BAB II
PERSPEKTIF TEORIS TENTANG PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berdasarkan Soegarda Poerbakawatja ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi renta untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan biar sanggup memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.[1] Menurut H. M Arifin, pendidikan ialah usaha orang remaja secara sadar untuk membimbing dan berbagi kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.[2] Adapun berdasarkan Ahmad D. Marimba ialah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[3] Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam ialah segala usaha untuk memelihara dan berbagi fitrah insan serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya insan seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.[4]
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci sanggup disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha insan untuk sanggup membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang renta (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah insan supaya sanggup berkembang hingga pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang tepat dengan terbentuknya kepribadian yang utama.
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam berdasarkan para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang sanggup kita petik, intinya pendidikan Islam ialah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk berbagi fitrah insan berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya insan ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga sanggup mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat. Makara nilai-nilai pendidikan Islam ialah sifat-sifat atau hal-hal yang menempel pada pendidikan Islam yang dipakai sebagai dasar insan untuk mencapai tujuan hidup insan yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak semenjak kecil, karena pada waktu itu ialah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Secara garis besar ruang lingkup pendidikan Islam terdiri tiga unsur pokok yang mendasar, diantaranya: aspek Aqidah, aspek Syari’ah dan aspek Akhlak.
1. Aspek Aqidah
Menurut bahasa Aqidah berarti “ikatan atau angkutan”. Sedangkan aqidah berdasarkan teknisi berarti ”kepercayaan atau keyakinan”. Berbicara mengenai aqidah sangatlah luas objek pembahasannya, akan tetapi disini penulis cukup menguraikan pokok-pokok pembahasannya saja. Pembahasan mengenai aqidah Islam pada umumnya berkisar pada arkanul doktrin (rukun doktrin yang enam), diantaranya: Iman kepada Allah, Iman kepada malaikat-malaikat Allah, Iman kepada kitab-kitab Allah, Iman kepada rasul-rasul Allah, Iman kepada hari kiamat dan Iman pada qadha dan qadar.[5]
Aqidah juga sanggup diartikan dengan sesuatu kayakinan yang mendalam yang terdapat di dalam jiwa manuasia. Dalam al-Qur’an banyak membicarakan wacana aqidah diantaranya terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 136 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ آمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِيَ أَنزَلَ مِن قَبْلُ وَمَن يَكْفُرْ بِاللّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيداً) النساء: ١٣٦(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya dan kepada kitab yang di turunkan kitab sebelumNya. Barang siapa yang kafir kepada Allah , Malaikat-MalaikatNya, Kitab-kitaNya, Rasul-RasulNya, dan hari kiamat, maka sesungguhnya orang itu sesat sejauh-jauhnya. (QS: An Nisa’: 136).
2. Aspek Syari’ah
Menurut bahasa Syari’ah berarti “jalan” sedangkan secara istilah syari’ah atau sering juga di sebut syari’ah Islam ialah suatu sistem norma Ilahi yang mengatur korelasi antara insan dengan tuhan, korelasi sesama manusia, maupun korelasi insan dengan alam. Secara garis besar syari’ah dibagi atas 2 ruang lingkup yaitu:
a. Ibadah
Ibadah ialah segala sesuatu yang dilakukan hanya semata-mat karena Allah dan tidak terlepas dari tempat, waktu, dan juga tidak dipengaruhi oleh perkembangan zaman.[6] Allah membuat insan di dunia ini bukanlah semata-mata hidup untuk makan, minum, beranak pinak, kemudian mati. Akan tetapi insan diciptakan melainkan untuk menyembahNya. Dalam Al-qur’an surat Al-Dzariat ayat 56 Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ) الذاريات: ٥٦(
Artinya: Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.(Qs. Al- Dzariat: 56)
Aktifitas ibadah dilakukan dengan lima prinsip yaitu mengucapkan 2 kalimat syahadah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji bagi yang mampu. Hal ini sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:
حديث ابن عمر رضي الله عنه: قال رسولله بني الاسلم على خمس: شهادة ان الااله الا الله وان محمدا رسو الله و إقام الصلاة وإقام الصلاة وإيتاء الز كاة و الحج وصوم رمضان (البخ ري)
