sebab wurud hadis ini merupakan menyerupai apa yang diriwayatkan oleh Buraidah yang berkata, pada suatu hari saya keluar untuk suatu keperluan, dan kebetulan pada dikala itu saya berjalan bahu-membahu dengan Nabi saw . Dia menggandeng tangan saya, kemudian kami bahu-membahu pergi. Kemudian di depan kami ada seorang laki-laki yang memperpanjang ruku’ dan sujudnya.

Maka Nabi saw bersabda, "Apakah kau menyaksikan bahwa orang itu melaksanakan riya?"

Abu berkata, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu".

Kemudian dia melepaskan tanganku, dan membetulkan kedua tangan orang itu dan mengangkatnya sambil bersabda, "Ikutilah isyarat yang pertengahan…" (Disebutkan oleh al-Haitsami dalam al-Majma’, 1: 62 kemudian dia berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan orang-orang yang tsiqah.”)

Diriwayatkan dari Sahl bin Hunaif bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kau memperketat diri sendiri, lantaran orang-orang sebelum kau binasa lantaran mereka memperketat dan memberatkan diri mereka sendiri. Dan kau masih sanggup menerima sisa-sisa mereka dalam biara-biara mereka.” (8 al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Awsath dan al-Kabir, di dalamnya ada Abdullah bin Shalih, juru tulis al-Laits, yang dianggap tsiqat oleh Jama’ah dan dilemahkan oleh yang lainnya. (Al-Majma’, 1:62).

Amalan Yang Luas Manfaatnya
Kembali ke QS At-Taubah: 19-20. Syaikh Yusuf Qardhawi juga menerangkan berjuang di jalan Allah yang keuntungannya lebih dinikmati oleh umat merupakan lebih afdal di segi Allah dan lebih besar pahalanya ketimbang ibadah yang kita kerjakan berkali-kali, namun kemanfaatannya cuma untuk kita sendiri.

Abu Hurairah r.a. berkata, ada salah seorang sobat Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam yang berjalan di suatu kawasan yang memutuskan sumber mata air kecil, yang airnya tawar, dan dia merasa takjub kepadanya kemudian berkata, "Amboi, seandainya saya sanggup mengucilkan diri dari insan kemudian tinggal di kawasan ini! (untuk beribadah). Namun, saya tidak akan melakukannya sebelum saya meminta izin apalagi dulu terhadap Rasulullah shalallahu alaihi wassallam."

Maka Nabi saw bersabda, "Jangan lakukan, lantaran sesungguhnya keterlibatanmu dalam usaha di jalan Allah merupakan lebih utama ketimbang salat selama tujuh puluh tahun. Tidakkah kau bahagia apabila Allah Subhanahu wa ta'ala mengampuni dosamu, dan memasukkan kau ke surga. Berjuanglah di jalan Allah. Barangsiapa yang menyingsingkan lengan baju untuk berjuang di jalan Allah, maka wajib baginya surga.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dianggap selaku hadis hasan olehnya (1650), beserta Hakim yang menganggapnya selaku hadits asli menurut syarat Muslim, dan juga disepakati oleh adz-Dzahabi, 2:68)

Atas dasar itulah, menurut Syaikh Qardhawi, dalam beberapa hadis, ilmu wawasan dianggap lebih utama ketimbang ibadah, lantaran faedah ibadah cuma kembali terhadap pelakunya sedangkan faedah ilmu wawasan merupakan untuk insan yang lebih luas.

Di antara hadis itu adalah: “Keutamaan ilmu pengelahuan itu merupakan lebih saya cintai ketimbang keunggulan ibadah, dan agamamu yang paling baik merupakan sifat wara’.“ (Diriwayatkan oleh al-Bazzar, Thabrani di dalam al-Awsath, dan al-Hakim dari Hudzaifah, dan dari Sa'ad, yang disahihkan olehnya dengan syarat yang ditetapkan oleh Bukhari dan Muslim; serta disepakati oleh adz-Dzahabi, 1:92. Serta disebutkan di dalam Shahih al-Jami' as-Shaghir (4214)).

