Kerajaan Mataram Kuno (Sejarah Indonesia Kelas 10 Sma/Smk/Ma)

Kerajaan Mataram Kuno (Sejarah Indonesia kelas 10 SMA/SMK/MA)

Pada pertengahan periode ke-8 di Jawa belahan tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan sentra Kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum sanggup dipastikan. Ada yang menyebutkan sentra kerajaan di Medang dan terletak di Poh Pitu. Sementara itu letak Poh Pitu hingga kini belum jelas. Keberadaan lokasi kerajaan itu sanggup diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungaisungai. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro; di sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu; di sebelah timur terdapat Gunung Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang ada, contohnya Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara Kedu hingga sekitar Prambanan. 

Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram Kuno sanggup dipakai sumber yang berupa prasasti. Ada beberapa prasasti yang berkaitan dengan Kerajaan Mataram Kuno di antaranya Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung. Di samping beberapa prasasti tersebut, sumber sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno juga berasal dari isu Cina.

Perkembangan Pemerintahan 

Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di Jawa sudah berkuasa seorang raja berjulukan Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya yakni putra Sanaha, saudara wanita dari Sanna.

Dalam Prasasti Sojomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa (Hindu). Diperkirakan Dapunta Syailendra berasal dari Sriwijaya dan menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa belahan tengah. Dalam hal ini Dapunta Syailendra diperkirakan yang menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa.

Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717 - 780 M. Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melaksanakan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri. Setelah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya dalam menaklukkan raja-raja lain.

Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan mempunyai pengetahuan luas. Para pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh lantaran itu, di bawah pemerintahan Raja Sanjaya, kerajaan menjadi kondusif dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting yakni pertanian dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu mengakui kemaharajaan Sanna.

Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh putranya berjulukan Rakai Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama Buddha. Dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778, Raja Panangkaran telah memperlihatkan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha. Tanah dan bangunan tersebut terletak di Kalasan. Prasasti Kalasan juga pertanda bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan sentra pemerintahannya ke arah timur.

Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata dari Dinasti Syailendra.

Agama Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikannya bangunan-bangunan suci. Misalnya, Candi Kalasan dan arca Manjusri.

Setelah kekuasaan Penangkaran berakhir, timbul duduk perkara dalam keluarga Syailendra, lantaran adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama Buddha dengan keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa).Hal ini mengakibatkan perpecahan di dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu  pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa belahan utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa belahan selatan. Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunanbangunan candi di Jawa belahan utara. Misalnya, candi-candi kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan kompleks Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng menggunakan namanama tokoh wayang ibarat Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.

Sementara yang beragama Buddha meninggalkan candi-candi ibarat Candi Ngawen, Mendut, Pawon dan Borobudur. Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun oleh Samaratungga pada tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan.

Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga itu karenanya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan Rakai Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M. Setelah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.

Candi Borobudur Mahakarya Dynasti Syailendra

Pada awal periode ke-21, kita sering mendengarkan dan membicarakan ihwal kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi. Setidaknya hal itu sudah dialami oleh bangsa kita semenjak periode ke-8, atau bahkan jauh ke masa lampau. Bukti faktual dari itu yakni Candi Borobudur, yang kemudian dikukuhkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, pada tahun 1991

Candi Borobudur didirikan oleh Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada periode ke-9. Candi itu terletak di antara dua bukit, tepatnya di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Candi Borobudur yang terletak pada satu garis lurus dengan Candi Pawon dan Candi Mendut dipandang sebagai satu kesatuan. Letak candi ibarat ini sesuai dengan aturan yang disebut dalam kitab-kitab pedoman para seniman agama di India. kitab itu disebut dengan Vastusastra. Suatu kitab yang menjelaskan ihwal bangunan suci agama Hindu. Namun demikian, aturan-aturannya juga dipakai sebagai desain bangunan suci agama Buddha. 

Borobudur merupakan karya yang unik. Susunan Candi Borobudur berbeda dengan susunan candi di India. Pada umumnya susunan candi di India berdiri di atas fondasi yang tertanam di dalam tanah. Fondasi tersebut berdenah dengan jari-jari delapan. Di titik tengah terdapat tiang yang dibentuk tembus ke atas permukaan tanah, dan diteruskan menjadi tongkat dengan payung. Candi Borobudur didirikan eksklusif di atas bukit tanpa fondasi yang ditanam di dalam tanah ibarat yang terdapat di India. Dilihat dari susunannya, Candi Borobudur merupakan sebuah teras-stupa. Kaki stupa berbentuk undak teras persegi, disusul teras mengalir yang dihiasi stupa. Susunan candi ini memperlihatkan kuatnya imbas kebudayaan Jawa pada periode ke-8.  