Artinya: Ibnu Umar r.a, Rasulullah SAW bersabda:Islam berdiri Atas lima perkara, percaya bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad Utusan Allah, Mendirikan Shalat, Puasa Pada Bulan Ramadhan, Menunaikan Zakat dan Naik Haji Bagi yang bisa (H.R Bukhari)[7]
b. Muamalah
Muamalah artinya ialah tata aturan Ilahi yang mengatur korelasi manusia sesama insan dan korelasi insan dengan benda. Muamalah sanggup juga dibagi kedalam dua garis besar yaitu: Pertama, Al-Qanul khas (hukum perdata) yang meliputi: Hukum niaga (perdagangan), Munakahah (pernikahan) dan Waratsah (waris), Kedua, Al-Qanul ’Am (hukum publik) yang meliputi: Jinayah (hukum pidana), Khilafah (hukum kenegaraan) dan Jihad (hukum perang dan damai).[8]
Ciri-ciri utama fiqh muamalah ialah terdapatnya kepetingan, laba material dalam proses akat dan kesepakatan. Berbeda dengan fiqh ibadah yang lakukan hanya semata-mata dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada allah tampa ada terindikasi kepentingan material.[9]
Dalam Al-qur’an banyak membicarakan wacana muamalah, diantaranya terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ) البقرة: ٢٧٥(
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak sanggup berdiri melainkan ibarat berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, ialah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah hingga kepadanya larangan dari Tuhannya, kemudian terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum tiba larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu ialah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya. (QS: Al-Baqarah: 275)
3. Aspek adab
Akhlak secara etimologi (bahasa) berasal dari kata khalaka yang kata asalnya khuluqun, yang artinya perangai, tabiat, etika atau khaqun, yang berarti kejadian, buatan , ciptaan. aklak secara etimologi diartikan perangai, watak atau sistim prilaku yang di buat.[10] Akhlak sanggup juga diartikan dengan suatu sikap mental dan tingkah laris perbuatan yang luhur, mempunyai korelasi dengan zat yang maha kuasa. Akhala Islam ialah berasal dari keyakinan dalam jiwa, tauhid insan itu sendiri.[11] Akhlak juga merupakan implementasi dari doktrin dalam segala bentuk perilaku, baik yang berafiliasi dengan sesama insan maupun dengan tuhanNya.[12] Pada garis besar akhlah meliputi 3 hal diantaranya: Akhlak insan terhadap khalik, Akhlak insan terhadap manusia dan Akhlak insan terhadap makhluk (alam)[13].
Dalam al-Qur’an banyak membicarakan wacana akhlak, diantaranya terdapat dalam surat Luqman ayat 18-19 yang berbunyi:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ, وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ) ١٨-١٩ (
Artinya: Dan janganlah kau memalingkan mukamu dari insan (karena sombong) dan janganlah kau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kau dalam berjala dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk bunyi ialah bunyi keledai. (Qs. Luqman: 18-19)
C. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Kehidupan insan tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik ialah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa hakikat pendidikan ialah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses penyesuaian terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai.[14] Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam ialah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai dinul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak semenjak kecil biar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.[15]
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas. Dengan banyaknya nilai-nilai Islam yang terdapat dalam pendidikan Islam, maka penulis mencoba membatasi bahasan dari penulisan skripsi ini dan membatasi nilai-nilai pendidikan Islam dengan nilai keimanan, nilai kesehatan, nilai ibadah dan nilai pendidikan seks.
Bagi para pendidik, dalam hal ini ialah orang renta sangat perlu membekali anak didiknya dengan materi-materi atau pokok-pokok dasar pendidikan sebagai pondasi hidup yang sesuai dengan arah perkembangan jiwanya. Pokok-pokok pendidikan yang harus ditanamkan pada anak didik yaitu, keimanan, kesehatan, ibadah, seks.
1. Nilai Pendidikan keimanan (aqidah Islamiyah)
Iman ialah kepercayaan yang terhujam kedalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan syak (ragu-ragu) serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan acara keseharian.[16] Al Ghazali menyampaikan doktrin ialah megucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.[17] Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian yang pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini pada anak merupakan sebuah keharusan yang dilarang ditinggalkan. Pasalnya doktrin merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang.
