Tgk Hasan Tiro bareng para kombatan GAM di saat latihan di Libya. Dok. GAM |
Saya teringat cuplikan film Soe Hok Gie, di saat pelopor 66 dan Dosen Sastra Indonesia di Universitas Indonesia itu, menolak mengubah nama"Cina" ke nama nasional yang pilihan-pilihannya sudah ditetapkan oleh Orde Baru. Tapi, selain Gie, kemungkinan besar etnis Tionghoa Indonesia menegaskan mengubah nama, demi argumentasi nasionalisme. Walau sepanjang Orde Baru Berkuasa setiap tahun mereka mesti memperpanjang SBKRI dan dipersulit. Kita pasti tidak lupa pahlawan-pahlawan bulu tangkis Indonesia, yang mayoritasnya merupakan etnis Tionghoa. Susi Susanti merupakan cerita paling tragis, walau sukses menjinjing medali emas olimpiade 92 untuk Indonesia dari cabang Bulutangkis, tetap saja kendala kewarganegaraan dipersulit oleh penguasa. Tidak sedikit atlet dan instruktur bulutangkis kemudian bermigrasi ke luar Indonesia.
Mengubah suatu bangsa, etnis menjadi bukan dirinya merupakan kejahatan. Kejahatan yang tidak dibenarkan oleh Allah. Kejahatan yang layak dikutuk oleh siapapun yang masih memiliki kewarasan di dalam pikiran. Yang masih memiliki logika budi.
Tidak ada bangsa yang sungguh-sungguh baik. Tidak ada bangsa yang sungguh-sungguh jahat. Orang jahat dan kejahatan dapat lahir dari kalangan apapun, oleh etnis manapun, oleh bangsa apapun di seluruh dunia.
Di dalam Islam, nirwana tidak dijanjikan oleh Allah terhadap bangsa tertentu. Kepada keturunan tertentu. Allah prospektif nirwana terhadap siapapun yang bertaqwa.
Penulis: Muhajir Juli
0 Komentar untuk "Aceh Era Lampau"