Sahabat Edukasi yang berbahagia… Pada tanggal 31 Oktober 2023 sudah disahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 perihal Aparatur Sipil Negara. Di mana dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 perihal ASN ini, Pada dikala Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang ialah peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 perihal Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Kemudian, pada dikala Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 perihal Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Berikut isi dari salinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 perihal Aparatur Sipil Negara:
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan hasrat bangsa dan merealisasikan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil ncgara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, higienis dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta bisa menyelcnggarakan pelayanan publik bagi penduduk dan bisa menjalankan kiprah selaku unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa menurut Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam rangka mempercepat pelaksanaan transformasi aparatur sipil negara untuk mcwujudkan aparatur sipil negara dengan hasil kerja tinggi dan sikap yang berorientasi pelayanan, akuntabel, kompetcn, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif, perlu dijalankan penyempurnaan terhadap pelaksanaan tata kelola aparatur sipil negara;
c. bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 perihal Aparatur Sipil Negara sudah tidak cocok dengan perkembangan penyelenggaraan fungsi aparatur sipil negara dan keperluan penduduk sehingga perlu diganti;
d. bahwa menurut pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam abjad a, abjad b, dan abjad c, perlu membentuk Undang-Undang perihal Aparatur Sipil Negara;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur Sipil Negara yang berikutnya disingkat ASN yakni profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang melakukan pekerjaan pada instansi pemerintah.
2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang berikutnya disebut Pegawai ASN yakni pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi kiprah dalam sebuah jabatan pemerintahan atau diserahi kiprah negara yang lain dan diberikan penghasilan menurut peraturan perundang undangan.
3. Pegawai Negeri Sipil yang berikutnya disingkat PNS yakni warga negara Indonesia yang menyanggupi syarat tertentu, diangkat selaku Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
4. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang berikutnya disingkat PPPK yakni warga negara Indonesia yang menyanggupi syarat tertentu, yang diangkat menurut perjanjian kerja untuk rentang waktu tertentu dalam rangka melaksanakan kiprah pemerintahan dan/ atau menduduki jabatan pemerintahan.
5. Manajemen ASN yakni serangkaian proses pengelolaan ASN untuk merealisasikan ASN yang profesional dengan hasil kerja tinggi dan sikap sesuai nilai dasar ASN, bebas dari intervensi politik, serta higienis dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
6. Digitalisasi Manajemen ASN yakni proses Manajemen ASN dengan mempergunakan teknologi digital yang terintegrasi secara metode dan data untuk mempermudah penyelenggaraan dan pelayanan Manajemen ASN.
7. Jabatan Manajerial yakni sekelompok jabatan yang mempunyai fungsi memimpin unit organisasi dan memiliki pegawai yang berkedudukan pribadi di bawahnya untuk meraih tujuan organisasi.
8. Jabatan Nonmanajerial yakni sekelompok jabatan yang memprioritaskan kompetensi yang bersifat teknis sesuai bidangnya dan tak punya tanggung jawab pribadi dalam mengorganisir dan memantau kinerja pegawai.
9. Menteri yakni menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
10. Pejabat Pembina Kepegawaian yakni pejabat yang memiliki kewenangan menentukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan seminar Manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Pejabat yang Berwenang yakni pejabat yang memiliki kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. lnstansi Pemerintah yakni instansi sentra dan instansi daerah.
13. Instansi Pusat yakni kementerian, forum pemerintah nonkementerian, kesekretariatan forum negara, dan kesekretariatan forum nonstruktural.
14. Instansi Daerah yakni perangkat tempat provinsi dan perangkat tempat kabupaten/kota.
15. Sistem Merit yakni penyelenggaraan metode Manajemen ASN sesuai dengan prinsip meritokrasi.
BAB II
ASAS, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU
Bagian Kesatu Asas
Pasal 2
Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN menurut pada asas:
a. kepastian hukum;
b. profesionalitas;
c. proporsionalitas;
d. keterpaduan;
e. pendelegasian;
f. netralitas;
g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. keterbukaan;
j. nondiskriminatif;
k. persatuan dan kesatuan;
l. keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan.
Bagian Kedua Nilai Dasar
Pasal 3
(1) Pegawai ASN memegang teguh ideologi Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan yang sah.
(2) Pegawai ASN mengimplementasikan nilai dasar ASN yang terdiri atas:
a. berorientasi pelayanan;
b. akuntabel;
c. kompeten;
d. harmonis;
e. loyal;
f. adaptif; dan
g. kolaboratif.
Bagian Ketiga
Kode Etik dan Kode Perilaku
Pasal 4
(1) Kode etik dan arahan sikap berencana untuk mempertahankan martabat dan kehormatan ASN serta kepentingan bangsa dan negara.