Bangunan ini dinamai Bhumisambharabhudara yang artinya yakni bukit peningkatan kebijakan sesudah melampaui sepuluh tingkat Boddhisattwa. Borobudur sendiri terdiri dari sepuluh tingkatan, yang sanggup dipahami sebagai lambang ke-10, jalan Boddhisattwa. Candi itu berbentuk bujur sangkar, dengan ukuran 123 m x 123 m di belahan kakinya. Bentuk bangunan ibarat itu sanggup ditafsirkan sebagai bentuk mandala. Tinggi Candi Borobudur yakni 35,4 m. Secara vertikal Candi Borobudur terdiri dari dua pola, yaitu teladan undak-undak persegi dan teladan berdiri vertikal. Karena bentuknya itulah Candi Borobudur sanggup dipahami sebagai sebuah stupa yang besar. 

Dalam agama Buddha stupa merupakan perwujudan dari makrokosmos yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu kamadatu, rupadatu, dan arupadatu. Kamadatu merupakan alam bawah, belahan ini berada di belahan bawah Candi Borobudur. Pada kamadatu terdapat relief karmawibangga, yaitu suatu aturan lantaran akibat,  yang merupakan hasil perbuatan manusia. Arupadatu yakni alam atas, yaitu tempat para dewa. Bagian ini berada pada tingkat ketiga, termasuk stupa induk berada di atas rupadatu. Cara membaca relief pada dinding Candi Barobudur searah dengan jarum jam. Sebagai candi pemujaan, Borobudur mempunyai hubungan dengan Candi Mendut dan Candi Pawon. Ketiga candi itu memperlihatkan proses suatu ritual keagamaan. Mula-mula ritual keagamaan dilakukan di Candi Mendut. Kemudian dilakukan persiapan di Candi Pawon dan puncak ritual keagamaan dilakukan di Candi Borobudur.

Dari arca dan relief yang terdapat pada dinding dan pagar candi memperlihatkan bahwa Candi Borobudur sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana. Dari arca dan relief itu juga sanggup dilihat adanya penyatuan anutan Mahayana dan Tantrayana, sesuai filsafat Yogacara. Dalam relief itu tergambar ihwal kehidupan sehari-hari di Jawa, ibarat cara berpakaian, rumah tinggal, candi, alat berburu, alat-alat keperluan sehari-hari, serta jenis-jenis tanaman.

Dalam Kitab Sang Hyang Kamahayanikan Mantranaya, pada periode ke-10, Mpu Sindok dari Dinasti Isana berbagi anutan dari India, yaitu agama Buddha. Ajaran itu disebarkan di Jawa dan diadaptasi dengan pengetahuan penduduk pada dikala itu. Lebih jauh lagi hasil pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk bangunan candi oleh penduduk Jawa, bukan oleh penduduk India. Candi itu kemudian dipakai sebagai sarana ibadah mereka. Bukti itu ditunjukkan dengan tidak adanya Kampung Keling yang berada di sekitar Candi Borobudur. Bukti lainnya itu ditemukannya goresan pena yang menggunakan aksara Jawa kuno, dengan bahasa Sanskerta, dengan tidak menggunakan tata bahasa Sanskerta.

Setelah Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang berjulukan Balaputradewa memperlihatkan perilaku menentang terhadap Pikatan. Kemudian terjadi perang kudeta antara Pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa menciptakan benteng pertahanan di perbukitan di sebelah selatan Prambanan. Benteng ini kini kira kenal dengan Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Mataram Kuno wilayahnya bertambah luas. Kehidupan agama berkembang pesat tahun 856 Rakai Pikatan turun takhta dan digantikan oleh Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja yang terbesar. Ia memerintah pada tahun 898 - 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Wafukura Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidangbidang politik, pemerintahan, ekonomi, agama, dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun Candi Prambanan sebagai candi yang anggun dan megah. Relief-reliefnya sangat indah.

Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, Kerajaan Mataram mulai mengalami kemunduran. Raja yang berkuasa sesudah Balitung yakni Daksa, Tulodong, dan Wawa. Beberapa faktor yang mengakibatkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya musibah dan bahaya dari musuh yaitu Kerajaan Sriwijaya.


********
Pesona Legenda Candi Prambanan

Lara Jonggrang yakni seorang putri semata wayang Raja Boko, Penguasa Kerajaan Medang Kamuan. Karena kecantikannya, seorang pangeran berjulukan Bandung Bondowoso berniat menyuntingnya sebagai istri. Raja Boko mengabulkan seruan Bandung Bondowoso, jikalau pangeran itu sanggup mengalahkannya.  Bandung Bondowoso ternyata sanggup mengalahkan Raja Boko. Namun Lara Jonggrang tidak mau dipersunting oleh pembunuh ayahnya, ia pun tidak berani untuk menolak. Lara Jonggrang pun memperlihatkan syarat pada Bandung untuk menciptakan seribu candi lengkap dengan arcanya dalam waktu semalam. 

