Landasan Operasional Muhammadiyah
(Khittah Perjuangan Muhammadiyah)
(Khittah Perjuangan Muhammadiyah)
Agar pergerakan organisasi Muhammadiyah sesuai maksud dan tujuannya alias tidak melenceng dari "rel" yang sudah digariskan, maka semua pimpinan dan anggota butuh landasan dalam "mengoperasikan" atau menggerakkan dan menjalankan persyarikatan. Landasan Operasional Muhammadiyah tersebut yaitu Khittah Perjuangan Muhammadiyah. Apa itu Khittah Perjuangan Muhammadiyah?
1. Pengertian Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Khittah artinya garis. Khittah Perjuangan Muhammadiyah artinya garis besar perjuangan. Khittah mengandung pemikiran usaha yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah usaha sebagai landasan berpikir dan landasan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota Muhammadiyah.
2. Sejarah atau Latar Belakang Pembentukan
Dari setiap periode kepemimpinan Muhammadiyah telah terlahir khittah. Setiap khittah disusun mengikuti perkembangan masa periode tertentu. Oleh hasilnya isi khittah menyesuaikan dasar dan tujuan Muhammadiyah dikala itu. Khittah yang pernah ada dari semenjak Muhammadiyah didirikan hingga kini sebagai berikut:
1. Khittah Langkah Duabelas (tahun 1938)
2. Khittah Palembang (tahun 1959)
3. Khittah Perjuangan / Khittah Pnorogo (tahun 1969)
4. Khittah Ujung Pandang (tahun 1971)
5. Khittah Perjuangan / Khittah Surabaya (tahun 1978)
6. Khittah Denpasar (tahun 2002)
3. Maksud dan Tujuan
Adalah sebagai tuntunan, pedoman, dan kode untuk berjuang bagi anggota Muhammadiyah.
4. Fungsi Khittah
Adalah landasan berfikir bagi semua pimpinan dan anggota Muhammadiyah. Juga menjadi landasan setiap amal usaha Muhammadiyah.
5. Isi Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Isi Khittah Muhammadiyah yaitu sebagai berikut:
1. Langkah 12 Muhammadiyah 1938-1940
Langkah dua belas berisi buah pikiran dan perenungan KH. Mas Mansur sehabis menelaah kembali situasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan perjuangan. Khittah ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu langkah ilmi dan langkah amal. Langkah ilmi yaitu langkah nomor 1 hingga langkah nomor 7 (langkah a-g), sedangkan langkah amali yaitu langkah nomor 8 hingga dengan langkah 12 (langkah h-l). Langkah ilmi maksudnya yaitu langkah-langkah ini masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut untuk melaksanakannya. Sedangkan langkah amali berarti langkah-langkah yang tersebut tidak memerlukan lagi penjelasan, tinggal melaksanakannya, alasannya yaitu dianggap sudah jelas.
Adapun isi Khittah Langkah 12 sebagai berikut:
a. Memperdalam Masuknya Iman
Hendaklah iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, hingga iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
b. Memperluas Faham Agama
Hendaklah faham agama yagn tolong-menolong itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti ekspansi Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka, mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
c. Memperbuahkan Budi Pekerti
Hendaklah diterangkan dengan terang perihal akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang tercela serta diperbahaskannya perihal memakainya akhlaq yang mahmudah dan menjauhkannya akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.
d. Menuntun Amalan Intiqad (self correctie)
Hendaklah senantiasa melaksanakan perbaikan diri kita sendiri (self correctie), segala usaha dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan di daerah yang tentu, dengan dasar mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat, sedang yang kedua ini didahulukan dari yang pertama.
e. Menguatkan Persatuan
Hendaklah menimbulkan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita.
f. Menegakkan Keadilan
Hendaklah keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai tubuh sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.
g. Melakukan Kebijaksanaan
Dalam gerak kita tidaklah melupakan hikmah, pesan yang tersirat hendaklah disendikan kepada Kitabullah dan Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan kita itu, mestilah kita buang, alasannya yaitu itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya. Dalam pada itu, dengan tidak mengurangi segala gerakan kemuhammadiyahan, maka pada tahun 1838-1940 H. Muhammadiyah mengemukakan pekerjaan akan:
h. Menguatkan Majlis Tanwir
Sebab majlis ini nyata-nyata kuat besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan sudah menjadi ajun yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-baiknya.
i. Mengadakan Konperensi Bagian
Untuk mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah penggalan kita, maka hendaklah kita berikhtiar mengadakan Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian: Penyiaran Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.
j. Mempermusyawaratkan Putusan
Agar sanggup dispensasi dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada keputusan yang mengenai kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang bersangkutan itu lebih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara menghasilkannya dengan segera.
k. Mengawaskan Gerakan Jalan
Pemandangan kita hendaklah kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di dalam Muhammadiyah, yang sudah lalu, yang masih pribadi dan yang bertambah (yang akan datang/berkembang).
l. Mempersambungkan Gerakan Luar
Kira berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin Islam.