(2) Nilai dasar ASN dijabarkan dalam arahan etik dan arahan sikap ASN selaku berikut:
a. berorientasi pelayanan, yakni komitmen menampilkan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat, meliputi:
1. memahami dan menyanggupi keperluan masyarakat;
2. ramah, cekatan, solutif, dan sanggup diandalkan; dan
3. melakukan perbaikan tiada henti;
b. akuntabel, yakni bertanggung jawab atas keyakinan yang diberikan, meliputi:
1. melaksanakan kiprah dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin, dan berintegritas tinggi;
2. menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; dan
3. tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan;
c. kompeten, yakni terus berguru dan membuatkan kapabilitas, meliputi:
1. meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang senantiasa berubah;
2. membantu orang lain belajar; dan
3. melaksanakan kiprah dengan mutu terbaik;
d. harmonis, yakni saling peduli dan menghargai perbedaan, meliputi:
1. menghargai setiap orang tanpa membedakan latar belakang;
2. suka menolong; dan
3. membangun lingkungan kerja yang kondusif;
e. loyal, yakni berdedikasi dan memprioritaskan kepentingan bangsa dan negara, meliputi:
1. memegang teguh ideologi Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintahan yang sah;
2. menjaga nama baik ASN, instansi, dan negara; dan
3. menjaga diam-diam jabatan dan negara;
f. adaptif, yakni terus berinovasi dan bersemangat dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan, meliputi:
1. cepat beradaptasi menghadapi perubahan;
2. terus berinovasi dan membuatkan kreativitas; dan
3. bertindak proaktif;
g. kolaboratif, yakni membangun kerja sama yang sinergis, meliputi:
1. memberi peluang terhadap banyak sekali pihak untuk berkontribusi;
2. terbuka dalam melakukan pekerjaan sama untuk menciptakan nilai tambah; dan
3. menggerakkan pemanfaatan banyak sekali sumber daya untuk tujuan bersama.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan etik dan arahan sikap ASN dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
JENIS DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu Jenis
Pasal 5
Pegawai ASN terdiri atas:
a. PNS; dan
b. PPPK.
Pasal 6
Ketentuan mengenai ruang lingkup tugas/jabatan dan prosedur melakukan pekerjaan PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 abjad b dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Pegawai ASN memiliki nomor induk pegawai.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai nomor induk pegawai dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Kedudukan
Pasal 8
Pegawai ASN berkedudukan selaku unsur aparatur negara.
Pasal 9
(1) Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah.
(2) Pegawai ASN mesti bebas dari efek dan intervensi semua golongan dan partai politik.
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN
Bagian Kesatu Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan publik;
b. pelayan publik; dan
c. perekat dan pemersatu bangsa.
Bagian Kedua Tugas
Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
a. melaksanakan kebijakan publik terbuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagian Ketiga Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan selaku perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan kiprah biasa pemerintahan dan pembangunan nasional lewat pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta higienis dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
BAB V
JABATAN ASN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 13
Jabatan ASN terdiri atas:
a. Jabatan Manajerial; dan
b. Jabatan Nonmanajerial.
Bagian Kedua Jabatan Manajerial
Pasal 14
Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 abjad a terdiri atas:
a. jabatan pimpinan tinggi utama;
b. jabatan pimpinan tinggi madya;
c. jabatan pimpinan tinggi pratama;
d. jabatan administrator; dan
e. jabatan pengawas.
Pasal 15
(1) Jabatan pimpinan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 abjad a, abjad b, dan abjad c ialah Jabatan Manajerial tingkat tinggi yang bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN, mendayagunakan sumber daya serta mengambil keputusan menurut tingkatan jabatannya, untuk meraih tujuan organisasi.
(2) Jabatan eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 abjad d ialah Jabatan Manajerial tingkat menengah yang bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN, memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan taktik pencapaian tujuan organisasi serta pelayanan publik dan administrasi.
(3) Jabatan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 abjad e ialah Jabatan Manajerial tingkat dasar yang bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN, memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan taktik pencapaian tujuan organisasi serta pelayanan publik dan administrasi.
Pasal 16
Setiap Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 memiliki kompetensi dan persyaratan jabatan.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Jabatan Nonmanajerial
Pasal 18
(1) Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 abjad b terdiri atas:
a. jabatan fungsional; dan
b. jabatan pelaksana.
(2) Jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a bertanggung jawab menampilkan pelayanan dan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan/atau keahlian tertentu.
(3) Jabatan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad b bertanggung jawab menampilkan pelayanan dan melaksanakan pekerjaan yang bersifat berkala dan sederhana.
