Bpd Dihentikan Jadi Supplier Dan Pelaksana Proyek Desa

BPD Dilarang Makara Supplier dan Pelaksana Proyek Desa BPD Dilarang Makara Supplier dan Pelaksana Proyek Desa

Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) boleh menjadi pelaksana proyek dan menjadi supplier bahan-bahan material untuk pembangunan desa?.

Itulah salah satu pertanyaan yang sering sekali netizen tanyakan kepada penulis dan yang paling menciptakan penulis geram.

Bagaimana tidak geram. Kalau saya hitung-hitung mungkin sudah ada puluhan hingga ratusan kali saya menjawab dan menjelaskannya melalui messenger.

Belum lagi, ditambah tulisan-tulisan penulis sebelumnya yang membahas dan menjelaskan ihwal pertanyaan ini.

Bukan apa-apa sih. Terkadang penulis juga sempat terheran-heran dengan prilaku sahabat desa sekarang.

Mereka lebih menyukai yang instan tanpa harus mau membuka, membaca, dan mengkajinya terlebih dahulu.

Akhirnya dikala ada gosip palsu beredar, mereka ikut membagikan dan mempercayai kebenaran gosip tersebut.

Bukanya penulis tidak suka dengan orang yang banyak bertanya.

Tapi, kalau seandainya saya ataupun orang lain menjawab boleh atas pertanyaan diatas. Apakah malah mereka tidak tersesat nanti akhirnya.

Padahal, kalau kita mengkaji lebih detail Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ihwal Desa dan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 ihwal Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Tindakan di atas jelas-jelas dilarang.

Selain melanggar Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014 pasal 64 abjad (a), (b), (c) dan (g), juga melanggar Permendagri 110 tahun 2016 pasal 26 abjad (a), (b), (c) dan (g) yang menjadi larangan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Untuk lebih lengkapnya ihwal apa saja larangan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Saya akan kutipkan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ihwal Desa saja.

Karena isi larangan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang terkandung dalam UU Desa dan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 sama persis hanya berbeda pasal saja.

Berikut ini daftar larangan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 ihwal Desa pasal 64 abjad (a) hingga dengan (i).
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak boleh sebagai berikut:
  • Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa,
  • Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, mendapatkan uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang sanggup memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya,
  • Menyalahgunakan wewenang,
  • Melanggar sumpah/janji jabatan,
  • Merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa,
  • Merangkap sebagai anggota dewan perwakilan rakyat RI, DPD RI, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan,
  • Sebagai pelaksana proyek Desa,
  • Menjadi pengurus partai politik, dan/atau
  • Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
Kalau kita lihat abjad (a), (b), (c) dan (g) menyerupai apa yang tercantum dalam pasal 64 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ihwal Desa di atas.

Sudah sangat terang bahwa anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu tidak boleh menjadi pelaksana proyek desa apalagi menjadi supplier pengadaan barang/jasa di desa.

Karena kita tahu bahwa untuk pelaksana anggaran pengelola keuangan desa sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 itu dijabat oleh Sekretaris Desa sebagai koordinator, Kasi dan Kaur sebagai pelaksana kegiatan, serta bendaharawan dijabat oleh Kaur Keuangan.

Sedangkan, untuk pengadaan barang/jasa sendiri ditangani oleh Tim Pengadaan Barang/Jasa (TPBJ).

Hal ini sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, yang isinya yakni sebagai berikut :

Kepala Urusan (Kaur) dan Kepala Seksi (Kasi) dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (4) sanggup dibantu oleh tim yang melakukan aktivitas barang/jasa yang alasannya yakni sifat dan jenisnya tidak sanggup dilakukan sendiri.

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis jelaskan di atas, maka kesimpulanya ialah bahwa anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak boleh menjadi pelaksana proyek desa, apalagi menjadi supplier pengadaan barang/jasa termasuk material pembangunan didalamnya.

Hal inipun berdasarkan ekonomis penulis tidak sejalan dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ihwal Desa dan Permendagri yang seharusnya anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu berkewajiban mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan dan tidak boleh memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan menguntungkan diri sendiri ataupun menyalahgunakan wewenang.

Itulah tanggapan singkat sekaligus kesimpulan atas pertanyaan apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) boleh menangani proyek dan menjadi supplier kepada saya.
Semoga dengan tanggapan yang penulis jabarkan di atas sanggup membantu sahabat desa dalam menjalankan tugas. Terima kasih dan biar bermanfaat.

Related : Bpd Dihentikan Jadi Supplier Dan Pelaksana Proyek Desa

0 Komentar untuk "Bpd Dihentikan Jadi Supplier Dan Pelaksana Proyek Desa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close