Muhammadiyah Dari Kala Ke Masa

MUHAMMADIYAH DARI MASA KE MASA

A. Muhammadiyah Periode Sebelum Kemerdekaan (Masa Penjajahan Belanda) Tahun 1912 - 1942

Sejak didirikan K.H. Ahmad Dahlan tahun 1912, Muhammadiyah telah melewati aneka macam insiden sejarah, menyerupai pemilu tahun 1955 yang banyak diwarnai partai-partai Islam. Keberadaan partai Masumi, didukung oleh organisasi-organisai Islam termasuk Muhammadiyah. Tokoh-tokoh Muhammadiyah menyerupai Ki Bagus Hadi Kusuma, Buya HAMKA, K.H. Faqih Usman, Prof. K.H. Kahar Muzakkir, K.H. Hasan Basri aktif falam Masyumi. Peristiwa tersebut salah satu potret perjalanan Muhammadiyah pada masa awal sehabis kemerdekaan.

Berdirinya Muhammadiyah diawalai dengan pendirian sekolah oleh K.H. Ahmad Dahlan yang mengajarkan agama Islam dan pengetahuan biasa. Lalu ada organisasi pendukungnya yang dibantu oleh para pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta. Nama organisasi yang dipilih yaitu “Muhammadiyah”.

Untuk menyusun Anggaran Dasar Muhammadiyah banyak menerima pinjaman daro R. Sosrosugondo guru Bahasa MelayuKweekschool Budi Utomo, rumusannya dibentuk dalam bahasa Belanda dan Melayu. Kesepakatan lingkaran pendirian Muhammadiyah tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Proses seruan legalisasi kepada pemerintah sebagai tubuh aturan diusahakan oleh Budi Utomo cabang Yogyakarta.

Pada tanggal 20 Desember 1912 diajukan surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Surat tersebut berisi supaya persyarikatan memiliki izin resmi dan diakui sebagai tubuh aturan dengan wilayah se-Jawa – Madura. Surat tersebut juga dilampiri rancangan statuen atau anggaran dasarnya. Namun, pemerintah Hindia Belanda sangat berhati-hati menanggapinya. Oleh alasannya itu, Gubernur Jenderal kemudian mengirim surat seruan pertimbangan kepada empat pejabat: Direktur Van Justite, Adviseur Voor Indlandsche Zaken, Residen Yogyakarta dan Sri Sultan Hamengkubuwono VI.

Surat untuk Sri Sultan dari Residen Yogkarta diteruskan kepada Rijksbestuurder (Pepatih Dalem Sri Sultan). Oleh alasannya surat tersebut mengenai urusan agama maka diteruskan kepadaHoofd Penghulu, waktu itu Penghulu dijabat H. Muhammad Khalil Kamaludiningrat.

Residen Yogyakarta Liefrinck pada 21 April 1913 menyurati Gubernur Jenderal bahwa Ia menyetujui permohonan Muhammadiyah. Namun dengan catatan kata “Jawa dan Madura” diganti dengan “Residentie Yogyakarta”, tempat kelahirannya.

Gubernur  Jenderal Idenburg meminta HoodbestuurMuhammadiyah untuk mengubah kata-kata “Jawa dan Madura” menjadi Residentie Yogyakarta. Tertera dalam statuen artikel 2, 4 dan 7.

Hal ini dipenuhi sehabis rapat anggota tanggal 15 Juni 1914. Demikianlah proses surat menyurat selama 20 bulan dengan pemerintah Hindia Belanda, risikonya Muhammadiyah diakui sebagai tubuh aturan resmi. Tertuang dalam Gouvernement Besluittanggal 22 Agustus 1914 No. 81 beserta lampiran statuennya.

Sejak resmi diakui itu, 4 pemimpin Muhammadiyah yang tampil menjadi pemimpin selama periode 1912 – 19142, sebagai berikut:

1.   Periode K.H. Ahmda Dahlan (1912 – 1923)

Ada beberapa faktor yang mendorong atau melatarbelakangi KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor internal:
- umat Islam banyak yang terserang penyakit syirik, taqlid, serta TBC (Takhayul, Bid'ah, dan Churafat)
- umat Islam terpecah ke dalam tiga golongan (priyayi, santri, dan abangan)
- sistem pendidikan Islam yang lemah

b. Faktor eksternal:
- penjajahan kolonial Belanda
- gerakan pembaharuan Islam Dunia

Merupakan masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha organisasi Muhammadiyah yang menerima kedudukan terhormat pemerintah alasannya pergerakan Islam yang modern.