(4) Setiap Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kompetensi dan persyaratan jabatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Nonmanajerial dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
(2) Jabatan ASN tertentu sanggup diisi dari:
a. prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
b. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari tentara TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana dikontrol dalam Undang-Undang mengenai TNI dan Undang-Undang mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan ASN tertentu yang berasal dari tentara TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tata cara pengisian jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pegawai ASN sanggup menduduki jabatan di lingkungan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengisian jabatan di lingkungan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Hak
Pasal 21
(1) Pegawai ASN berhak mendapatkan penghargaan dan pengukuhan berupa materiel dan/ atau nonmateriel.
(2) Komponen penghargaan dan pengukuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. penghasilan;
b. penghargaan yang bersifat motivasi;
c. tunjangan dan fasilitas;
d. jaminan sosial;
e. lingkungan kerja;
f. pengembangan diri; dan
g. bantuan hukum.
(3) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad a sanggup berupa:
a. gaji; atau
b. upah.
(4) Penghargaan yang bersifat motivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad b sanggup berupa:
a. finansial; dan/ atau
b. nonfinansial.
(5) Tunjangan dan akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad c sanggup berupa:
a. tunjangan dan akomodasi jabatan; dan/ atau
b. tunjangan dan akomodasi individu.
(6) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad d terdiri atas:
a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan kematian;
d. jaminan pensiun; dan
e. jaminan hari tua.
(7) Lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad e sanggup berupa:
a. fisik; dan/ atau
b. nonfisik.
(8) Pengembangan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad f sanggup berupa:
a. pengembangan bakat dan karier; dan/ atau
b. pengembangan kompetensi.
(9) Bantuan aturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad g sanggup berupa:
a. litigasi; dan/ atau
b. nonlitigasi.
(10) Presiden sanggup melaksanakan penyesuaian komponen penghargaan dan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memperhatikan kesanggupan keuangan negara.
Pasal 22
(1) Jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6) abjad d dan abjad e dibayarkan setelah Pegawai ASN berhenti bekerja.
(2) Jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selaku proteksi kesinambungan penghasilan hari tua, selaku hak, dan selaku penghargaan atas pengabdian.
(3) Jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah yang diberikan dalam aktivitas jaminan sosial sesuai dengan metode jaminan sosial nasional dan tubuh penyelenggara jaminan sosial.
(4) Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran Pegawai ASN yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah untuk Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Ketentuan mengenai jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (6) dikontrol dalam Peraturan Pemerintah dengan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengendalikan mengenai metode jaminan sosial nasional.
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 24
(1) Pegawai ASN wajib:
a. setia dan taat pada Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintahan yang sah;
b. menaati ketentuan peraturan perundang undangan;
c. melaksanakan nilai dasar ASN dan arahan etik dan arahan sikap ASN;
d. menjaga netralitas; dan
e. bersedia diposisikan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
(2) Pegawai ASN yang tidak menaati keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pelanggaran disiplin dan dijatuhi eksekusi disiplin.
(3) Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap Pegawai ASN serta melaksanakan banyak sekali upaya kenaikan disiplin Pegawai ASN.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan keharusan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 24 dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KELEMBAGAAN
Pasal 26
(1) Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan ialah pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, seminar profesi, dan Manajemen ASN.
(2) Untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mengutus sebagian kewenangannya terhadap kementerian dan/ atau forum yang melaksanakan kiprah dan fungsi pemerintahan di bidang:
a. perumusan dan penetapan kebijakan strategis, serta koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan Manajemen ASN;
b. perumusan dan penetapan kebijakan teknis dan pembinaan, penyelenggaraan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis pengembangan kapasitas dan pembelajaran ASN;
c. perumusan dan penetapan kebijakan teknis, pembinaan, penyelenggaraan pelayanan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis Manajemen ASN; dan
d. pengawasan penerapan Sistem Merit.
(3) Kementerian yang melaksanakan kiprah dan fungsi pemerintahan di bidang perumusan dan penetapan kebijakan strategis, serta koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan Manajemen ASN mengoordinasikan planning kerja forum yang berhubungan dengan penyelenggaraan Manajemen ASN serta sinkronisasi dan pengendalian terhadap pelaksanaan kiprah dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad b, abjad c, dan abjad d.
(4) Penetapan kebijakan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) abjad b dan abjad c sanggup ditetapkan setelah dikoordinasikan dengan Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kiprah dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikontrol dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII
MANAJEMEN ASN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 27
(1) Manajemen ASN meliputi tata kelola PNS dan tata kelola PPPK.
(2) Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan menurut Sistem Merit.