2. Khittah Palembang 1956-1959
Khutbah Palembang disahkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 di Palembang tahun 1956. Ketua umum Muhammadiyah pada waktu itu yaitu Buya AR. Sutan Mansur.
Berikut ini isi Khittah Palembang:
a. Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b. Melaksanakan uswatun hasanah.
c. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.
e. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.
f. Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan tubuh ishlah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan.
g. Menuntun penghidupan anggota.
3. Khittah Ponorogo 1969
Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah ujung pandang.
Isi Khittah Ponorogo:
a. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu impian dan keyakinan hidup yang bersumber anutan Islam.
b. Dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW yaitu satu-satunya jalan untuk mencapai impian dan keyakinan hidup.
c. Dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar seperti yang dimaksud harus dilakukan memalui dua saluran/bidang secara simultan, yaitu:
1. kanal politik kenegaraan (politik praktis)
2. kanal masyarakat
d. Untuk melaksanakan perjaungan dakwah Islam dana amar ma'ruf nahi munkar seperti yang dimaksud di atas dibuatnalatnya masing-masing berupa organisasi.
1. Untuk saluran/bidang politik kenegaraan (politik praktis) dengan organisasi politik (partai)
2. untuk saluran/bidang masyarakat dengan oraginsasi non partai
e. ...
f. ....
g. ...
h. ...
i. ....
4. Khittah Ujung Pandang 1971
a. Muhammadiyah yaitu Gerakan Da’wah Islam yang berinfak dalam segala bidang kehidupan insan dan masyarakat, tidak memiliki kekerabatan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
b. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya sanggup tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
c. Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam sehabis pemilu tahun 1971, muhammadiyah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d. Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
5. Khittah Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1978 merupakan grais besar usaha Muhammadiyah yang diputuskan pada Muktamar Muhammadiyah Ke-40 di Surabaya. Berikut ini isi (matan) Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1978:
a. Hakikat Muhammadiyah.
b. Muhammadiyah dan Masyarakat
c. Muhammadiyah dan Politik
d. Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyyah
e. Dasar Program Muhammadiyah
6. Khittah Denpasar 2002
Khittah Muhammadiyah dalam Berbangsa dan Bernegara atau dikenal juga dengan sebutan Khittah Denpasar diputuskan dalam sidang Tanwir Muhammadiyah di Bali tahun 2002. Muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya sanggup menyebarkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan kiprah berbangsa dan bernegara.
Isi Khittah Muhammadiyah yaitu sebagai berikut:
1. Langkah 12 Muhammadiyah 1938-1940
Langkah dua belas berisi buah pikiran dan perenungan KH. Mas Mansur sehabis menelaah kembali situasi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan perjuangan. Khittah ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu langkah ilmi dan langkah amal. Langkah ilmi yaitu langkah nomor 1 hingga langkah nomor 7 (langkah a-g), sedangkan langkah amali yaitu langkah nomor 8 hingga dengan langkah 12 (langkah h-l). Langkah ilmi maksudnya yaitu langkah-langkah ini masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut untuk melaksanakannya. Sedangkan langkah amali berarti langkah-langkah yang tersebut tidak memerlukan lagi penjelasan, tinggal melaksanakannya, alasannya yaitu dianggap sudah jelas.
Adapun isi Khittah Langkah 12 sebagai berikut:
a. Memperdalam Masuknya Iman
Hendaklah iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, hingga iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
b. Memperluas Faham Agama
Hendaklah faham agama yagn tolong-menolong itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti ekspansi Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka, mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
c. Memperbuahkan Budi Pekerti
Hendaklah diterangkan dengan terang perihal akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang tercela serta diperbahaskannya perihal memakainya akhlaq yang mahmudah dan menjauhkannya akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.
d. Menuntun Amalan Intiqad (self correctie)
Hendaklah senantiasa melaksanakan perbaikan diri kita sendiri (self correctie), segala usaha dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan di daerah yang tentu, dengan dasar mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat, sedang yang kedua ini didahulukan dari yang pertama.
e. Menguatkan Persatuan
Hendaklah menimbulkan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita.
f. Menegakkan Keadilan
Hendaklah keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai tubuh sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.
