A. Karir yang Dicapai
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, “Zakiah Daradjat mengabdikan dan membuatkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat. Sambil bekerja, Zakiah diberi ruangan khusus untuk membuka praktik konsultasi psikologi bagi karyawan Kementerian Agama”.[1] Namun, alasannya semakin banyak klien yang datang, ia mulai membuka praktik sendiri di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan pada tahun 1965. Ketika diwawancara oleh Republika pada tahun 1994, ia menuturkan, "Setiap hari, selama lima hari dalam sepekan, rata-rata saya mendapatkan tiga hingga lima pasien, tanpa memandang apakah mereka dari golongan masyarakat bisa atau bukan." Zakiah mengaku, sering tidak mendapatkan bayaran apa-apa, "karena memang tujuan saya untuk menolong sesama manusia.
Pada tahun 1967, Zakiyah diangkat oleh Menteri Agama Saifuddin Zuhri sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama, Pada periode selanjutnya, Zakiyah Daradjat menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama mulai tahun 1972, dan tahun 1977 sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam.[2]
Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem pendidikan di Indonesia. Semasa menjabat administrator di Kementerian Agama, dia memanfaatkan sebaik-baiknya untuk pengembangan dan pembaharuan dalam bidang Pendidikan Islam.
Pembaharuan yang monumental yang hingga kini masih terasa pengaruhnya yaitu keluarnya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Agama, Mendikbud, dan Mendagri) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan Menteri Agama diduduki oleh Mukti Ali. Melalui surat keputusan tersebut Zakiyah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status madrasah, salah satunya dengan memperlihatkan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen. Aturan yang digunakan hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi umum. “upaya lain yang dilakukan Zakiyah Daradjat yaitu Peningkatan mutu Pengelolan (administrasi) dan akademik madrasah-madrasah yang ada di Indonesia Sehingga mulai muncullah apa yang disebut sebagai Madrasah Model”.[3]
Ketika menempati posisi sebagai Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, menyerupai dituturkan cendikiawan Azyumardi Azra, Zakiyah Daradjat banyak melaksanakan sentuhan bagi pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di Madrasah-Madrasah, Zakiyah Daradjat membuka jurusan Tadris pada IAIN dan menyusun planning pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi rujukan bagi IAIN seluruh Indonesia. Melalui planning pengembangan ini Kementerian Agama sanggup meyakinkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sehingga IAIN memperoleh anggaran yang relatif memadai
Di luar aktivitasnya di lingkungan kementerian, Zakiyah Daradjat mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen keliling pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN) dan beberapa IAIN lainnya. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan oleh IAIN Jakarta sebagai guru besar di bidang ilmu jiwa agama. Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga selesai hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari kiprah kedinasan, Zakiyah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya. Selain itu, Zakiyah Daradjat sering memperlihatkan kuliah subuh di RRI Jakarta semenjak tahun 1969 hingga dekade 2000-an. Ia kerap pula diminta mengisi siaran Mimbar Agama Islam di TVRI Jakarta. Pada 19 Agustus 1999, Zakiyah Daradjat memperoleh Bintang Jasa Maha Putera Utama dari Pemerintah Rapublik Indonesia.[4]
0 Komentar untuk "Karir Yang Dicapai Zakiah Daradjat"