Pasal 28
(1) Penerapan Manajemen ASN yang melakukan pekerjaan di Instansi Pemerintah diadaptasi dengan karakteristik kelembagaan masing-masing.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Manajemen ASN dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang
Paragraf 1
Pejabat Pembina Kepegawaian
Pasal 29
(1) Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dalam seminar Pegawai ASN sanggup mengutus kewenangan menentukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama, selain pejabat pimpinan tinggi madya, dan selain pejabat fungsional tertinggi kepada:
a. menteri di kementerian;
b. pimpinan forum di forum pemerintah nonkementerian;
c. pimpinan sekretariat di forum negara dan forum nonstruktural;
d. gubernur di provinsi; dan
e. bupati/walikota di kabupaten/kota.
(2) Pejabat Pembina Kepegawaian wajib melaksanakan Sistem Merit dalam pelaksanaan kewenangannya.
Paragraf 2 Pejabat yang Berwenang
Pasal 30
(1) Presiden sanggup mengutus kewenangan seminar Manajemen ASN terhadap Pejabat yang Berwenang di kementerian, sekretaris jenderal/ sekretariat forum negara, sekretariat forum nonstruktural, sekretaris tempat provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menjalankan fungsi Manajemen ASN di Instansi Pemerintah menurut Sistem Merit dan berkonsultasi dengan Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.
(3) Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menampilkan rekomendasi usulan terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.
(4) Pejabat yang Berwenang menganjurkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN selain:
a. pejabat pimpinan tinggi utama;
b. pejabat pimpinan tinggi madya; dan
c. pejabat fungsional tertinggi,
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.
(5) Pejabat yang Berwenang wajib melaksanakan Sistem Merit dalam pelaksanaan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat yang Berwenang dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Manajemen ASN
Paragraf 1
Ruang Lingkup
Pasal 31
Manajemen ASN minimal terdiri atas:
a. perencanaan kebutuhan;
b. pengadaan;
c. penguatan budaya kerja dan gambaran institusi;
d. pengelolaan kinerja;
e. pengembangan bakat dan karier;
f. pengembangan kompetensi;
g. pemberian penghargaan dan pengakuan; dan
h. pemberhentian.
Paragraf 2
Perencanaan Kebutuhan
Pasal 32
(1) Menteri menentukan kebijakan penyusunan rencana keperluan Pegawai ASN secara nasional menurut prioritas nasional sesuai dengan planning pembangunan jangka menengah nasional serta dengan memikirkan kesanggupan keuangan negara.
(2) Kebijakan penyusunan rencana keperluan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah bimbingan bagi lnstansi Pemerintah dalam menyusun keperluan Pegawai ASN.
(3) Instansi Pemerintah menyusun planning keperluan Pegawai ASN sesuai dengan kebijakan penyusunan rencana keperluan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana keperluan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3
Pengadaan
Pasal 34
(1) Jabatan Manajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Jabatan Nonmanajerial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diutamakan diisi dari PNS.
(2) Jabatan :Manajerial dan Jabatan Nonmanajerial tertentu sanggup diisi dari PPPK.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pengisian Jabatan Manajerial dan Jabatan Nonmanajerial dari PPPK dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Setiap Instansi Pemerintah menyiapkan pelaksanaan pengadaan Pegawai ASN.
Pasal 36
Setiap Instansi Pemerintah menunjukkan secara terbuka adanya keperluan jabatan untuk diisi dari kandidat Pegawai ASN.
Pasal 37
Setiap warga negara Indonesia memiliki peluang yang serupa untuk menjadi Pegawai ASN setelah menyanggupi persyaratan.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Pegawai ASN dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Penguatan Budaya Kerja dan Citra Institusi
Pasal 39
(1) Nilai dasar ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan arahan etik dan arahan sikap ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 digunakan selaku bimbingan Pegawai ASN dalam bertingkah dan membangun budaya kerja dan gambaran institusi.
(2) Setiap Instansi Pemerintah wajib melaksanakan upaya internalisasi nilai dasar ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan arahan etik dan arahan sikap ASN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di lingkungan instansinya.
Paragraf 5
Pengelolaan Kinerja
Pasal 40
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN dilaksanakan untuk pencapaian tujuan dan sasaran organisasi melalui:
a. peningkatan hasil kerja dan perbaikan sikap secara terus menerus;
b. penguatan kiprah pimpinan; dan
c. penguatan kerja sama antara pimpinan dengan Pegawai ASN, antar-Pegawai ASN, dan antara Pegawai ASN dengan pemangku kepentingan lainnya.
Pasal 41
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilaksanakan lewat sebuah prosedur kerja yang fleksibel dan kolaboratif.
