Cerpen Mendustai Waktu Oleh Eduardus Agung, Nusa Tenggara Timur

“Kini saya sudah mendustai waktumu Ibu dan Ayah,Telah saya bakar Waktumu yang dahulu hidup

di bawah ocehan-ocehan keburukan. Telah saya Makan Waktumu yang menjadikan

kelaparan, sudah saya buka bungkusan Kepahitan dan kebuntuhannya” (Ungkapan hati tokoh

utama dalam cerita).

Bunga di taman layu, oleh air yang enggan untuk berteman, oleh hujan yang tidak mau untuk

mendekap.Ada hati yang sedang terluka ada jiwa yang sedang kesasar dan ada nama yang

menjadi tujuan.

Nita,Ibu Dan Ayahnya duduk di depan Tv menonton siaran pemberitahuan Di TV ONE

“Nak kulia mu beres?”

“ia bu, lekas mengapa ibu mengajukan pertanyaan menyerupai itu?”

“Ibumu mengajukan pertanyaan soal itu karena kami ingin engkau sukses, tidak menyerupai kami yang hanya

lulusan SMP.”

“Ayah, Ibu, Aku sudah menimbang-nimbang bagaimana kuliaku, saya tidak akan mengecewakan kalian

berdua”.

Malam itu Nita,Ibu dan Ayahnya bercakapan ihwal keluarga mereka yang senantiasa di hina

oleh kerabat keluarga sang Ayah.

Pada dasarnya kebencian kepada mereka di awali permasalahan tanah yang menjadi

rebutan keluarga mereka.

Malam itu mereka tutupi perbincangan mereka dengan sahutan sang ibu “Nita, tidurlah, esok

kau mesti kuliah.”.

Malam itu di lalui oleh mimpi dalam tidur mereka. Namun sang Ayah dan Ibu tak lekas untuk

menutup mata meskipun jam sudah pertanda pukul 00:05. Mereka berdua terus saja

bercemooh ihwal duduk kendala itu.

Nita yang sudah terbawah mimpi sudah tak lagi mendengar omongan kedua orang tuanya.

Pagi hari sempurna pukul 05 : 34 Nita bangun. Ia menyaksikan ke tirai jendala. Hari masih belum

menampakan mentari. Ia lekas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Seusai mandi sang Ibu sudah bangkit lebih awal.

“Nita, Kalau selesai Siap-siap jangan lupa sarapan, ingat lambungmu jangan hingga kumat

lagi”.

“ia Bu!”.

Sementara Nita siap-siap sang ibu menghangatkan masakan untuk anaknya.

“Bu, maaf tadi nita tidak sempat menghangatkan sarapannya.”

“Tidak apa nak”.

Selesai sarapan Nita pamit untuk berangkat. Sementara sang Ayah masih terlelap tidur.


Pagi itu Nita berangkat dengan hati yang damai lekas ia tak mengenang lagi masalah

keluarganya.

Untnglah ingatannya tak kembali pada pristiwa tadi malam.namun hatinya yang awalnya

berontah untuk tidak mengingat

Keadaan keluarganya. Ada saja waktunya entah dimanapun, dalam situsasi apapun pasti

akan senantiasa mengusik pikirannya.

Salah satu jalan keluarnya bagaimana Nita mengungkapkan duduk kendala itu pada temannya ia

ingin mendengar penyelesaian yang terbaik untuknya.

Mentari hari itu begitu cerah menemani langkahnya.


Sesampai di kampus sempurna pukul 07:02 ia menyaksikan ke arah kampus belum ada nampak

teman-teman sekelasnya. Iapun melangkahkan kakinya menuju ke kelas perkuliahan.

Dalam heningnya kelas tanpa seorangpun yang datang.

Nita mengambil handphonenya. Ia memposting status di facebook

“Derap langkahku akan menuju tirai keindahan.

Akan di beli semua cemohan mereka yang membincangkan keburukan”.

Itulah isi status Nita di pagi hari itu.

12 Menit ia duduk sendiri sebelum teman-temannya datang. Ayu yaitu teman dekat erat Nita

yang senantiasa ada di di saat Nita memerlukan pemberian begitupun sebaliknya.

“Hay Nita”

“Hay Ayu, kok munculnya agak lambat, lazimnya kau yang senantiasa duluan di kelas?:.

“Ahh, Tadi malam saya tidur terlalu malam. Aku mau curhat namun sehabis pulang kulia ya, Kita

ngobrol di kantin sebentar!”.