“Kelebihan orang yang pintar atas orang yang beribadah merupakan bagaikan keunggulan bulan purnama atas seluruh bintang gemintang.”

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah dari Mu'adz (Shahih al-Jami' as-shaghir, (4212); yang juga merupakan sebagian dari hadis Abu Darda, perihal keunggulan ilmu pengetahuan, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun kitab Sunan, serta Ibn Hibban dari sumber yang serupa (6297).

Selanjutnya, “Kelebihan orang yang pintar atas orang yang beribadah merupakan bagaikan keunggulan diriku atas orang yang terendah di antara kamu.”

Hadis tersebut merupakan belahan dari hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Umamah, Turmudzi berkata "Ini merupakan hadis hasan asli gharib" (2686) yang juga terdapat dalam Sahih al-Jami' as-shaghir (4213)

Kelebihan ilmu wawasan itu akan bertambah lagi apabila orang yang pintar itu mau mengajarkannya terhadap orang lain. Sebagai komplemen hadis tersebut, Syaikh Qardawi juga menyebutkanhadis yang merupakan belahan dari hadis Abu Umamah.

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta'ala dan para malaikat-Nya, serta penghuni langit dan bumi, sampai semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu yang ada di lautan akan membacakan salawat atas orang yang mengajarkan kebaikan terhadap manusia.”

Dalam asli disebutkan, “Orang yang paling baik di antara kau merupakan orang yang mencar ilmu al-Qur’an dan mau mengajarkannya.” (HR Bukhari dari Usman)

Atas dasar itu, para fuqaha mengambil keputusan: “Sesungguhnya orang yang cuma merepotkan diri untuk beribadah saja tidak dibenarkan mengambil zakat, berlainan dengan orang yang merepotkan diri untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Karena sesungguhnya tidak ada rancangan kerahiban di dalam Islam, dan orang yang merepotkan dirinya dalam ibadah cuma untuk kepentingan dirinya sendiri. Sedangkan orang yang merepotkan diri dalam mencari ilmu wawasan merupakan untuk kemaslahatan umat.”

Sementara orang yang ilmu wawasan dan dakwahnya dimanfaatkan, ia akan mendapat pahala dan akibat di segi Allah Subhanahu wa ta'ala atas kemanfaatan ilmunya tersebut.

Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengajar orang lain terhadap suatu petunjuk, maka dia akan mendapat pahala menyerupai pahala orang yang melaksanakan isyarat itu, tanpa meminimalisir pahala mereka sama sekali.”

Begitu pula pekerjaan yang paling utama merupakan pekerjaan yang paling berharga untuk orang lain.

Dalam suatu hadits disebutkan, “Orang yang paling dicintai oleh Allah merupakan orang yang paling berkhasiat di antara mereka. Dan perbuatan yang paling dicintai oleh Allah merupakan kegembiraan yang dimasukkan ke dalam diri orang Muslim, atau menyingkirkan perasaan khawatir dari diri mereka, atau membayarkan hutangnya, atau menetralisir rasa laparnya. Dan sungguh akuberjalan bareng saudaraku sesama muslim untuk suatu kebutuhan (da’wah), merupakan lebih saya cintai ketimbang beriktikaf di masjid selama satu bulan.”

Hadis tesebut diriwayatkan oleh Ibn Abu al-Dunya dalam Qadha' al-Hawa'ij, dan juga diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Umar, dan dianggap selaku hadits hasan olehnya. (Shahih al-Jami' as-Shagir, 176)

Begitulah pekerjaan yang berhubungan dengan perbaikan dan kepentingan penduduk merupakan lebih utama ketimbang pekerjaan yang dimanfaatkan oleh diri sendiri. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda,

“Tidakkah pernah kuberitahukan terhadap kau sesuatu yang derajatnya lebih tinggi ketimbang salat, puasa dan sadakah? Yakni, memperbaiki silaturahmi dengan sanak kerabat kita. Karena rusaknya sanak kerabat kita merupakan sama dengan pencukur.” (HR Ahmad Abu Dawud Tirmidzi, dan Ibn Hibban). Diriwayatkan, “Aku tidak mengatakan, mencukur rambut, namun mencukur agama.” 