Bandung Bandowoso dengan dibantu sepasukan jin, hampir sanggup meyelesaikan seruan Lara Jonggrang. Saat mendengar bunyi kokok ayam bersautan dan melihat  langit di ufuk timur memerah, para jin itu melarikan diri sebelum pekerjaannya selesai. Melihat muslihat Lara Jonggrong, Bandung Bondowoso mengutuknya  menjadi arca watu yang ke seribu untuk melengkapi jumlah keseluruhan arca.

Tentu kau pernah mendengar dongeng rakyat yang menceritakan ihwal asal mula Candi Prambanan itu. Cerita itu hingga kini masih berkembang di daerah sekitar Prambanan.  Lara Jonggrang sering kali diwujudkan sebagai arca Durga Mahisasuramawardini yang berada di bilik utara Candi Siwa. Lara Jonggrang secara harfiah diartikan sebagai seorang gadis bagus semampai. Pada kompleks percandian,sosok Lara Jonggrang diwujudkan pada bangunan  paling tinggi dari keseluruhan Candi Prambanan. Dari kondisi itu kita sanggup menafsirkan, bahwa legenda Bandung Bondowo itu muncul sebagai dongeng rakyat penduduk Prambanan dikala Candi Siwa masih berdiri kokoh. Makara Candi Prambanan merupakan sebuah karya monumen kejayaan Mataram Kuno yang berdiri tinggi tegak di dataran Prambanan yang subur. Kawasan Candi Prambanan semenjak tahun 1991 ditetapkan sebagai situs cagar budaya dunia oleh UNESCO. Bagi bangsa Indonesia legalisasi itu sangat membanggakan.   

Candi Prambanan dibangun pada periode ke-9 Masehi atas perintah raja, pada masa puncak kejayaan Dinasti Sanjaya. Pada masa itulah ia mendirikan Candi Prambanan berdasarkan model candicandi Syailendra. Candi Prambanan terletak di Desa Prambanan. Candi itu pertama ditemukan oleh Calons pada tahun 1733 M. Bangunan candi itu dibangun untuk sebuah dharma bagi agama Hindu. Candi Prambanan merupakan bangunan suci agama Hindu  yang ditujukan untuk memperkuat keberadaan agama itu di wilayah selatan Jawa. Candi itu dibangun atas perintah Raja Rakai Pikatan. Kompleks Prambanan terdiri atas Candi Siwa, Candi Hamsa, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi Garuda dan dua buah Candi Apit yang semuanya berada di halaman pertama. Delapan candi penjaga arah mata angin dan kurang lebih 200 candi perwara yang mengelilingi inti pusat.

Candi utama yakni Candi Siwa dengan empat ruangan. Ruang utama berisi patung Siwa sebagai mahadewa. Di sebelah utara terdapat Lara Jonggrang atau Siwa sebagai Durga Mahesasuramardin. Bagian timur terdapat patung Ganesa. Pada dinding Candi Siwa itu terdapat relief Ramayana, yang berisi ihwal titisan Wisnu hingga Rama menyeberang ke lautan. Cara membaca relief pada candi itu searah dengan jarum jam. Candi itu dipakai hanya sebagai tempat pemujaan.

Candi kedua yang terbesar yakni Candi Brahma. Dalam candi ini terdapat patung Brahma. Juga terdapat relief yang menggambarkan epik Ramayana. Pada belahan ini menceritakan ihwal Rama menyerang Alengka dan Sinta memperabukan diri, atau dikenal dengan dongeng “pati obong”. Candi ketiga yakni Candi Wisnu yang terdapat arca Wisnu di dalamnya. Dalam dinding candi ini terdapat relief yang menceritakan ihwal Kernayana. Candi Prambanan merupakan candi termegah pada dikala itu, kemegahannya tersohor hingga hingga ke Asia Tenggara.

Candi Sewu yang berada di sekeliling Candi Prambanan mempunyai latar belakang agama Buddha. Hal itu dilihat dari arsitektur bentuk candi yang bentuk ibarat stupa daripada Candi Prambanan. Di samping bentuknya juga dicirikan dengan puncak candi yang berbentuk stupa. Puncak candi itu merupakan satu di antara lambang dari agama Buddha.

Candi itu kurang lebih terdiri dari 240 bangunan. Bangunan candi sendiri dibangun dalam areal seluas kurang lebih 49.284 m. Candi itu diresmikan oleh Rakai Kayuwangi, pada tahun 778 Saka (856 Masehi). Dalam Prasasti Siwagraha tertuliskan ihwal pembuatan Candi Prambanan. Candi dan gapuranya dikerjakan oleh beratusratus pekerja. 

