(Bagai bubur ayam yang diaduk-aduk oleh si Penjual sebelum diserahkan ke pembeli)
Saya coba mendampingi anak SD kelas 6 berguru tematis dengan buku tema. Konsep berguru tematis yakni beberapa pokok bahasan dalam mata pelajaran yang berlainan dikumpulkan dalam konteks tema tertentu. Misalnya dengan tema globalisasi (Buku tema 4, SD kelas 6).
Pokok bahasan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, IPS, Matematika, PPKN dipaparkan dalam tema globalisasi itu. Di buku itu ada teks, ada aktifitas, ada latihan dan diskusi.
Karena modalnya bercampur, tidak mudah mencari bab tertentu, di dalam buku tema ini.
Buku mesti dibolak-balikkan untuk mencari konteks yang diminta pada latihan ini. Dibaca berulang-ulang, Itupun kesannya tidak ditemukan.
Contoh lain, anak diminta mendiskusikan wacana efek globalisasi, dengan tema sentral berfikir global bertindak lokal. Setelah diskusi anak disuruh mengisi matriks tentang, sikap, efek dll.
Sulit membayangkan bagaimana buku ini sanggup dikenali oleh anak kelas 6 SD.
Saran:
Kepada departemen yang mengurus pendidikan . Berhentilah bereksperimen gonta-ganti kurikulum, macam poco-poco saja. Maju selangkah mundur dua langkah.
Banyak kerja jadi "kojo ndak kojo".
Mahal sekali dampaknya, banyak energi dan waktu yang hilang dengan versi kerja main-main menyerupai ini. Nanti di luar itu, sekolah disalahkan, dituding bermutu rendah, skor PISA jeblok. Butuh beberapa tahun bagi guru untuk sanggup menyesuaikan diri pada model-model berguru yang berganti-ganti ini.
Kita bagaikan orang tak berpendirian, sebentar ganti, sebentar diubah. Pejabat bagai tidak sudi melanjutkan jadwal yang dibentuk pendahulu, tak sudi menyiang yang sudah tumbuh, lebih senang menanam baru. Bagai kodok, kapan teringat, eksklusif melompat. Tak dikaji jauh-jauh sebelumnya.
Akhirnya semua jadi proyek-proyek baru, proyek buku, proyek pelatihan, proyek monitoring serta evaluasi. Biayanya tidak sedikit. Sadarlah, mesti berapa generasi yang dikorbankan untuk eksperimen main-main menyerupai ini?
Saya coba mendampingi anak SD kelas 6 berguru tematis dengan buku tema. Konsep berguru tematis yakni beberapa pokok bahasan dalam mata pelajaran yang berlainan dikumpulkan dalam konteks tema tertentu. Misalnya dengan tema globalisasi (Buku tema 4, SD kelas 6).
Pokok bahasan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, IPS, Matematika, PPKN dipaparkan dalam tema globalisasi itu. Di buku itu ada teks, ada aktifitas, ada latihan dan diskusi.
Karena modalnya bercampur, tidak mudah mencari bab tertentu, di dalam buku tema ini.
Semua bercampur. Misalnya, anak diminta menulis sambungan teks ekplanasi dalam sebuah paragraf. .... "Solusi dari kasus ini yakni Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ...... (anak disuruh melanjutkan kalimat ini sampai selesai paragraf). Ini high order of thinking.
Buku mesti dibolak-balikkan untuk mencari konteks yang diminta pada latihan ini. Dibaca berulang-ulang, Itupun kesannya tidak ditemukan.
Contoh lain, anak diminta mendiskusikan wacana efek globalisasi, dengan tema sentral berfikir global bertindak lokal. Setelah diskusi anak disuruh mengisi matriks tentang, sikap, efek dll.
Sulit membayangkan bagaimana buku ini sanggup dikenali oleh anak kelas 6 SD.
Pengetahuan dan pengetahuan apa yang sudah mereka punya selaku materi dasar diskusi.
Sedangkan orang bau tanah yang mendampingi di rumah pun sakit kepala tidak sanggup membantu.
Kesimpulan saya:
1. Model tematis ini sungguh kabur, tidak terang kompetensi yang mau dibangun pada setiap bagian.
2. Konteks yang diseleksi terlalu kompleks, tidak cocok dengan pertumbuhan kognitif anak.
3. Pemilihan tema, kosa kata terlalu sulit. Misalnya cara kerja panel surya, dengan banyak perumpamaan teknis, lebih cocok untuk anak Sekolah Menengan Atas yang sudah berguru fisika.
4. Materi yang bercampur ini bagaikan bubur ayam yang diaduk-aduk oleh si penjual, gres disuguhkan ke anak. Benar-benar tidak menawan dan menetralisir semangat belajar. Anak menjadi frustrasi.
Kesimpulan saya:
1. Model tematis ini sungguh kabur, tidak terang kompetensi yang mau dibangun pada setiap bagian.
2. Konteks yang diseleksi terlalu kompleks, tidak cocok dengan pertumbuhan kognitif anak.
3. Pemilihan tema, kosa kata terlalu sulit. Misalnya cara kerja panel surya, dengan banyak perumpamaan teknis, lebih cocok untuk anak Sekolah Menengan Atas yang sudah berguru fisika.
4. Materi yang bercampur ini bagaikan bubur ayam yang diaduk-aduk oleh si penjual, gres disuguhkan ke anak. Benar-benar tidak menawan dan menetralisir semangat belajar. Anak menjadi frustrasi.
Saran:
Kepada departemen yang mengurus pendidikan . Berhentilah bereksperimen gonta-ganti kurikulum, macam poco-poco saja. Maju selangkah mundur dua langkah.
Banyak kerja jadi "kojo ndak kojo".
Mahal sekali dampaknya, banyak energi dan waktu yang hilang dengan versi kerja main-main menyerupai ini. Nanti di luar itu, sekolah disalahkan, dituding bermutu rendah, skor PISA jeblok. Butuh beberapa tahun bagi guru untuk sanggup menyesuaikan diri pada model-model berguru yang berganti-ganti ini.
Kita bagaikan orang tak berpendirian, sebentar ganti, sebentar diubah. Pejabat bagai tidak sudi melanjutkan jadwal yang dibentuk pendahulu, tak sudi menyiang yang sudah tumbuh, lebih senang menanam baru. Bagai kodok, kapan teringat, eksklusif melompat. Tak dikaji jauh-jauh sebelumnya.
Akhirnya semua jadi proyek-proyek baru, proyek buku, proyek pelatihan, proyek monitoring serta evaluasi. Biayanya tidak sedikit. Sadarlah, mesti berapa generasi yang dikorbankan untuk eksperimen main-main menyerupai ini?
Sumber: Facebook Safrina Syams
Sumber https://www.juragandesa.id
0 Komentar untuk "Buku Tematik Sd Yang Membingungkan"