Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam agar tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga kawan dekat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.
Mengatur sebuah kemaslahatan umat merupakan tanggung jawab yang paling besar seorang pemimpin. Kemakmuran atau kesengsaraan sebuah penduduk sungguh tergantung pada tugas pemimpinya yang ia mainkan. Ketika seorang pemimpin berlaku adil terhadap rakyatnya sesuai dengan isyarat Syariat Islam maka penduduk pun akan sejahtera. Demikian halnya sebaliknya, dikala pemimpin tersebut berlaku dengan zalim dan tidak jujur dalam melaksanakan amanahnya maka rakyat pun akan berujung pada kesengsaraan.
Oleh alasannya merupakan itu, pada hari selesai zaman kelak, pemimpin yang adil akan dijanjikan dengan banyak sekali macam keunggulan oleh Allah ta’ala. Sementara pemimpin zalim dan tidak jujur dalam melaksanakan amanahnya akan diancam dengan banyak sekali macam ancaman. Di antara bentuk bahaya tersebut merupakan selaku berikut:
Menjadi Manusia yang Paling Dibenci oleh Allah Ta’ala
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shalallahu 'alaihi wassallam bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
“Sesungguhnya insan yang paling dicintai oleh Allah pada hari selesai zaman dan paling bersahabat kedudukannya di segi Allah merupakan seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah merupakan seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)
Allah Menelantarkannya pada Hari Kiamat dan Tidak Mengampuni Dosa-Dosanya
Sebuah riwayat dari Abu Hurairah radiyallahu anhu menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga orang yang Allah enggan mengatakan dengan mereka pada hari selesai zaman kelak. (Dia) tidak sudi menatap wajah mereka, (Dia) tidak akan membersihkan mereka ketimbang dosa (dan noda). Dan bagi mereka disiapkan siksa yang sungguh pedih. (Mereka merupakan ): Orang renta yang berzina, Penguasa yang suka berdusta dan fakir miskin yang takabur.” (HR. Muslim)
Akan Dimasukkan ke Dalam Neraka serta Diharamkan Syurga Baginya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ
“Siapapun pemimpin yang mendustai rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad)
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam lafadh lainnya disebutkan, ”Ialu ia mati dimana dikala matinya itu dalam kondisi mendustai rakyatnya, maka Allah haramkan nirwana baginya.”
Tentunya masih banyak riwayat lain yang menyebutkan mengenai bahaya Allah ta’ala terhadap para pemimpin yang menzalimi rakyatnya. Bentuk ancamannya pun tidak ada yang ringan, nyaris segalanya mengingatkan akan besarnya dosa seorang pemimpin dikala beliau berbuat zalim terhadap rakyatnya. Apalagi dikala ia rela berbohong di hadapan rakyat demi menjaga jabatannya.
Kewajiban Menasehati Pemimpin dan Larangan Membenarkan Kezaliman Mereka
Jauh sebelum empat belas masa yang lalu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassallam sudah mengingatkan umatnya akan adanya para pemimpin yang berbuat zalim dan berbohong di hadapan rakyat.
Kita selaku umatnya, tidak cuma ditugaskan untuk bersabar menghadapi kondisi tersebut, tetapi lebih ketimbang itu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassallam juga mengingatkan untuk senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dan senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wassallam bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama itu merupakan nasihat.” Kami berkata, “Untuk siapa?” Beliau bersabda, “Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, Imam kaum muslimin, dan orang-orang kebanyakan.” (HR. Muslim)
Nasihat secara belakang layar merupakan opsi permulaan dalam melawan kemungkaran. Namun ia bukanlah satu-satunya cara untuk meluruskan kesalahan penguasa. Ketika hikmah dengan cara tersebut sudah tidak diindahkan, maka Rasulullah SAW pun menampilkan motivasi lain terhadap umatnya untuk mengganti kemungkaran penguasa. Motivasi tersebut merupakan pahala jihad yang dijanjikan terhadap umatnya yang menyodorkan kebenaran di hadapan penguasa zalim.
Dari Abu Said Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ
“Jihad yang paling utama merupakan mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Lalu dikala kerja keras tersebut tidak dihiraukan lagi dan pemimpin tersebut tetap pada prinsipnya yang menzalimi rakyat, maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassallam mengingatkan umatnya untuk menjauhi pemimpin tersebut serta jangan hingga mendekatinya, terlebih membenarkan langkah-langkah zalim yang mereka lakukan. Sebab, dikala seseorang tetap mendekati pemimpin zalim tersebut dan membenarkan apa yang dilakukannya maka ia akan terancam keluar dari bulat kelompok umat Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassallam dan ia tidak akan mengunjungi telaganya nanti di hari kiamat.
Dari Ka’ab bin Ujroh radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar mendekati kami, kemudian bersabda:
إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ بَعْدِي أُمَرَاءٌ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهمْ ، فَلَيْسُ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ حَوْضِي ، وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ ، فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَيَّ الْحَوْضَ
“Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka kemudian membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan mendukung kedhaliman mereka maka beliau bukan dari golonganku dan saya bukan dari golongannya, dan beliau tidak bisa mengunjungi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kedhaliman mereka, maka beliau merupakan serpihan dari golonganku, dan saya dari golongannya, dan ia akan mengunjungi telagaku (di hari kiamat).” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)
Demikianlah beberapa bentuk bahaya yang disebutkan Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassallam terhadap pemimpin yang zalim serta bagaimana semestinya kita menanggapi kezaliman tersebut. Kebenaran mesti tetap dipegang, sedangkan kesalahan mesti senantiasa diluruskan. Nasihat tetap diutamakan tetapi amal ma’ruf nahi mungkar dihentikan dilupakan.
0 Komentar untuk "Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassallam Mengancam Kepada Pemimpin Zalim Dan Para Pendukungnya"