Pembentukan doktrin harus diberikan pada anak semenjak kecil, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan cara : Pertama, memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya, Kedua, memperlihatkan citra wacana siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan dan Ketiga, memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah SWT.[18] Rasulullah SAW ialah orang yang menjadi suri tauladan (Uswatun Hasanah) bagi umatnya, baik sebagai pemimpin maupun orang tua. Beliau mengajarkan pada umatnya bagaimana menanamkan nilai-nilai keimanan pada anak-anaknya. Ada lima pola dasar training doktrin (Aqidah) yang harus diberikan pada anak, yaitu membacakan kalimat tauhid pada anak, menanamkan kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul- Nya, mengajarkan Al-Qur'an dan menanamkan nilai-nilai usaha dan pengorbanan.[19]
Orang renta mempunyai tanggung jawab mengajarkan al-Qur'an pada anak-anaknya semenjak kecil. Pengajaran al-Qur'an mempunyai imbas yang besar dalam menanamkan doktrin (aqidah) yang besar lengan berkuasa bagi anak. Pada dikala pelajaran al-Qur'an berlangsung secara sedikit demi sedikit mereka mulai dikenalkan pada satu keyakinan bahwa Allah ialah Tuhan mereka dan al-Qur'an ialah firman-firman-Nya yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW.
Iman (aqidah) yang besar lengan berkuasa dan tertanam dalam jiwa seseorang merupakan hal yang penting dalam perkembangan pendidikan anak. Salah satu yang bisa menguatkan aqidah ialah anak mempunyai nilai pengorbanan dalam dirinya demi membela aqidah yang diyakini kebenarannya. Semakin besar lengan berkuasa nilai pengorbanannnya akan semakin kokoh aqidah yang ia miliki.[20] Nilai pendidikan keimanan pada anak merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai fitrahnya, karena insan mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman keimanan pada anak harus diperhatikan dan dilarang dilupakan bagi orang renta sebagai pendidik. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat Ar Rum ayat 30 sebagai berikut:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ (٣٠:الروم) وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُون
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah membuat insan berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (fitrah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan insan tidak mengetahui (QS. Ar-Rum : 30).
Dengan fitrah insan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagaimana dalam ayat diatas maka orang renta mempunyai kewajiban untuk memelihara fitrah dan mengembangkannya. Melihat ayat diatas sanggup diambil suatu pengertian bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan perkembangan selanjutnya tergantung pada orang renta dan pendidiknya, maka orang renta wajib mengarahkan anaknya biar sesuai dengan fitrahnya.
Nilai pendidikan keimanan termasuk aspek-aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini kepada anak merupakan sebuah keharusan yang dilarang ditinggalkan oleh orang renta dengan penuh kesungguhan. Pasalnya doktrin merupakan pilar yang mendasari keIslaman seseorang. Pembentukkan doktrin seharusnya diberikan kepada anak semenjak dalam kandungan, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Berbagai hasil pengamatan pakar kejiwaan memperlihatkan bahwa janin di dalam kandungan telah mendapat imbas dari keadaan sikap dan emosi ibu yang mengandungya.[21]
Nilai-nilai keimanan yang diberikan semenjak anak masih kecil, sanggup mengenalkannya pada Tuhannya, bagaimana ia bersikap pada Tuhannya dan apa yang mesti diperbuat di dunia ini. Sebagaimana dikisahkan dalam al Qur’an wacana Luqmanul Hakim ialah orang yang diangkat Allah sebagai pola orang renta dalam mendidik anak, ia telah dibekali Allah dengan keimanan dan sifat-sifat terpuji. Orang renta kini perlu mencontoh Luqman dalam mendidik anaknya, karena ia sebagai pola baik bagi anak-anaknya. perbuatan yang baik akan ditiru oleh anakanaknya begitu juga sebaliknya.
