Pengaruh Budaya India {Sejarah Indonesia Bab II Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik (Hindu-Buddha) [Sejarah Indonesia Kelas X SMA/SMK/MA]}
Pernahkah kau pernah membaca atau bahkan tiba untuk melihat kemegahan Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Kedua candi ini merupakan peninggalan masa Hindu-Buddha dan berlokasi di Jawa Tengah.
Candi Borobudur terletak di Kota Magelang, Jawa Tengah. Dari bentuk arsitekturnya candi itu merupakan candi Buddha. Candi yang megah itu merupakan satu di antara tujuh keajaiban dunia. Kamu tentu gembira dengan tinggalan budaya itu dan harus sanggup merawat peninggalan yang sangat berharga tersebut. Tidak jauh dari Candi Borobudur, terdapat Candi Prambanan. Candi Hindu itu terletak di perbatasan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Klaten, Jawa Tengah. Kedua candi yang megah itu merupakan bukti perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Apa kau pernah membaca dongeng rakyat perihal Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso? Cerita itu yang melatarbelakangi terjadinya Candi Prambanan. Benarkah hal tersebut terjadi kasatmata ataukah hanya sebuah mitos belaka? Kamu sanggup mendiskusikannya bersama teman-teman.
Dua mahakarya itu merupakan bukti-bukti pencapaian yang luar biasa pada Dinasti Syailendra. Setelah masa dinasti tersebut surut, sentra kebudayaan dan politik kerajaan pindah ke Jawa penggalan timur. Di Jawa penggalan timur itu kemudian berdirilah kerajaan yang diperintah oleh keturunan Raja Mataram yang berjulukan Mpu Sindok. Beberapa sumber sejarah yang berasal dari Cina menyebutkan perihal adanya hubungan perkawinan antara raja Jawa dan Bali pada masa pemerintahannya.
Sementara itu, di Sumatra terdapat Kerajaan yang sangat terkenal, yaitu Sriwijaya. Kerajaan yang handal menjalin hubungan dengan dunia internasional melalui jaringan perdagangan dan kemaritimannya. Dalam masa itulah para pedagang tiba dari India, Cina dan Arab untuk meramaikan Sriwijaya. Saat Sumatra berada di bawah Dinasti Syailendra, kerajaan itu sanggup menguasai kerajaan-kerajaan lain di sepanjang Selat Malaka. Pada masa itu pula hubungan dengan India dan Cina berkembang pesat. Bahkan hubungan itu sangat kuat dalam perkembangan budaya pada masa itu, bahkan hingga ketika ini imbas kedua budaya itu masih sanggup kita temui. Kehebatan Sriwijaya juga ditunjukkan dengan adanya “dharma” (sumbangan) dari Raja Sriwijaya untuk mendirikan asrama di Nalanda, India. Sriwijaya pun menjadi sentra berguru agama Buddha pada masa itu. Sumber-sumber Tibet dan Nepal menyebutkan, seorang pendeta Buddha yang berjulukan Atisa, berguru Agama Buddha di Sriwijaya selama 12 tahun, atas saran I-tsing, seorang musafir dari Cina yang lebih dahulu pernah singgah di Sriwijaya.
Jika mengunjungi Candi Prambanan atau Candi Borobudur, kau akan melihat kisah dalam dunia wayang. Tentu kau juga pernah mendengar perihal wayang, atau bahkan ada yang suka melihat wayang. Wayang sudah dikenal oleh nenek moyang kita semenjak masa Hindu-Buddha. Melalui wayang kisah Mahabharata dipentaskan. Kisah yang hingga ketika ini masih terkenal yakni kisah Bharatayudha. Kisah yang menceritakan perihal perang saudara antara Kurawa dan Pandawa, perihal kebaikan yang mengalahkan kejahatan. Cerita itu merupakan saduran dari India. Seorang pujangga Jawa diperintahkan oleh Jabajaya untuk menulis dongeng itu dalam versi Jawa. Jayabaya yakni Raja Kediri yang kekuasaannya tidak sanggup ditentang oleh kerajaan-kerajaan lain. Raja ini pula yang dikenal lantaran kehebatan ramalannya. Selain Mahabharata juga dikenal dongeng perihal Ramayana. Dari kisah Ramayana itulah disebutkan adanya Jawadwipa, pulau yang kaya dengan tambang emas dan perak.