Pasal 42
Pengelolaan kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 berorientasi pada:
a. hasil kerja dan sikap kerja Pegawai ASN;
b. pengembangan kinerja Pegawai ASN;
c. pemenuhan ekspektasi pimpinan dalam rangka pencapaian kinerja organisasi; dan
d. dialog kinerja yang intensif antara pimpinan dan Pegawai ASN.
Pasal 43
(1) Pengelolaan kinerja Pegawai ASN ialah kewenangan Pejabat yang Berwenang pada Instansi Pemerintah masing-masing.
(2) Pengelolaan kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang.
Pasal 44
(1) Hasil pengelolaan kinerja Pegawai ASN digunakan untuk menjamin efektivitas dalam pengembangan Pegawai ASN.
(2) Hasil pengelolaan kinerja Pegawai ASN dijadikan selaku persyaratan atau pertimbangan dalam pemberian penghargaan dan pengukuhan serta pengenaan sanksi.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 hingga dengan Pasal 44 dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 6
Pengembangan Talenta dan Karier
Pasal 46
(1) Pengembangan bakat dan karier dijalankan dengan memikirkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan keperluan Instansi Pemerintah.
(2) Pengembangan bakat dan karier dilaksanakan lewat mobilitas talenta.
(3) Mobilitas bakat dilakukan:
a. dalam 1 (satu) lnstansi Pemerintah;
b. antar-Instansi Pemerintah; atau
c. ke luar Instansi Pemerintah.
(4) Mobilitas bakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan menurut Sistem Merit lewat tata kelola talenta.
Pasal 47
(1) Presiden berwenang melaksanakan mobilitas bakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 secara nasional untuk mendukung prioritas nasional sesuai dengan planning pembangunan jangka menengah nasional.
(2) Kewenangan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup didelegasikan terhadap Menteri.
(3) Mobilitas bakat secara nasional berencana untuk menangani kesenjangan talenta.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan bakat dan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 7
Pengembangan Kompetensi
Pasal 49
(1) Setiap Pegawai ASN wajib melaksanakan pengembangan kompetensi lewat pembelajaran secara terus menerus mudah-mudahan tetap berhubungan dengan permintaan organisasi.
(2) Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan lewat metode pembelajaran terintegrasi.
(3) Sistem pembelajaran terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ialah pendekatan yang secara komprehensif menempatkan proses pembelajaran Pegawai ASN:
a. terintegrasi dengan pekerjaan;
b. sebagai bab penting dan saling terkait dengan komponen Manajemen ASN; dan
d. terhubung dengan Pegawai ASN lain lintas lnstansi Pemerintah maupun dengan pihak terkait.
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kompetensi dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 8
Pemberian Penghargaan dan Pengakuan
Pasal 50
(1) Komponen penghargaan dan pengukuhan bagi Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) diberikan secara adil, layak, dan kompetitif.
(2) Pendanaan penghargaan dan pengukuhan bagi Pegawai ASN yang melakukan pekerjaan di Instansi Pusat bersumber dari budget pendapatan dan belanja negara.
(3) Pendanaan penghargaan dan pengukuhan bagi Pegawai ASN yang melakukan pekerjaan di Instansi Daerah bersumber dari budget pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan dan pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 9
Pemberhentian
Pasal 52
(1) Pemberhentian bagi Pegawai ASN meliputi:
a. atas usul sendiri; dan
b. tidak atas usul sendiri.
(2) Pemberhentian atas usul sendiri dijalankan apabila Pegawai ASN mengundurkan diri.
(3) Pemberhentian tidak atas usul sendiri bagi Pegawai ASN dijalankan apabila:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun jabatan dan/ atau berakhirnya masa perjanjian kerja;
d. terdampak perampingan orgamsas1 atau kebijakan pemerintah;
e. tidak piawai jasmani dan/ atau rohani sehingga tidak sanggup menjalankan kiprah dan kewajiban;
f. tidak berkinerja;
g. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat;
h. dipidana dengan pidana penjara menurut putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan aturan tetap lantaran melaksanakan tindakan melawan hukum dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun;
i. dipidana dengan pidana penjara atau kurungan menurut putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan aturan tetap lantaran melaksanakan tindakan melawan hukum kejahatan jabatan atau tindakan melawan hukum kejahatan yang ada keterkaitannya dengan jabatan; dan/ atau
j. menjadi anggota dan/ atau pengelola partai politik.