Doa untuk Pemimpin
Menurut Syaikh Qardawi, atas dasar itulah, pekerjaan yang ditangani oleh seorang pemimpin yang adil lebih utama ketimbang ibadah orang lain selama sepuluh tahun; lantaran dalam satu hari kadangkala pemimpin itu mengeluarkan aneka macam keputusan yang menyelamatkan beribu-ribu bahkan berjuta orang yang dizalimi, mengembalikan hak yang hilang terhadap pemiliknya, mengembalikan senyuman ke bibir orang yang tidak dapat tersenyum.

Selain itu, dia juga mengeluarkan keputusan yang sanggup memotong jalan orang-orang yang berbuat jahat, dan mengembalikan mereka terhadap asalnya, atau membuka pintu isyarat dan tobat.

Selain itu, pemimpin yang adil juga memberi peluang untuk membukakan aneka macam pintu bagi orang-orang yang menjauhkan diri dari Allah, memberi isyarat terhadap orang-orang yang kesasar dari jalannya, dan menolong orang yang menyimpang dari jalan yang benar. 

Pemimpin yang adil juga kadang-kadang mendirikan proyek-proyek pembangunan dan berkhasiat sehingga langkah-langkah ini sanggup bikin lapangan kerja bagi para penganggur, menghadirkan roti bagi orang yang lapar, obat bagi orang yang sakit, rumah bagi orang gelandangan, dan sumbangan bagi orang yang sungguh memerlukannya.

Itulah antara lain yang bikin para ulama salaf mengatakan, “Kalau kami memiliki do’a yang lekas dikabulkan maka kami akan mendo’akan penguasa. Karena sesungguhnya Allah sanggup melaksanakan perbaikan terhadap banyak makhluknya dengan kebaikan penguasa tersebut.”

Thabrani meriwayatkan suatu hadis dari Ibn ‘Abbas bergotong-royong saw bersabda, “Satu hari dari imam yang adil merupakan lebih afdal ketimbang ibadah enam puluh tahun.” (Al-Mundziri menyampaikan dalam at-Targhib, diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Kabir dan at-Awsath, dan isnad al-Kabir dianggap hasan).

Akan namun al-Haitsami menentangnya, meskipun hadits tersebut disokong oleh hadits Tirmidzi dari Abu Said,

“Sesungguhnya insan yang paling dicintai oleh Allah pada hari simpulan zaman dan paling erat kedudukannya di segi Allah merupakan pemimpin yang adil.” Tirmidzi menyampaikan bahwa hadits ini hasan gharib. (HR al-Ahkam (1329).

Hadis di atas juga dikuatkan oleh riwayat Abu Hurairah r.a. dari Ahmad dan Ibn Majah yang dianggap selaku hadis hasan oleh Tirmidzi, dan dishahih-kan oleh Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban,

“Juga kelompok yang do’a mereka tidak ditolak ialah: orang yang berpuasa sehingga dia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang teraniaya.” (Hadis ini dianggap selaku hadits hasan oleh al-Hafizh Ibn Hajar, dihahihkan oleh Syaikh Syakir dalam Takhrij Sanad dengan no. 8030, yang diperkuat oleh tiga hadits lainnya, dengan ketiga sanad-nya yang berbeda).

Related : Perbuatan Mulia Yang Paling Dicintai Allah Subhanahu Wa Ta'ala

0 Komentar untuk "Perbuatan Mulia Yang Paling Dicintai Allah Subhanahu Wa Ta'ala"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close