Nama Jawadwipa juga sudah dikenal oleh spesialis geografi Yunani, Ptolomeus, pada awal tarikh Masehi dengan nama “Labadiu”. Makara nama Kepulauan Indonesia sudah ditulis dan dikenal oleh penulis Barat jauh pada masa awal Masehi. Ptolomeus menyebutkan bahwa Pulau Labadiu artinya Pulau Padi atau dikenal pula dengan Jawadwipa.
Nah, bagaimanakah agama Hindu dan Buddha sanggup masuk di Kepulauan Indonesia? Banyak hebat yang beropini perihal itu. Pada penggalan ini kita akan berguru perihal masuk dan berkembangnya pengaruh-pengaruh India dan Cina, serta capaian-capaian yang dilakukan para penguasa pada masa ketika itu dan proses masuknya agama Hindu dan Buddha. Pada ketika ini pula peranan pedagang, penguasa, dan pujangga sangat terlihat dari bukti-bukti capaian budaya yang hingga sekarang masih sanggup kita jumpai.
Satu diantara bangsa yang berinteraksi dengan penduduk kepulauan di Indonesia yakni bangsa India. Interaksi itu terjalin sejalan dengan meluasnya hubungan perdagangan antara India dan Cina. Hubungan itu yang mendorong pedagang-pedagang India dan Cina tiba ke kepulauan di Indonesia. Menurut van Leur, barang yang diperdagangkan dalam pasar internasional ketika itu yakni barang komoditas yang bernilai tinggi. Barang-barang itu berupa logam mulia, perhiasan, banyak sekali barang pecah belah, serta materi baku yang diharapkan untuk kerajinan. Dua komoditas penting yang menjadi primadona pada awal masa sejarah di Kepulauan Indonesia yakni gaharu dan kapur barus. Kedua komoditi itu merupakan materi baku pewangi yang paling digemari oleh bangsa India dan Cina. Interaksi dengan kedua bangsa itu membawa perubahan pada bentuk tatanegara di beberapa kawasan di Kepulauan Indonesia. Juga perubahan dalam susunan kemasyarakatan dan sistem kepercayaan. Sejak ketika itu pula pengaruh-pengaruh Hindu-Buddha berkembang di Indonesia.
Tanda-tanda tertua adanya imbas kebudayaan Hindu di Indonesia berupa prasasti-prasasti yang ditemukan di kawasan Sungai Cisedane bersahabat Kota Bogor ketika ini. Juga di Jawa Barat bersahabat Kota Jakarta. Disamping itu kita juga sanggup melihat peninggalan kebudayaan Hindia itu di sepanjang pantai Kalimantan Timur, yaitu di kawasan Muara Kaman, Kutai. Menurut para hebat sejarah kuno, kerajaan-kerajaan yang disebut dalam prasastiprasasti itu yakni kerajaan Indonesia asli, yang hidup makmur bersumber dari perdagangan dengan negara-negara di India Selatan. Interaksi dengan orang-orang dari negara lain itulah yang kemudian mempengaruh cara pandang para raja-raja ketika itu untuk mengadopsi konsep-konsep Hindu dengan cara mengundang para hebat dan para pendeta dari golongan Brahmana (pendeta) di India Selatan yang beragama Wisnu atau Brahma.
Beberapa bukti menunjukkan, sehabis budaya India masuk, terjadi banyak perubahan dalam tatanan kehidupan. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, kerajaan tertua di Muarakaman, Kalimatan Timur, yaitu Kerajaan Kutai menerima imbas yang kuat dari budaya India yaitu budaya yang dikembangkan oleh Bangsa Arya di lembah Sungai Indus. Percampuran budaya itu kemudian melahirkan kerajaan yang bersifat Hindu di Nusantara. Baik itu yang meliputi dalam sistem religi, sistem kemasyarakatan, dan bentuk pemerintahan. Suatu hal yang sangat penting dalam imbas Hindu yakni adanya konsepsi mengenai susunan negara yang amat hirarkis dengan pembagian-pembagian dan fraksi-fraksi yang digolongkan ke dalam empat atau delapan penggalan besar yang bersifat sederajat dan tersusun secara simetris. Semua bagianbagian itu diorientasikan ke atas, yaitu sang raja dianggap sebagai keturunan dewa. Raja dianggap keramat dan puncak dari segala hal dalam negara dan sentra alam semesta.
Kebudayaan Hindu di zaman itu mempunyai kekuatan yang besar dan serupa dengan zaman modern ketika ini, menyerupai kebudayaan Barat ataupun kebudayaan Korea yang hampir mempengaruhi seluruh kehidupan semua bangsa-bangsa di dunia. Demikian halnya dengan kebudayaan intelektual agama Hindu pada masa itu yang mempunyai imbas kuat di Asia Tenggara.