2. Nilai Pendidikan Kesehatan
Kesehatan ialah kasus penting dalam kehidupan manusia, terkadang kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang gres sadar akan pentingnya kesehatan bila suatu dikala dirinya atau keluarganya jatuh sakit. Dengan kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok duduk kasus sakit kemudian dicari obatnya. Kesehatan diperlukan setiap orang, apalagi orang-orang Islam. dengan kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia sanggup dikerjakan dengan baik. Orang bekerja butuh tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah pada Allah SWT. semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani maupun rohani.
Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam kurun modern ibarat kini ini berbagai penyakit gres yang bermunculan. Maka perlu kiranya bagi orang renta muslim untuk lebih memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok.[22] Usaha penanaman kebiasaan hidup sehat bisa dilakukan dengan cara mengajak anak gemar berolah raga, memperlihatkan keteladanan dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta memperlihatkan pengetahuan secukupnya wacana pentingnya kebersihan.[23]
Kesehatan ialah kasus penting dalam kehidupan manusia, terkadang kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang gres sadar akan pentingnya kesehatan bila suatu dikala dirinya atau keluarganya jatuh sakit. Dengan kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok duduk kasus sakit kemudian dicari obatnya. Kesehatan diperlukan setiap orang, apalagi orang-orang Islam. dengan kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia sanggup dikerjakan dengan baik. Orang bekerja butuh tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah pada Allah SWT. semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani maupun rohani.
3. Nilai Pendidikan Ibadah
Ibadah semacam kepatuhan dan hingga batas penghabisan, yang bergerak dari perasaan hati untuk mengagungkan kepada yang disembah.39 Kepatuhan yang dimaksud ialah seorang hamba yang mengabdikan diri pada Allah SWT. Ibadah merupakan bukti konkret bagi seorang muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini bawah umur harus diperkenalkan dengan nilai-nilai ibadah dengan cara : Pertama, Mengajak anak ke kawasan ibadah, Kedua, Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah dan Ketiga, Memperkenalkan arti ibadah.[24] Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pendidikan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin nilai ibadah yang ia miliki maka akan semakin tinggi nilai keimanannya.[25]
Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba pada Allah SWT. ibadah yang dilakukan secara benar sesuai dengan syar'i’at Islam merupakan implementasi secara pribadi dari sebuah penghambaan diri pada Allah SWT. Manusia merasa bahwa ia diciptakan di dunia ini hanya untuk menghamba kepada-Nya. Pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga kegiatan ibadah yang sanggup menarik bagi anak yang masih kecil ialah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melaksanakan sholat, menggandakan orang tuanya kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu.
4. Nilai Pendidikan Seks
Pendidikan seks ialah penerangan yang bertujuan untuk membimbing serta mengasuh tiap pria adan wanita semenjak dari bawah umur hingga dewasa, perihal kelamin umumnya dan kehidupan seks khususnya biar mereka sanggup melaksanakan sebagaimmana mestinya sehingga kehidupan berkelamin itu mendatangkan kebahagian dan kesejahteraan manusia.[26] Manusia diciptakan Allah SWT dalam dunia ini sesuai dengan fitrahnya. Salah satu fitrah insan ialah fitrah berupa dorongan seksual. Maka biar dorongan seksual sanggup berjalan sesuai yang dikehendaki oleh Allah SWT, Islam perlu memperlihatkan training baik perintah maupun larangan.[27] Pendidikan seksual ialah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan masalah-masalah seksual kepada anak, sehingga ketika anak telah tumbuh menjadi seorang perjaka dan sanggup memahami urusan-urusan kehidupan, ia mengetahui apa yang diharamkan dan dihalalkan.[28]
Rasulullah SAW memperlihatkan larangan memakai mata dijalan yang tidak diridlai Allah SWT. Beliau menyuruh menutup aurat biar tidak dilihat orang lain.[29] Aurat merupakan pecahan dari tubuh yang harus dijaga dari pandangan orang. Anak yang mencapai aqil baligh akan memahami persoalanpersoalan hidup, termasuk tahu bagaimana bergaul dengan lawan jenis. Pendidikan seks dimaksudkan biar ia mengetahui wacana seks dan bahayanya kalau menuruti hawa nafsu. Nilai pendidikan seks diberikan pada anak semenjak ia mengenal masalah-masalah yang berkenaan dengan seks dan perkawinan. Sehingga ketika anak tumbuh menjadi perjaka telah mengetahui mana yang baik dan tidak. Satu lagi nilai pendidikan seks yang diajarkan Rasulullah SAW pada umatnya ialah pemisahan kawasan tidur diantara anak-anak.[30] Anak yang sudah besar perlu adanya pemisahan kawasan tidur, karena bisa membahayakan bagi perkembangan jiwanya apalagi pada masa puber ia mulai mengenal seks.