g. Melakukan Kebijaksanaan
Dalam gerak kita tidaklah melupakan hikmah, pesan yang tersirat hendaklah disendikan kepada Kitabullah dan Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan kita itu, mestilah kita buang, alasannya yaitu itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya. Dalam pada itu, dengan tidak mengurangi segala gerakan kemuhammadiyahan, maka pada tahun 1838-1940 H. Muhammadiyah mengemukakan pekerjaan akan:
h. Menguatkan Majlis Tanwir
Sebab majlis ini nyata-nyata kuat besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan sudah menjadi ajun yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-baiknya.
i. Mengadakan Konperensi Bagian
Untuk mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah penggalan kita, maka hendaklah kita berikhtiar mengadakan Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian: Penyiaran Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.
j. Mempermusyawaratkan Putusan
Agar sanggup dispensasi dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada keputusan yang mengenai kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang bersangkutan itu lebih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara menghasilkannya dengan segera.
k. Mengawaskan Gerakan Jalan
Pemandangan kita hendaklah kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di dalam Muhammadiyah, yang sudah lalu, yang masih pribadi dan yang bertambah (yang akan datang/berkembang).
l. Mempersambungkan Gerakan Luar
Kira berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin Islam.
2. Khittah Palembang 1956-1959
Khutbah Palembang disahkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 di Palembang tahun 1956. Ketua umum Muhammadiyah pada waktu itu yaitu Buya AR. Sutan Mansur.
Berikut ini isi Khittah Palembang:
a. Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b. Melaksanakan uswatun hasanah.
c. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.
e. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.
f. Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan tubuh ishlah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan.
g. Menuntun penghidupan anggota.
3. Khittah Ponorogo 1969
Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah ujung pandang.
Isi Khittah Ponorogo:
a. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu impian dan keyakinan hidup yang bersumber anutan Islam.
b. Dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW yaitu satu-satunya jalan untuk mencapai impian dan keyakinan hidup.
c. Dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar seperti yang dimaksud harus dilakukan memalui dua saluran/bidang secara simultan, yaitu:
1. kanal politik kenegaraan (politik praktis)
2. kanal masyarakat
d. Untuk melaksanakan perjaungan dakwah Islam dana amar ma'ruf nahi munkar seperti yang dimaksud di atas dibuatnalatnya masing-masing berupa organisasi.
1. Untuk saluran/bidang politik kenegaraan (politik praktis) dengan organisasi politik (partai)
2. untuk saluran/bidang masyarakat dengan oraginsasi non partai
e. ...
f. ....
g. ...
h. ...
i. ....
4. Khittah Ujung Pandang 1971
a. Muhammadiyah yaitu Gerakan Da’wah Islam yang berinfak dalam segala bidang kehidupan insan dan masyarakat, tidak memiliki kekerabatan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
b. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya sanggup tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
c. Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam sehabis pemilu tahun 1971, muhammadiyah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d. Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
5. Khittah Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1978 merupakan grais besar usaha Muhammadiyah yang diputuskan pada Muktamar Muhammadiyah Ke-40 di Surabaya. Berikut ini isi (matan) Khittah Perjuangan Muhammadiyah tahun 1978:
a. Hakikat Muhammadiyah.
b. Muhammadiyah dan Masyarakat
c. Muhammadiyah dan Politik
d. Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyyah
e. Dasar Program Muhammadiyah
6. Khittah Denpasar 2002
Khittah Muhammadiyah dalam Berbangsa dan Bernegara atau dikenal juga dengan sebutan Khittah Denpasar diputuskan dalam sidang Tanwir Muhammadiyah di Bali tahun 2002. Muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya sanggup menyebarkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan kiprah berbangsa dan bernegara.
Adapun Khittah Denpasar tahun 2002 atau Khittah Muhammadiyah dalam Berbangsa dan Bernegara yang bersifat lengkap itu berisi sembilan butir pernyataan pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari anutan Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama.
2. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui usaha politik maupun melalui pengembangan masyarakat, intinya merupakan wahana yang mutlak diharapkan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”.
3. Muhammadiyah menentukan usaha dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha training atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
4. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas usaha politik yang bersifat mudah atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan impian luhur bangsa dan negara.
5. Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara biar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan impian luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang tenang dan berkeadaban.
6. Muhammadiyah tidak bekerjasama dan tidak memiliki kekerabatan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa menyebarkan perilaku positif dalam memandang usaha politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
7. Muhammadiyah memperlihatkan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
8. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan kiprah dan acara politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), budpekerti mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar.
9. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun menurut prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
0 Komentar untuk "Landasan Operasional Muhammadiyah (Khittah Usaha Muhammadiyah)"