“ok Ayu, saya juga mau dongeng sesuatu”.


Hari itu Nita belum sempat menimbang-nimbang ihwal duduk kendala yang sedang di hadapi

keluarganya. Sebelum Ayu bilang jikalau ia mau curhat.

Sepulang kulia Ayu Dan Nita pribadi menuju kantin di belakang kampus.

Mereka berdua duduk di dingklik paling ujung sehabis memesan Teh dan Kue.

“Nit, saya mau curhat ihwal Dani (Dani yaitu pacar Ayu). Akhir-akhir ini Dani sering hilang

kabar”.

“Ah, mungkin ia sibuk dengan kiprah kulia atau apa gitu”.

“Tapi Nit, Dia tidak menyerupai ini sebelumnya, jikalau saya chat ia niscaya pribadi balas atau dia

bahkan sering chat, telfon. Pokoknya sering kabarin aku”

“Mungkin ia lagi ada masalah, Coba deh kau tanya”.

“Tapi, Kalau ada duduk kendala sanggup dongeng “

“Ia sih”.


Mereka berdua hari itu omong panjang lebar ihwal hubungan asmara Ayu dengan Dani

yang sudah mengawali memudar. Nita selaku teman dekat Ayu senantiasa mensuport Ayu untuk tidak

mengambil keputusan yang teledor atas hubungan temannya itu.

“Yu,aku boleh Nanya nggak?”

“Bolehlah, kan kita sahabatan”.

“Gini Yu, Misalkan Keluargamu ada duduk kendala , Terutama orang tua, Tapi masalahnya

dengan keluarga orang tua, Apakah kau merasa beban?”.

“Gini Nit, selaku anak saya merasa beban, emang kau dan keluargamu ada masalah?”

“Ia Yu, namun Ibu dan Ayah bilang ke aku, Kalau saya mesti tegar, Harus konsentrasi kulia, jangan

hanya duduk kendala itu kulia ku hancur”.


“Begini Nit, menurut saya sih apa yang orang renta kau bilang itu benar, Lekas dengan

kesuksesan kau nantinya sanggup mengganti suasana, Realita hidup itu menyerupai itu, dimana

keluarga yang berhasil disitulah hati akan terkumpul, dan di saat itulah gres kita di anggap

sebagai keluarga”

“Ia juga sih, mereka juga bilang begitu. Tapi saya senantiasa kepikiran kedua orang tuaku yang

umurnya sudah cukup tua, saya takut mereka sakit gara-gara duduk kendala ini”.

“Sebagai anak Kamu harusnya berdoa, Ingat Apa yang orang tuamu katakan”

“Ma kasih ya Yu, sudah mau mendengar curahan hati sekaligus menyediakan saran”.

“Hehehheheh, Saya selaku teman dekat kau juga peduli di di saat teman dekat saya itu ada

masalah, pada dasarnya kau mesti konsentrasi kulia”.


Mereka berdua tersenyum lebar dan sarat haru di saat sebutan hati keduanya itu terungkap

di antara mereka.

Namun Ayu terus saja menimbang-nimbang Dani yang hilang kabar .

“Yu, Ingat Dia niscaya akan kembali, percaya dan percaya sama aku, Dani itu sayang sama

kamu”

Dani yaitu sosok laki-laki idaman Ayu, selama pacaran mereka menyerupai teman dekat dekatnya

Nita. Bahkan Dani sering sekal jikalau pergi makan dengan Ayu niscaya senantiasa ajak Nita.


Tepat pada hari ahad Nita sedang pergi belanja di pasar dengan sang Ibu, Hari itu

mereka berbelanja sayur di pasar. Tiba-tiba Ayu terkejut menyaksikan Dani yang sedang duduk

termenung di erat Stand jualan Daging di pasar itu.

“Bu , saya mau kesana dahulu sedikit, ibu tunggu disini”

“jangan lama-lama”

Nita langkahkan kakinya menuju kawasan Dani duduk.

“Dani”

Serontak dani terkejut dengan panggilan Nita.

“hai Nit, kok kau disini, Pasti beli baju ya”

“tidak kok, saya temanin ibu beli sayur tadi”

“Ibumu di mana sekarang?”

“Tuh, disana, ngomong-ngomong kau kok tidak kelihatan beberapa hari ini, Ayu itu kwatirin

kamu”

“Ohh, maaf Nita, Tapi kau jangan dongeng ke Ayu ya”

“emangnya kenapa, kau ada masalah?”