D. Tujuan Pendidikan
Dalam pendidikan Islam, tujuan memegang peranan penting. Tanpa tujuan, maka kegiatan pendidikan terlaksana tanpa arah dan sasaran yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan agama Islam sejalan dengan tujuan hidup insan yaitu untuk mengabdikan diri secara penuh kepada Allah SWT sebagai pencipta alam semesta, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Az - dzariyat ayat 56 berbunyi :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الزاريات: ٥٦)
Artinya: Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Az – Zariyat: 56)[31]
Tujuan selesai dari pendidikan agama Islam ialah biar sanggup menjadi insan kamil untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, karena pendidikan agama tidak hanya mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan dalam melaksanakan ibadah, akan tetapi jauh lebih luas dari pada itu. Agama Islam bertujuan membentuk kepribadian anak yang sesuai dengan pemikiran agama.
Muhammad Fadhil Al-Djamali, ibarat dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa :
Tujuan pendidikan Islam ialah menanamkan makrifat (kesadaran) dalam diri insan terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus mempunyai tanggung jawab sosial terhadap training masyarakatnya serta menanamkan kemampuan insan untuk mengelola, memanfaatkan alam sekitar ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan insan dan kegiatan ibadahnya kepada khaliq pencipta alam itu sendiri.[32]
Oleh karena Islam harus bisa membuat insan muslim yang berilmu pengetahuan tinggi, dimana doktrin dan taqwanya menjadi pengendali dalam menerapkan ilmu dalam masyarakat Indonesia sebagai negara berfilsafah Pancasila memutuskan tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut :
Meningkatkan kualitas insan Indonesia yaitu insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, sehat jasmani dan rohani.[33]
Dari uraian di atas nampaklah citra yang terang wacana sejauhmana tujuan pendidikan agama dalam membentuk kepribadian anak didik dalam rangka mencapai pendidikan nasional. Pada sisi lain pendidikan Islam mempunyai fungsi mendidik pribadi muslim ke arah kesempurnaan sebagai salah satu upaya mengoptimalkan dedikasi diri kepada Allah. Pendidikan agama lebih menekankan pada pendidikan moral atau adab untuk mewujudkan pribadi muslim yang sempurna. Hal ini senada dengan ungkapan Athiyah Al-Abrasyi, bahwa : “Pembentukan moral yang tinggi ialah fungsi utama dari pendidikan Islam”.[34] Kendatipun beliau lebih mengutamakan aspek moral, namun tentu saja tidak melupakan aspek-aspek penting lainnya.
Seperti sebelumnya beliau menyampaikan :
Pendidikan akal pekerti ialah jiwa dari pendidikan Islam yang telah menyimpulkan bahwa pendidikan akal pekerti dan adab ialah salah satu fungsi pendidikan Islam. Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani, nalar atau ilmu, ataupun segi-segi mudah lainnya. Tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan adab ibarat segi-segi lainnya.[35]
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam ialah terbentuknya hamba Allah yang bertaqwa dan mempunyai multi pengetahuan lewat pendidikan. Kemudian merealisasikan segala perintah Allah dan bertanggung jawab dalam melaksanakan seluruh aktivitasnya dengan tujuan kebahagian dunia dan akhirat.