(4) Pemberhentian Pegawai ASN lantaran karena sebagaimana dimaksud pada ayat (3) abjad a, abjad g, abjad i, dan abjad j dikategorikan selaku pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 53
(1) PNS diberhentikan sementara, apabila:
a. diangkat menjadi pejabat negara;
b. diangkat menjadi komisioner atau anggota forum nonstruktural; atau
c. menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(2) Pegawai ASN yang ditahan lantaran menjadi tersangka atau terdakwa dijalankan pemberhentian sementara untuk mendukung proses hukum.
(3) Pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberhentikan sementara dijalankan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali Pegawai ASN dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
Batas usia pensiun jabatan Pegawai ASN yaitu:
a. Jabatan Manajerial:
1. 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya, dan pejabat pimpinan tinggi pratama; dan
2. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat eksekutif dan pejabat pengawas;
b. Jabatan Nonmanajerial:
1. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat fungsional; dan
2. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat pelaksana.
Bagian Keempat
Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan selaku Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota,
dan Wakil Bupati/Wakil Walikota
Pasal 56
Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang hendak mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan selaku calon.
BAB IX
PEGAWAI ASN YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
Pasal 57
Pegawai ASN sanggup menjadi pejabat negara.
Pasal 58
Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, yaitu:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e. Ketua, wakil ketua, ketua muda, dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua tubuh peradilan kecuali hakim ad hoc;
f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. menteri dan jabatan setingkat menteri;
k. kepala perwakilan Republik Indonesia di mancanegara yang berkedudukan selaku duta besar hebat dan berkuasa penuh;
l. gubernur dan wakil gubernur;
m. bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
n. pejabat negara yang lain yang diputuskan oleh Undang Undang.
Pasal 59
(1) PNS yang diangkat menjadi:
a. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Sadan Pemeriksa Keuangan;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
d. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
e. menteri dan jabatan setingkat menteri;
f. kepala perwakilan Republik Indonesia di mancanegara yang berkedudukan selaku duta besar hebat dan berkuasa penuh, diberhentikan sementara.
(2) PNS yang tidak lagi menjabat pada jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan kembali selaku PNS.
(3) Pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis selaku Pegawai ASN sejak ditetapkan selaku calon.
Pasal 60
(1) PNS yang tidak menjabat lagi selaku pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) sanggup menduduki jabatan ASN sepanjang tersedia lowongan jabatan.
(2) Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian Pegawai ASN serta pemberhentian sementara dan pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 hingga dengan Pasal 60 dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X
ORGANISASI
Pasal 62
(1) Pegawai ASN berhimpun dalam organisasi profesi ASN.
(2) Organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berencana untuk:
a. menjaga arahan etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN;
b. mewujudkan jiwa korps ASN selaku pemersatu bangsa;
c. meningkatkan motivasi kerja dan keterikatan Pegawai ASN;
d. meningkatkan kerja sama antar-Pegawai ASN;
e. meningkatkan produktivitas kerja Pegawai ASN;
f. meningkatkan penemuan dan kreativitas Pegawai ASN;dan
g. menyebarluaskan wawasan dan keterampilan.
(3) Dalam meraih tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi:
a. pembinaan dan pengembangan profesi ASN;
b. pemberian pelindungan aturan dan advokasi terhadap anggota organisasi profesi ASN terhadap prasangka pelanggaran Sistem Merit dalam pelaksanaan Manajemen ASN dan mengalami duduk permasalahan aturan dalam melaksanakan tugas;
c. pemberian rekomendasi terhadap majelis arahan etik lnstansi Pemerintah terhadap pelanggaran arahan etik profesi dan arahan sikap profesi;
d. penyelenggaraan usaha untuk kenaikan kemakmuran anggota organisasi profesi ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. pemajuan kepentingan ASN dalam perumusan kebijakan ASN;
f. pendorong kesetaraan dalam penyelenggaraan Manajemen ASN; dan
g. perbaikan kemakmuran dan mutu lingkungan kerja ASN.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI
DIGITALISASI MANAJEMEN ASN
Pasal 63
(1) Digitalisasi Manajemen ASN dijalankan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi penyelenggaraan proses dan pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN serta untuk merealisasikan ekosistem penyelenggaraan Manajemen ASN secara menyeluruh.
(2) Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menawarkan banyak sekali layanan digital yang mendukung Manajemen ASN dan terintegrasi secara nasional.
(3) Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sejalan dengan transformasi organisasi dan metode kerja ASN.
(4) Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan prinsip keberlangsungan, kerahasiaan, dan keselamatan siber sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Digitalisasi Manajemen ASN dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 64
(1) Sengketa Pegawai ASN terselesaikan lewat upaya administratif.
(2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas keberatan dan banding administra tif.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikontrol dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
LARANGAN
Pasal 65
(1) Pejabat Pembina Kepegawaian dihentikan mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di Instansi Pemerintah yang melaksanakan pengangkatan pegawai non-ASN.