Sebelum kebudayaan India masuk, pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih oleh anggota masyarakat. Seorang kepala suku merupakan orang pilihan yang mengetahui perihal adab istiadat dan upacara pemujaan roh nenek moyangnya dengan baik. Ia juga dianggap sebagai wakil nenek moyangnya. Ia harus sanggup melindungi keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. Karena itulah larangan dan perintahnya dipatuhi oleh warganya. Setelah masuknya budaya India, terjadi perubahan. Kedudukan kepala suku digantikan oleh raja menyerupai halnya di India. Raja mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Kedudukan raja tidak lagi dipilih oleh rakyatnya, akan tetapi diturunkan secara turun temurun. Raja merupakan penjelmaan ilahi yang seringkali disembah oleh rakyatnya. Para Brahmana agama Hindu tidak dibebani untuk membuatkan agama Hindu di Indonesia. Pada dasarnya seseorang tidak sanggup menjadi Hindu, tetapi seseorang itu lahir sebagai Hindu. Mengingat hal tersebut, maka menjadi menarik dengan adanya agama Hindu di Indonesia. Bagaimana sanggup terjadi bahwa orangorang Indonesia yang niscaya pada mulanya tidak dilahirkan sebagai Hindu sanggup beragama Hindu.
Demikian pula dengan sistem kemasyarakatan. Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan oleh bangsa Arya yang berkembang di Lembah Sungai Indus yakni sistem kasta. Sistem kasta mengatur hubungan sosial bangsa Arya dengan bangsabangsa yang ditaklukkannya. Sistem ini membedakan masyarakat menurut fungsinya. Golongan Brahmana (pendeta) menduduki golongan pertama. Ksatria (bangsawan, prajurit) menduduki golongan kedua. Waisya (pedagang dan petani) menduduki golongan ketiga, sedangkan Sudra (rakyat biasa) menduduki golongan terendah atau golongan keempat. Sistem kepercayaan dan kasta menjadi dasar terbentuknya kepercayaan terhadap Hinduisme. Penggolongan menyerupai inilah yang disebut caturwarna.
Awal hubungan dagang antara penduduk Kepulauan Nusantara dan India bertepatan dengan perkembangan pesat dari agama Buddha. Pendeta-pendeta Buddha membuatkan ajarannya keseluruh penjuru dunia melalui jalur perdagangan tanpa menghitungkan kesulitan-kesulitan yang ditempuhnya. Mereka mendaki Himalaya untuk membuatkan pemikiran Buddha di Tibet. Dari Tibet mereka melanjutkan ke arah utara hingga hingga ke Cina. Kedatangan mereka itu biasanya disampaikan terlebih dahulu, sehingga ketika tiba di tempat tujuan mereka sanggup bertemu dengan kalangan istana. Mereka biasanya mengajarkan agama dengan penuh ketekunan. Mereka juga membentuk sebuah sanggha dengan biksubiksu setempat, sehingga muncul suatu ikatan pribadi dengan India, tanah suci agama Buddha. Kedatangan para biksu dari India ke negara-negara lain itu, memunculkan harapan para penduduk kawasan setempat untuk pergi ke India mempelajari agama Buddha lebih lanjut. Para biksu lokal itu kemudian kembali dengan membawa kitabkitab suci, relik, dan kesan-kesan. Bosch menyebut tanda-tanda ini dengan “arus balik”. Pengaruh Buddha di Indonesia sanggup dijumpai pada beberapa temuan arkeologis. Satu bukti yakni ditemukannya arca Buddha terbuat dari perunggu di kawasan Sempaga, Sulawesi Selatan. Menurut ciri-cirinya, arca Sempaga memperlihatkan langgam seni arca Amarawati dari India Selatan. Arca sejenis juga ditemukan di kawasan Jember, Jawa Timur dan kawasan Bukit Siguntang Sumatra Selatan. Di kawasan Kota Bangun Kutai, Kalimantan Timur, juga ditemukan arca Buddha. Arca Buddha itu memperlihatkan ciri seni area dari India Utara. Kalau begitu kapan kebudayaan Hindu-Buddha dari India itu masuk ke Kepulauan Indonesia?