“Begini Nit, Kemarin Ibu saya masuk Rumah Sakit dan memerlukan Biaya, Uangnya sih

ada, namun duit itu duit regis saya pada semester ini”.

“Oh, terus ibu kau kini bagaimana kondisinya”

“Ibu sih sudah agak mendingan, Tapi saya kini berada di antara dua opsi sekarang

Nit, antara kullia atau mesti tolongin Ibu”.

“begini Dan, Ibu yaitu segalanya, masa depanmu akan cerah bila kau menolong ibumu,

Tidak mesti dengan sarjana kita itu sukses”


Mereka berdua saling memandang satu sama lain, Nita yang menyaksikan Dani yang di landa

masalah merasa sungguh kasihan.

Kadang kala hidup itu terbelit, Di cekam dan terjatuh, Namun seluruhnya akan terasa indah

bila di tinggalkan dengan lapang dada.

“Nit , tolong bilang ke Ayu ya, Jangan Dulu cari saya sekarang, Bilang saja Aku sedang sibuk

kerjain kiprah kulia”.

“Baiklah Dani, namun kau mesti kabarin Ayu dulu, saya tidak mau ayu pikir yang tidak-tidak

kalau saya yang mesti dongeng duluan”.

“Baiklah Nit, nanti saya omongin sama Ayu”.

“Kalau begitu saya pamit ya, Salam buat mamanya mudah-mudahan cepat sembuh dan semoga

masalahmu cepat teratasi”.

“ma kasih ya Nit”..


Perpisahan mereka di campuri rasa haru, sedih menyaksikan pacar sahabatnya itu yang sedang

dalaam masalah.

Sesampainya di rumah, pada malamnya Nita Telfon ayu.

“halo ayu”

“Nita, kok tumben telefon, lazimnya chat di facebook”.

“Bagaimana yu,dani udah kabarin kamu”

“Ehhh, ia Nit ..ternyata Dani sedang sibuk kiprah kampus,makanya ia tidak ada kabar”.

“Ohh, baguslah Yu, apa yang saya bilang”


Malam itu Nita terus menimbang-nimbang sahabatnya itu sekaligus duduk kendala yang sedang dihadapi

keluarganya.namun apalah daya Nita tidak begitu tenggang rasa dengan duduk kendala sahabatnya itu, ia

selalu berada di antara duduk kendala kedua orang tuanya.

Malam itu Nita memandang Bintang yang terlalu banyak dan bulan yang bersinar.

“Alangkah indanya bintang dan bulan itu walau gelap mereka tetap bercahaya, Aku ingin

sekali menyerupai mereka”. (Ungkapan hati Nita).


Malam itu Nita tidur dengan nyenyak. Buah mimpi yang menjadi teman dekat hiburnya selalu

membuat ia terlelap tidur dalam hati yang tenang.

Esok paginya Nita bangkit lebih permulaan dari ibunya, yang lazimnya Nita senantiasa di bangunkan

ibunya kini berbeda. Nita kini sudah padak kulia semester 7 pada jurusan

Bahasa inggris di suatu Universitas Di ruteng sama dengan teman dekat dan pacar

sahabatnya itu dan Nita yaitu Anak Tunggal.

Orang renta yang cuma melakukan pekerjaan selaku petani, dengan penghasilan yang cukup tidak

membuat Nita malu. Berbeda dengan keluarga mereka yang hidup serba mewah. Namun

kejanggalan permasalahan mereka dengan keluarganya itu di sebabkan karena itu.


Keluarga besar yang tidak mau mengakui mereka karena ketidakcocokan kehidupan.

Tanah yang menjadi rebutan itu menjadi tujuan Utama keluarga besar mereka mudah-mudahan terpecah

mereka dari hubungan keluarga.

Nita yang sedang sibuk menuju semester terakhirnya senantiasa tegar menghadapi duduk kendala itu .

Bahkan Nita tidak acuh lagi duduk kendala itu. Nita senantiasa berpikiran untuk berhasil dan

dapat menghasilkan kedua orang tuanya bangga.

Nita ingin membungkus semua kepedihan kehidupan itu dalam suatu kantongan kemudian di

bakar dalam bara dan membuatnya abu-abu.

Dani yang sedang menghadapi duduk kendala menghasilkan Nita ingin sekali membantu. Sampai

pada karenanya Ayu yang tidak mengenali kebohongan Dani. Membuat Ayu menjadi marah

pada Nita yang sudah menutupi duduk kendala Dani. Di dalam kelas mereka menyerupai tak kenal satu

sama lain.