(3) Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang mengangkat pegawai non-ASN untuk meng1s1 jabatan ASN dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Pegawai non-ASN atau nama yang lain wajib terselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dihentikan mengangkat pegawai non-ASN atau nama yang lain selain Pegawai ASN.
Pasal 67
Kebijakan dan Manajemen ASN yang dikontrol dalam Undang-Undang ini dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan tempat tertentu dan warga negara dengan keperluan khusus.
Pasal 68
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini mesti ditetapkan paling usang 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 69
Ketentuan Manajemen ASN dalam Undang-Undang ini dilaksanakan paling usang 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 70
(1) Lembaga Administrasi Negara yang ada pada dikala berlakunya Undang-Undang ini, tetap menjalankan kiprah dan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) abjad b.
(2) Badan Kepegawaian Negara yang ada pada dikala berlakunya Undang-Undang ini, tetap menjalankan kiprah dan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) abjad c.
(3) Komisi Aparatur Sipil Negara yang ada pada dikala berlakunya Undang-Undang ini, tetap melaksanakan kiprah dan fungsinya hingga dengan ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini.
Pasal 71
Digitalisasi Manajemen ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilaksanakan secara nasional paling usang 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 72
Pada dikala Undang-Undang ini mulai berlaku, PNS Pusat dan PNS Daerah disebut selaku Pegawai ASN.
Pasal 73
Pada dikala Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai arahan etik dan solusi pelanggaran terhadap arahan etik bagi jabatan fungsional tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak berbeda dengan Undang-Undang ini.
Pasal 74
Pada dikala Undang-Undang m1 mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 perihal Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906) dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku hingga dengan ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini yang mengendalikan mengenai aktivitas pensiun Pegawai ASN.
Pasal 75
Pada dikala Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang ialah peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 perihal Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 76
Pada dikala Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 perihal Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, pengundangan Undang-Undang
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2023 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
I. UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mencanangkan tujuan nasionalnya, yakni membentuk sebuah Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mengembangkan kemakmuran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang menurut kemerdekaan, perdamaian awet dan keadilan sosial. Tujuan yang termaktub di dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut ialah sumber motivasi dan aspirasi usaha serta tekad bangsa Indonesia untuk tetap merdeka dan merealisasikan tujuan negara tersebut.
Untuk melaksanakan amanah membentuk sebuah Pemerintah Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dikehendaki adanya birokrasi pemerintahan yang berkinerja baik. Pemerintah sudah mencanangkan planning agresi menciptakan pemerintah senantiasa hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Untuk mewujudkannya, diperlukan ASN selaku mesin utama birokrasi yang profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, higienis dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, bisa menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas, serta bisa menjalankan kiprah selaku perekat persatuan dan kesatuan bangsa menurut Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kerangka regulasi yang mengendalikan mengenai ASN dikala ini yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Menghadapi dunia yang berganti cepat yang dibarengi dengan pertumbuhan teknologi yang pesat, permintaan penduduk atas pelayanan publik yang kian meningkat, tergolong permintaan solusi duduk permasalahan tenaga honorer, serta peluang dan tantangan ekonomi global yang dihadapi bangsa Indonesia untuk sanggup berkompetisi dengan bangsa lain di dunia, perlu dijalankan pergantian terhadap pokok-pokok pengaturan dalam Undang-Undang dimaksud.
Berbagai pokok pengaturan dalam Undang-Undang ini dikehendaki menjadi dasar untuk melaksanakan percepatan transformasi Manajemen ASN untuk merealisasikan birokrasi Indonesia yang profesional dan elegan dunia. ASN perlu memiliki digital mindset dalam menjalankan transformasi birokrasi dan Manajemen ASN. Hal ini terkait dengan pergantian referensi kerja tatanan baru, dimana pekerjaan birokrasi juga sudah beralih ke digital based dan struktur organisasi juga mulai bertransformasi dari hierarki menjadi koordinasi.
Selain fakta sosiologis dan keadaan empiris tersebut, secara yuridis Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 perihal Aparatur Sipil Negara juga perlu diadaptasi dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang berimplikasi terhadap materi muatan Undang-Undang tersebut. Beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, antara lain: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 mengenai pengunduran diri PNS yang mengikuti kontestasi politik; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PUU-XIII/2015 mengenai PNS yang tidak lagi menjabat selaku pejabat negara dan belum tersedia lowongan jabatan; serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87 /PUU-XVI/2018 mengenai pemberhentian tidak dengan hormat PNS lantaran melaksanakan tindak pidana.