Melalui tujuan pendidikan ini sanggup ditingkatkan kualitas insan dalam membina korelasi kepada Allah (Hablumminallah) dan korelasi sesama insan (Hablumminannas). Secara keseluruhan An-Nahlawy menjelaskan sikap Pendidikan Islam :
Pendidikan Islam bertujuan mendidik warga negara mukmin dan masyarakat muslim biar sanggup merealisasikan ubudiyah kepada Islam semata. Dengan terealisasinya tujuan ini maka terlaksana pulalah segala keutamaan kehidupan sosial, ibarat saling tolong menolong, bahu-membahu, menjamin dan mencintai. Disamping itu, pendidikan Islam menanamkan pada anak rasa kasih untuk bersahabat dengan masyarakat bersandar kepadanya cenderung kepada tradisi dan merasa besar hati dengan umat. Semua itu ditanamkannya tanpa penyimpangan, kepatuhan secara membuta atau kehilangan watak diri kepribadian.[36]
Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa, pendidikan Islam memadukan secara seimbang antara pendidikan individual dengan pendidikan sosial, supaya salah satu diantara kedua belah pihak ini tidak saling meremehkan yang lain. Pendidikan individual akan membentuk pribadi-pribadi yang bertaqwa serta taat kepada segala perintah Allah SWT sedangkan pendidikan sosial berorientasi ke arah korelasi antar sesama manusia. Terealisasinya pendidikan ini akan membawa umat ke arah kehidupan yang berbahagia dunia dan akhirat.
Melalui pelaksanaan pendidikan Islam secara optimal akan terlihat fungsi pendidikan Islam dalam membentuk sikap muslim sejati yang sanggup meningkatkan dedikasi kepada Allah dan mengharmoniskan korelasi sesama manusia. Peningkatan dedikasi kepada Allah serta korelasi sesama insan sangat dipengaruhi oleh sikap yang sesuai dengan tuntutan dan tuntutan syari’at Islam. Oleh karena itu pendidikan agama sangat berfungsi memilih optimalisasi korelasi kepada Allah dan korelasi sesama manusia.
[5] Jalaluddin Rahmat, Wawasan Islam, Pradikma Dan Sistem Islam, (Bandung: Matahari Press, 2003), hal 44.
[6] T.M. Hasby Ash Shiddiqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarta: Mulya, 1967), hal 21.
[7] M. Fu’ad Abdul Baqi, mutiara hadis, Alih bahasa dari Al-Lu’lu Warmajan, (Surabaya: Bina Ilmu, 2005) hal. 7.
[8] Rahmat, Wawasan... hal.45.
[9] Dedel Rosyada Hokum Islam dan Pranata Sosial ,”Dirasah Islamiyah (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1992), hal. 71.
[10] Abu Ahmadi dan Noor Salmi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal 198.
[11] Nasrudin Razak, Dinul Islam, Cet. II, (Bandung: Al-ma’arif, 1993), hal. 9.
[12] M. Nasir Budiman, Pendidikan dalam Prefektif Al-qur’an, Cet I, (Jakarta: Maduel press, 2001), hal. 149.
[13] Rahmat, Wawasan... hal.46.
[17] Zainudin, et. al., Seluk Beluk Pendidikan dari AL Ghazali, (Jakarta: Bina Askara, 1991), hal. 97.
[18] M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, Cet. II,(Yogyakarta: Mitra Pustaka,2001), hal. 176.
[19] M. Nur Abdul Hafizh, “Manhaj Tarbiyah Al Nabawiyyah Li Al-Thifl”, Penerj. Kuswandini, et al, Mendidik Anak Bersama Rasulullah SAW, Cet I, (Bandung: Al Bayan, 1997), hal. 110.
[21] Zakiah Daradjat, “Pendidikan Anak dalam Keluarga: Tinjauan Psikologi Agama”, dalam Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakaat Modern, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hal. 60.
[22] M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hal. 119.
Mitra Pustaka, 2000), hal. 28.
[28] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam, Penerj. Jamaluddin Miri, Jilid
II, Cet II, (Jakarta: Pustaka Amami, 1999), hal 1.
[32]M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi I, Cet. III, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal 133.
[33]Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/GBPP Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Umum/Kejuruan, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1995/1996), hal. 1.
[34]Mohd. ‘Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan Bustami A. Gani dan Djhsr Bahri, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang , 1970), hal 136.
[36]Abdurrahman An-Nahlawy, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Cet. II, (Bandung: Diponegoro, 1992), hal. 197.
0 Komentar untuk "Perspektif Teoris Wacana Pendidikan"