Sampai pada suatu hari.

“Yu, saya minta maaf, memang seluruhnya salah aku, namun itu semua saya jalankan demi Dani,

Dani itu sudah ku anggap selaku kerabat dan kau itu ku anggap selaku keluargaku,

Aku kangen sama Kamu yu, saya ingin menyerupai dulu”.

“Nitaaaaaa,,(Menangis dan memeluk), saya minta maaf, Dani udah ceritakan semuanya,

Dani kini sudah tidak kulia lagi, Ia kini melakukan pekerjaan di pasar”.

Mereka berdua berpelukan dengan rasa haru dan sedih di antara keduanya.

Ada kalahnya Kita terpencar untuk mendapatkan jalan, ada kalanya kita mesti berbaur untuk

mengenal lainnya dan ada kalanya kita bersatu untuk mengawali dongeng lagi

“Kamu dan Dani mesti langgeng, dihentikan putus”.

“Ia Nit,,janji”.

Mereka tertawa sungguh bahagia.


Tepat 1 Tahun Nita lulus dengan raihan IP 3,0. Kedua orang tuanya sungguh besar hati melihat

anak semata wayang mereka sudah membalas keringat mereka.

“Terima kasih anakku, kami sungguh besar hati dengan apa yang sudah kau wujudkan”.(kata

sang ayah). Nita sungguh teharu dengan suasana itu..di mana cita-citanya sudah terpenuhi.

 

Ayu teman dekat nita menghampiri keluarga mereka. Dan saling bersalaman tanda Apa yang

mereka raih sudah mereka dapati.

“Nit, Dani masuk kulia lagi Tahun ini”

“Benar,terus ia kini dimana”.

“itu, ia sedang berkata-kata dengan Mama dan papaku”.

“Enak ya kamu,hehehhehe”

“Ia dong..terus kau kapan, udah wisuda belum ada kandidat gitu”.

“memang sih kepikiran , namun saya mesti membahagiakan kedua orang tuaku dulu”.

Keduanyapun berpelukan.

 

Hari demi hari Nita jalani hidup dengan kedua orang tuanya sudah kian membaik. Nita

sekarang melakukan pekerjaan Di suatu bank di kota ini. Ia kini sudah sanggup menghasilkan rumah

untuk dirinya dan kedua orang tuanya. Nita belum menimbang-nimbang ihwal jodohnya . Ia lebih

fokus untuk kebahagiaan orang tuanya.

Melihat keadaan yang kini keluarga mereka gres bertahap merapat. Namun

Hati nita belum begitu mendapatkan sepenuh hati. Rasa sakit hatinya belum terobati.

Sesekali omongan meracuni nama orang tuaku, lisan itu akan ku ganti dengan telapak

kakiku


Demi orang tuanya Nita senantiasa berpegang teguh pada hatinya, “Aku lebih memutuskan mereka

yang bukan cuilan dari keluargaku namun menghargai kedua orang tuaku”. Ucapan nita di

hadapan orang tuanya.

Hari demi hari Nita senantiasa menghadapi hari dengan sarat kenbahgiaan. Sekarang

keluarganya sudah hidup serba berkecukupan.


Pernah suatu hari Nita melarang Ayahnya untuk pergi berkebun lagi. Namun sang ayah

tetap saja tidak acuh larangan sang anak.

"Nak , Itulah pencari nafkah dulu, dan di saat kau menyerupai ini juga karena kebun itu"

"Yah, Maafkan Nita , Bukannya mau melarang, namun saya mau, Ayah dan Ibu cukup bersantai

saja di rumah, biar saya yang mencari Uang untuk kita makan".(Tegas Nita).

"Inilah kemauanku, Jarimu yang dahulu merobek tanah mengais Nasib dan kakimu yang

melangkah menuju kawasan di mana kau akan menendang tanah akan ku bayar dengan kerja

kerasku. Walau tak sesuai jasamu tetapi saya ingin membahagiakanmu di sisah hidupmu".

Pengirim : Eduardus Agung (eduardusagung255@gmail.com) - Nusa Tenggara Timur


Ingin karya tulis Anda terpublikasi di situs web di sini
.


Sumber https://www.salamedukasi.com

Related : Cerpen Mendustai Waktu Oleh Eduardus Agung, Nusa Tenggara Timur

0 Komentar untuk "Cerpen Mendustai Waktu Oleh Eduardus Agung, Nusa Tenggara Timur"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close