Pokok-pokok pengaturan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini adalah:
1. penguatan pengawasan Sistem Merit;
2. penetapan keperluan PNS dan PPPK;
3. kesejahteraan PNS dan PPPK;
4. penataan tenaga honorer; dan
5. digitalisasi Manajemen ASN tergolong didalamnya transformasi komponen Manajemen ASN.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" yakni penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN memprioritaskan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas profesionalitas" yakni penyelenggaraan Manajemen ASN memprioritaskan keahlian yang berlandaskan arahan etik dan arahan sikap ASN serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas proporsionalitas" yakni penyelenggaraan Manajemen ASN memprioritaskan keseimbangan antara hak dan keharusan Pegawai ASN.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" yakni penyelenggaraan Manajemen ASN didasarkan pada satu metode pengelolaan yang terpadu secara nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "asas pendelegasian" yakni sebagian kewenangan Manajemen ASN sanggup didelegasikan pelaksanaannya terhadap Instansi Pemerintah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas netralitas" yakni setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk efek manapun dan tidak memihak terhadap kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" yakni setiap hasil kerja dan sikap kerja Pegawai ASN mesti sanggup dipertanggungjawabkan terhadap publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas efektivitas dan efisiensi" yakni penyelenggaraan Manajemen ASN mesti berorientasi pada pencapaian tujuan organisasi lewat pengelolaan sumber daya secara optimal.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" yakni penyelenggaraan Manajemen ASN bersifat terbuka untuk publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "asas nondiskriminatif' yakni penyelenggaraan Manajemen ASN tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "asas persatuan dan kesatuan" yakni Pegawai ASN berfungsi selaku perekat dan pemersatu bangsa.
Huruf I
Yang dimaksud dengan "asas keadilan dan kesetaraan" yakni pengaturan penyelenggaraan Manajemen ASN merefleksikan rasa keadilan dan peluang yang serupa dalam fungsi dan kiprah selaku Pegawai ASN.
Hurufm
Yang dimaksud dengan "asas kesejahteraan" yakni penyelenggaraan Manajemen ASN diarahkan untuk merealisasikan kenaikan mutu hidup Pegawai ASN.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Pengisian jabatan TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh ASN dan sebaliknya berencana mudah-mudahan ASN, tentara Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki keseimbangan dan kesetaraan dalam pengembangan kariernya menurut Sistem Merit.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "berhenti bekerja", antara lain pegawai yang sudah meraih batas usia pensiun, masa kontraknya sudah berakhir, meninggal dunia, atau mengalami uzur (disabilitas yang menciptakan pegawai tidak sanggup bekerja), atau diputuskan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Formulasi besarnya faedah jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah diputuskan dengan memperhatikan antara lain jumlah iuran yang dibayarkan. Manfaat jaminan tersebut juga sanggup dibayarkan terhadap jago waris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam hal akumulasi iuran jaminan pensiun dan jaminan hari bau tanah dijalankan pengembangan, hasil pengembangan tersebut juga selaku sumber pembiayaan untuk faedah jaminan pensiun dan jaminan hari tua.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Sistem Merit diselenggarakan sesuai dengan prinsip meritokrasi.
Yang dimaksud dengan "prinsip meritokrasi" yakni prinsip pengelolaan sumber daya insan yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan masuk akal dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Karakteristik kelembagaan, antara lain forum legislatif, forum eksekutif, dan forum yudikatif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengisian Jabatan Manajerial dari PPPK cuma didedikasikan bagi jabatan pimpinan tinggi tertentu dengan prioritas untuk lnstansi Pusat tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Hurufb
Mobilitas bakat antar-Instansi Pemerintah antara lain mobilitas ASN untuk jabatan ASN di forum eksekutif, forum yudikatif, dan forum legislatif serta satuan kerja atau tubuh layanan umum/badan layanan biasa daerah.
Huruf c
Mobilitas bakat ke luar Instansi Pemerintah antara lain tubuh usaha milik negara/ tubuh usaha milik daerah, forum internasional, tubuh aturan lain terbuat oleh peraturan perundang-undangan, dan tubuh swasta.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Pemberhentian sementara PNS apabila diangkat menjadi pejabat negara, komisioner atau anggota forum nonstruktural tidak menetralisir hak kepegawaian yang terkait dengan masa kerja dari PNS yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Yang dimaksud dengan "penataan" yakni tergolong verifikasi, validasi, dan pengangkatan oleh forum yang berwenang.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6897
Download /unduh UU No. 20 Tahun 2023 perihal ASN pada tautan di bawah ini:
a
Sumber https://www.salamedukasi.com
0 Komentar untuk "Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Wacana Aparatur Sipil Negara"