Terdapat banyak sekali pendapat mengenai proses masuknya Hindu-Buddha atau sering disebut Hindunisasi. Sampai ketika ini masih ada perbedaan pendapat mengenai cara dan jalur proses masuk dan berkembangnya imbas Hindu-Buddha di Kepulauan Indonesia. Beberapa pendapat (teori) tersebut dijelaskan pada uraian berikut:
Pertama, sering disebut dengan teori Ksatria. Dalam kaitan ini R.C. Majundar berpendapat, bahwa munculnya kerajaan atau imbas Hindu di Kepulauan Indonesia disebabkan oleh peranan kaum ksatria atau para prajurit India. Para prajurit diduga melarikan diri dari India dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya. Namun, teori Ksatria yang dikemukakan oleh R.C. Majundar ini kurang disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Selama ini belum ada hebat arkeolog yang sanggup menemukan bukti-bukti yang menyampaikan adanya perluasan dari prajurit-prajurit India ke Kepulauan Indonesia. Kekuatan teori ini terletak pada semangat petualangan para kaum ksatria.
Kedua, teori Waisya. Teori ini terkait dengan pendapat N.J. Krom yang menyampaikan bahwa kelompok yang berperan dalam dalam penyebaran Hindu-Buddha di Asia Tenggara, termasuk Indonesia yakni kaum pedagang. Pada mulanya para pedagang India berlayar untuk berdagang. Pada ketika itu jalur perdagangan ditempuh melalui lautan yang menyebabkan mereka tergantung pada animo angin dan kondisi alam. Bila animo angin tidak memungkinkan maka mereka akan menetap lebih usang untuk menunggu animo baik. Para pedagang India pun melaksanakan perkawinan dengan penduduk pribumi dan melalui perkawinan tersebut mereka mengembangkan kebudayaan India. Menurut G. Coedes, yang memotivasi para pedagang India untuk tiba ke Asia Tenggara yakni harapan untuk memperoleh barang tambang terutama emas dan hasil hutan.
Ketiga, teori Brahmana. Teori tersebut sesuai dengan pendapat J.C. van Leur bahwa Hindunisasi di Kepulauan Indonesia disebabkan oleh peranan kaum Brahmana. Pendapat van Leur didasarkan atas temuan-temuan prasasti yang memakai bahasa Sansekerta dan abjad Pallawa. Bahasa dan abjad tersebut hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Selain itu adanya kepentingan dari para penguasa untuk mengundang para Brahmana India. Mereka diundang ke Asia Tenggara untuk keperluan upacara keagamaan. Seperti pelaksanaan upacara inisiasi yang dilakukan oleh para kepala suku biar mereka menjadi golongan ksatria. Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Paul Wheatly bahwa para penguasa lokal di Asia Tenggara sangat berkepentingan dengan kebudayaan India guna mengangkat status sosial mereka.
Keempat, teori yang dinamakan teori Arus Balik. Teori ini lebih menekankan pada peranan bangsa Indonesia sendiri dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Artinya, orang-orang di Kepulauan Indonesia terutama para tokohnya yang pergi ke India. Di India mereka berguru hal ihwal agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Setelah kembali mereka mengajarkan dan membuatkan pemikiran agama itu kepada masyarakatnya. Pandangan ini sanggup dikaitkan dengan pandangan F.D.K. Bosch yang menyatakan bahwa proses Indianisasi di Kepulauan Indonesia dilakukan oleh kelompok tertentu, mereka itu terdiri dari kaum terpelajar yang mempunyai semangat untuk membuatkan agama Buddha. Kedatangan mereka disambut baik oleh tokoh masyarakat. Selanjutnya lantaran tertarik dengan pemikiran Hindu-Buddha mereka pergi ke India untuk memperdalam pemikiran itu. Lebih lanjut Bosch mengemukakan bahwa proses Indianisasi yakni suatu imbas yang kuat terhadap kebudayaan lokal.
Berdasarkan teori-teori yang dikemukan di atas sanggup ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat di Kepulauan Indonesia telah mencapai tingkatan tertentu sebelum munculnya kerajaan yang bersifat Hindu-Buddha. Melalui proses akulturisasi, budaya yang dianggap sesuai dengan karakteristik masyarakat diterima dengan menyesuaikan pada budaya masyarakat setempat pada masa itu.
0 Komentar untuk "Pengaruh Budaya India {Sejarah Indonesia Belahan Ii Pedagang, Penguasa Dan Pujangga Pada Kurun Klasik (Hindu-Buddha) [Sejarah Indonesia Kelas X Sma/Smk/Ma]}"