Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) ikut memantau proses hukum kasus perundungan terhadap pelajar SMP di Malang, MS (13). Diharapkan, proses hukum yang berjalan memerhatikan sistem peradilan anak.
"Mudah-mudaan proses hukum (ke pelaku) tetap terus berjalan. Tapi juga harus memperhatikan sistem peradilan pidana anak. KemenPPPA memantau proses ini dilaksanakan sesuai standar perlindungan anak," kata Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar, di Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2020).
MS diduga menjadi korban kekerasan atau perundungan oleh tujuh teman sekolahnya. Nahar mengungkapkan saat ini Kemen PPPA sedang mendalami penyebab anak-anak bisa melakukan tindakan perundungan tersebut.
"Hal yang kami dalami adalah persoalan pengasuhan keluarga. Jadi, misalnya, di Malang itu awal mulanya bercanda. Ya memang dunia anak itu bercanda. Hanya yang menjadi persoalan itu tidak tahu dampak candaan yang mereka lakukan. Anak jatuh, keinjak, berakibat fatal yang akhirnya harus diamputasi," kata Nahar.
Dia mengatakan kebanyakan anak-anak melakukan tindakan melanggar hukum akibat dari pelampiasan karena tidak mendapat kebutuhan yang cukup di rumah. Menurut Nahar kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan psikologis untuk anak.
"Kebanyakan anak-anak yang mencari identitas di luar rumah, lalu kemudian melakukan kegiatan yang bahkan melanggar hukum itu sering kali pelampiasan. Pelampiasan dari apa yang anak tidak dapatkan di rumah. Contoh, kasih sayang, perhatian, lalu kemudian di sekolah anak tidak mendapatkan perlakuan perhatian, kasih sayang, nasehat," kata Nahar.
Selain itu, Nahar juga mengimbau semua pihak agar kejadian serupa tidak terulang. "Dipastikan bahwa 5 bidang pemenuhan anak harus dipenuhi. Dari mulai hak sipil, pengasuhan keluarga dan alternatif, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan khusus ketika anak sudah masuk kategori anak bermasalah. Dengan memperhatikan 5 bidang itu kita berharap bisa dicegah. Kalau tidak ada penguatan kapasitas keluarga, masyarakat tidak dilibatkan, maka saya khawatir akan terus bermunculan," jelas dia.
Lebih lanjut, dia mengatakan kondisi psikologis MS hingga kini masih belum stabil. MS, kata Nahar, saat ini masih dirawat di rumah sakit (RS) dan didampingi psikolog.
"Untuk kondisi korban di Malang, lukanya akan dibuka hasilnya hari Rabu. Lalu, kemarin ditunda kepulangannya persoalannya belum stabil (kondisi psikologisnya) sehingga masih di rumah sakit didampingi psikolog dan peksos saat ini masih berjalan," ujarnya.
Seperti diketahui, seorang pelajar SMP negeri di Kota Malang berinisial MS (13) menjadi korban perundungan di sekolah. Ia diangkat dan dijatuhkan ke paving oleh tujuh temannya. Jari MS pun terpaksa diamputasi karena perundungan itu.
"Peristiwa terjadi pada 15 Januari 2020. Saat itu terduga pelaku mengangkat korban dan kemudian menjatuhkannya ke atas paving. Kejadian terjadi di dalam sekolah," tutur Kapolres Malang Kota Kombes Leonardus Simarmata kepada detikcom, Rabu (5/2).detik
0 Komentar untuk "Kemen PPPA Pantau Proses Hukum Kasus Kekerasan Pelajar SMP di Malang"