2.   Periode K.H. Ibrahim (1923 – 1932)
K.H. Ibrahim yaitu adik Nyai Walidah/Nyai Ahmad Dahlan. Beliau yaitu adik ipar K.H. Ahmad Dahlan, merupakan ulama pondok pesantren tidak pernah mengenyam pendidikan model barat. Pada masa ini Muhammadiyah makin berkembang dan meluas hingga luar Jawa. Lalu terbentuk Majelis Tarjih, mengadakan penelitian pengembangan hukum-hukum agama. Para perjaka menerima bentuk organisasi yang nyata. Beridiri Nasyiyatul Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.

3.   Periode K.H. Hisyam (1932 – 1936)
Bidang pendidikan menerima perhatian yang besar. Diadakan juga penertiban dan pemantaban manajemen organisasi, jadi Muhammadiyah lebih berpengaruh dan lincah.

4.   Periode K.H. Mas Mansur (1936 – 1942)
Pengukuhan kembali hidup beragama dan penegasan paham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya pengaktifan Majelis Tarjih yang bisa merumuskan “Masalah Lima” mengenai dunia, agama, qiyas, sabilillah dan ibadah. Dan disusun pula “Langkah Dua Belas”:
a. Memperdalam masuknya Iman.
b. Memperbuahkan paham agama.
c. Memperbuahkan kebijaksanaan pekerti.
d. Menuntun amal intiqad.
e. Menguatkan persatuan.
f.  Menegakkan keadilan.
g. Melakukan kebijaksanaan.
h. Menguatkan Majelis Tanwir.
i.  Mengadakan konferensi bagian.
j. Mempermusyawaratkan putusan.
k. Mengawasi gerakan jalan.
l. Mempersambungkan gerakan luar.

B. Muhammadiyah Periode Sebelum Kemerdekaan (Masa Penjajahan Jepang) Tahun 1942 - 1945

Jepang memberi ruang gerak yang sempit terhadap Muhammadiyah. Ki Bagus Hadikusumo bisa mempertahankan misi pergerakan Muhammadiyah. Periodenya tahun 1942 – 1953, kondisi politik masih masa transisi Belanda ke Jepang.

Tahun 1944 Muhammadiyah mengadakan Muktamar  darurat di Yogyakarta. Di masa pendudukan Jepang yang Fasis, Ki Bagus Hadikusumo selain memimpin Muhammadiyah juga dipakai untuk memikirkan nasib bangsa.

Beliau dengan gigih menentang arahan “Sei Kerei” dari Jepang. Sei Kerei yaitu membungkukkan tubuh ke arah timur (Negeri Jepang) menghormati Dewa Matahari, sebagai “Dewa penitis para Kaisar Jepang”. Upacara ini wajib dilakukan para siswa setiap pagi.

Selaku Ketua PP Muhammadiyah, terpanggil menyelamatkan generasi Muslim Indonesia dari syirik itu.

Melalui debat yang seru dengan Pemerintah Jepang,  risikonya pemerintah Jepang menawarkan dispensasi. Khusus bagi semua sekolah Muhammadiyah untuk tidak melakukan
upacara Sei Kerei. Ki Bagus Hadikusumo juga tercatat sebagai anggota Chuo Sangiin (Dewan Penasehat Pusat) buatan Jepang.

C. Muhammadiyah Periode Kemerdekaan Sampai Orde Lama (1945-1968)

1. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942 – 1953)
Di awal kemerdekaan NKRI, Muhammadiyah ikut aktif dalam perjuangan. Terjun dalam kancah revolusi di aneka macam laskar kerakyatan hingga tahun 1953. Kegiatan-kegiatan keorganisasiannya antara lain:
a. Tahun 1946 mengadakan silaturrahim cabang-cabang se-Jawa.
b. Tahun 1950 mengadakah sidang Tanwir perwakilan.
c. Tahun 1951 sidang Tanwir di Yogyakarta.
d. Tahun 1952 mengadakah sidang Tanwir di Bandung
e. Tahun 1953 mengadakah sidang Tanwir di Solo dengan keputusan Muhammadiyah hanya boleh memasuki partai yang menurut Islam.

2. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952 – 1959)
A. R. Sutan Mansyur dipilih sebagai Ketua Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto meskipun tidak termasuk Sembilan Terpliih. 9 terpilih itu yaitu H.M.Yunus Anies, H.M. Farid Ma’ruf, Hamka, K.H. Ahmad Badawi, K.H. Fakih Usman, Kasman Singodimejo, DR. Syamsudin, A. Kahar Muzakir dan Muljadi Djojomartono.

Masa ini “ruh Tauhid” ditanamkan kembali. Disusun langkah kurun waktu tertentu, yang pertama tahun 1956 – 1959 yang dikenal dengan nama Khittah Palembang.

3. Periode H.M. Yunus Anies (1959 – 1962)
Negara Indonesia sedang dalam kegoncangan politik yang secara eksklusif dan tidak eksklusif menghipnotis gerak usaha Muhammadiyah.

Tetapi Muhammadiyah bisa merumuskan Kepribadian Muhammadiyah yang menempatkan kembali kedudukan Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

4. Periode K.H. Ahmad Badawi (1962 – 1968)
K.H. Ahmad Badawi dipilih dalam Muktamar ke-35 di Jakarta tahun 1962. Muhammadiyah berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinya supaya tidak dibubarkan. Karena waktu itu politik dikuasai oleh PKI dan Bung Karno tahun 1965.

Pada ketika itu seluruh barisan Orde Baru termasuk Muhammadiyah ikut tampil memberantas Komunis.

D. Muhammadiyah Periode Orde Baru hingga Orde Reformasi

Periode ini merupakan rentang waktu 1968 – 2000, yang tampil sejumlah pemimpin karismatik. Ada 5 orang yang silih berganti memegang pucuk pimpinan Muhammadiyah:

1. Periode K.H. Fakih Usman dan K.H. A.R. Fakhrudin (1968 – 1971)
K.H. Fakih Usman dipilih Ketua Muhammadiyah pada Muktamar ke-37 di Yogyakarta. Tidak usang kemudian meninggal, kemudian diganti K.H. A.R. Fakhrudin (nama lengkapnya K.H. Abdul Razak Fakhrudin)

Usaha me-Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah. Usaha untuk mengadakan pembaruan (tajdid) dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah”. Di bidang organisasi dan usaha usaha menyusun “Khittah Perjuangan dan Bidang-bidang lainnya”.

2. Periode K.H. A.R. Fakhrudin (1971 – 1990)
Beliau dipilih sebagai Ketua Muhammadiyah ditetapkan dalam tanwir Ponorogo tahun 1969. Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujung Pandang tahun 1971, muktamar ke-40 tahun 1978 di Surabaya dan ke-41 tahun 1985 di Surakarta.

Terjadi krisis yaitu keharusan untuk menimbulkan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Muhammadiyah mengatasi imbauan dari pemerintah perihal asas tunggal pancasila dengan mengadakan perubahan AD Muhammadiyah dengan memutuskan Pancasila sebagai asas organisasi.

Pada masa itu juga terjadi insiden penting yaitu kunjungan Paus Yohanes Paulus II. Sebagai reaksi atas kunjungan itu dia mengeluarkan buku ”Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur”. Isinya yaitu bahwa Indonesia yaitu negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan rakyat menjadi obyek Kristenisasi.

3. Periode K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. (1990 – 1995)
Didominasi oleh kaum intelektual produk Muhammadiyah. K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. alumnus Universitas Al Azhar dan pakar dalam bidang aturan Islam. Pada muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta menjadi ketua PP Muhammadiyah.

Pada periode ini telah dirumuskan aktivitas jangka panjang 25 tahun, yang mencakup 3 hal: bidang konsolidasi gerakan, pengkajian dan pengembangan serta kemasyarakatan.

4. Periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A. dan Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif, M.A. (1995 – 2000)
Tokoh reformasi Indonesia ini, lahir di Surakarta, 26 April 1944. Di Muhammadiyah semenjak muktamar tahun 1985 di Surakarta yang menjabat sebagai ketua majelis tabligh Muhammadiyah. Dipilih menjadi wakil ketua PP Muhammadiyah pad Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta. Tahun 1994 dipilih menjadi Ketua hingga simpulan periode 1990 – 1995. 1995 pada Muktamar ke-43 di Banda Aceh kembali menjadi Ketua PP Muhammadiyah periode 1995 – 2000.

Pada periode Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A. telah dirumuskan aktivitas Muhammadiyah tahun 1995 – 2000, Rumusannya mengacu kepada duduk perkara global, dunia Islam, nasional, Muhammadiyah, dan pengembangan pemikiran. Adapun pengembangan pemikiran terdiri atas pemikiran keagamaan, ilmu dan teknologi, basis ekonomi, gerakan sosial kemasyarakatan, dan PTM sebagai basis gerakan keilmuan atau pemikiran.

5. Periode Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif, M.A.
Hasil Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000 Prof. Dr. H.A. Syafi’i Maarif, M.A. terplih menjadi ketua PP Muhammadiyah. Beliau seorang guru besar Ilmu Sejarah di IKIP Yogyakarta. Lahir di Sumpurkudus Sumatera Barat tanggal 31 Mei 1935.

Program kerja masa periode 2000 – 2005 secara garis besar yaitu melanjutkan aktivitas Muhammadiyah sebelumnya, secara ringkas dirumuskan:
1.      Visi, Misi dan Usaha Muhammadiyah.
2.      Program Muhammadiyah yang mencakup Program Konsolidasi Gerakan dan Program Per Bidang.

E.     Muhammadiyah Paska Muktamar ke-45 di Malang 2005

Prof. Dr. Din Syamsudin terpilin sebagai ketua PP Muhammadiyah periode 2005 – 2010 pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang tahun 2005 yang dilaksanakn 3 – 8 Juli 2005.

Dalam muktamar ini telah ditanfidzkan putusan-putusan, sebagai berikut:
1.   Menerima laporan PP Muhammadiyah masa jabatan 2000 – 2005.
2.   Pernyartaan pikiran Muhammadiyah jelang Satu Abad.
3.   Program persyarikatan periode 2005 – 2010.
4.   Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
5.   Rekomendasi Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Adapun aktivitas persyarikatan Muhammadiyah periode ini, sebagai berikut:

1.   Gambaran Umum Program
Merupakan pembagian terstruktur mengenai aktivitas jangka panjang untuk 5 tahun pertama masa berlakunya aktivitas jangka panjang. Sebagai aktivitas kerja 5 tahunan tahap I, aktivitas Nasional Muhammadiyah 2005 – 2010 menitikberatkan pada 3 hal utama: penguatan organisasi, pemantapan perencanaan dan pengembangan konsistensi serta kesungguhan jajaran persyarikatan untuk merealisasikan aktivitas kerja.

2.   Tujuan Program
Terbangunnya sistem organisasi yang dinamis, efektif dan efisien serta produktif sehingga sanggup menguatkan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia.

3.   Prioritas
Urutan prioritas dirumuskan sebagai berikut:
a. Penguatan organisasi di semua hal.
b. Peningkatan kualitas forum dan amal usaha Muhammadiyah.
c. Pengembangan tajdid di bidang tarjih dan pemikiran Islam.
d. Peningkatan tugas serta persyarikatan dalam penguatan masyarakat.
e. Pengembangan kaderisasi.
f. Peningkatan tugas Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan negara serta percaturan global.

4.   Program Nasional di Berbagai Bidang
a. Tarjih, Tajdid dan pemikiran Islam.
b. Tabligh dan Kehidupan Islami.
c. Pendidikan, Iptek dan Litbang.
d. Kaderisasi.
e. Kesehatan, kesejahteraan dan pemberdayaan Masyarakat.
f.  Wakaf, ZIS (Zakat, Infaq dan Shodaqah) dan Pemberdayaan Ekonomi.
g. Partisipasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
h. Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan Hidup.
i.  Organisasi.
j.  Pustaka dan Informasi.
k. Seni Budaya.
l.  Ukhuwah dan kerja sama

Related : Muhammadiyah Dari Kala Ke Masa

0 Komentar untuk "Muhammadiyah Dari Kala Ke Masa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close