Dari segi arsitektur bangunan, Candi Prambanan dan Candi Sewu masih menampakkan ciri-ciri arsitektur Buddhis. Teknik pembangunan candi itu dengan menggunakan ikatan pada setiap bata-batanya. Keistimewaan bangunan itu terletak pada bentuk candi yang menjulang tinggi pada tanah datar. Candi Prambanan merupakan candi tertinggi dengan bentuk menara. Candi Prambanan berada dalam daerah yang mempunyai kepadatan bangunan candi yang beragam. Khususnya pada belahan sisi timur Kali Opak, terdapat Candi Bubrah, Lumbung, dan Sewu. Keempat candi besar yang berderat itu mempunyai kesatuan mandala. Kedekatan letak Candi Prambanan dengan candi-candi agama Buddha memperlihatkan adanya toleransi antara penduduk yang beragama Hindu dengan penduduk yang beragama Buddha pada masa Mataram Kuno itu.


********

Kekuasaan Dinasti Isyana

Pertentangan di antara keluarga Mataram, sepertinya terus berlangsung hingga masa pemerintahan Mpu Sindok pada tahun 929 M. Pertikaian yang tidak pernah berhenti mengakibatkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti gres yaitu Dinasti Isyanawangsa. Di samping lantaran kontradiksi keluarga, pemindahan sentra kerajaan juga dikarenakan kerajaan mengalami kehancuran akhir letusan Gunung Merapi. Berdasarkan prasasti, sentra pemerintahan Keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperkirakan erat Jombang, lantaran di Jombang masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa Tambelang. Daerah kekuasaannya mencakup Jawa  belahan timur, Jawa belahan tengah, dan Bali.

Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuannya berjulukan Sri Isyanatunggawijaya. Ia naik takhta dan kawin dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang berjulukan Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik takhta menggantikan ibunya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa Tguh yang memeluk agama Hindu aliran Waisya. Pada masa pemerintahannya, Dharmawangsa Tguh memerintahkan untuk menyadur kitab Mahabarata dalam bahasa Jawa Kuno. Setelah Dharmawangsa Tguh turun takhtah ia digantikan oleh Raja Airlangga, yang dikala itu usianya masih 16 tahun. Hancurnya kerajaan Dharmawangsa mengakibatkan Airlangga berkelana ke hutan. Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama Hindu dan Buddha sebagai raja. Begitulah kehidupan agama pada masa Mataram Kuno. Meskipun mereka berbeda aliran dan keyakinan, penduduk Mataram Kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.

Setelah dinobatkan sebagai raja, Airlangga segera mengadakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan. Pada tahun 1037 M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, mencakup seluruh Jawa Timur. Airlangga kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.

Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, kemudian hidup sebagai pertapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra). Menjelang tamat pemerintahannya Airlangga menyerahkan kekuasaanya pada putrinya Sangrama Wijaya TunggaDewi. Namun, putrinya itu menolak dan menentukan untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri.

Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan. Kerajaan itu yakni Kediri dan Janggala. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir. Kerajaan Janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang berjulukan Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana). Wilayahnya mencakup daerah sekitar Surabaya hingga Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Kerajaan Kediri di sebelah barat diberikan kepada putra bungsunya yang berjulukan Samarawijaya (Jayawarsa) dengan ibu kota di Kediri (Daha), mencakup daerah sekitar Kediri dan Madiun. 

Kerajaan Kediri yakni kerajaan pertama yang mempunyai sistem manajemen kewilayahan negara berjenjang. Hierarki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang. Struktur paling bawah dikenal dengan thani (desa). Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan.  Setingkat lebih tinggi di atasnya disebut wisaya, yaitu sekumpulan dari desa-desa. Tingkatan paling tinggi yaitu negara atau kerajaan yang disebut dengan bhumi.

Selengkapnya ihwal Sejarah Indonesia kelas 10 "Kerajaan-Kerajaan pada Masa Hindu-Buddha" bacalah tautan-tautan berikut ini:

1. Kerajaan Kutai

2. Kerajaan Tarumanegara

3. Kerajaan Kalingga

4. Kerajaan Sriwijaya

5. Kerajaan Mataram Kuno

6. Kerajaan Kediri

7. Kerajaan Singasari

8. Kerajaan Majapahit

9. Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali

10. Kerajaan Tulang Bawang


11. Kerajaan Kota Kapur

Related : Kerajaan Mataram Kuno (Sejarah Indonesia Kelas 10 Sma/Smk/Ma)

0 Komentar untuk "Kerajaan Mataram Kuno (Sejarah Indonesia Kelas 10 Sma/Smk/Ma)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close