Namun saya akui, saya teramat lemah dalam bidang ini. Bukan tidak mau berusaha, namun mungkin inilah kelemahan saya. Tiga belas tahun minus dua bulan berumah tangga, kuliner yang saya masak nyaris saban hari sama. Sama seumpama diawal berumah tangga. Tidak ada kemajuan yang signifikan. Bosan?! Tentu saja. Jagankan mereka, saya juga sering tidak berselera.
Pernahkah bawah umur protes? Sering.
"Coba Mak masak daging kayak yang kita makan di rumah Yaya waktu itu. Kan enak? Coba Mak tanya resep sama ibunya. Enak loh, Mak." Pinta anak saya sekali waktu.
Sesekali sanggup lauk sokongan tetangga, mereka tidak sabar ingin makan dan sungguh lahap di saat menyantap.
"Mak kenapa nggak bisa masak kayak gini?" Celetuknya lagi di sela-sela acara makan.
Jangan tanya bagaimana hancurnya hati saya. Beruntung, suami tidak banyak tingkah. Ia menemukan bagaimanapun kondisi dan rasanya. Pernah sebuah ketika, Doi mencicipi lauknya sedikit gila dari biasa:
"Beli dimana sayur ini, Dek?"
"Aku yang masak, Bang. Kenapa?"
"Kok enak ya? Biasanya nggak."
Sahutnya tanpa rasa bersalah. Plak!
Ya, saya memang sering berbelanja kalau tidak sempat, dilanda malas memasak, atau kuliner yang tidak dapat saya masak. Contoh di saat bawah umur hawa kuah beulangong, timphan atau kuah rendang.
Tetapi sebisa mungkin, saya usahakan kehigienisan dan keperluan gizi keluarga terjaga. Walaupun tidak enak terasa, saya paksa mereka makan dengan dalih, kuliner tidak mesti enak, yang penting sehat! Mereka terpaksa makan walau tanpa selera.
Kata orang tua, kalau ingin dicinta suami, masaklah kuliner favoritnya. Manjakan ia dengan menyanggupi keperluan perutnya. Mungkin kalau cuma itu yang menjadi indikator disayang, telah dari dahulu cintanya terbang melayang.
Walau belum bisa menghidangkan kuliner enak, bukan mempunyai arti tidak dapat makan bareng keluarga dengan hati gembira. Belum bisa mengolah makanan kuliner yang dirindukan bukan mempunyai arti belum menjadi ibu yang sesungguhnya. Saya menerimanya. Karena terus-menerus menutupi ketidaksempurnaan dan berupaya menjadi tepat cuma untuk menyanggupi persyaratan orang lain merupakan kebiasaan yang sungguh beracun dan menyedot tenaga serta cuma akan memperbesar beban hidup saja.
Selamat buat para ibu yang tekun dan berakal memasak. Kalian istimewa!
Penulis: Ismi Marnizar
0 Komentar untuk "I Love Me"