Menikah Dengan Orang Yang Hamil Alasannya Berzina

Menikah Dengan Orang Yang Hamil Karena Berzina Menikah Dengan Orang Yang Hamil Karena Berzina
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam supaya tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga kawan dekat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.

Pada edisi yang lalu, sudah kita diskusikan aturan menikah dengan orang yang berzina, dan kita hingga terhadap kesimpulan bahwa secara biasa dikuasai ulama mengizinkan ijab kabul tersebut, meskipun sebagian ulama mensyaratkan adanya taubat dan pencucian rahim dengan cara haidh satu kali. Pada edisi ini, kita akan membahas hukum-hukum berikutnya yang masih terkait dengan imbas perzinaan, yakni menikah dengan orang yang sedang hamil alasannya perzinaan.

Sebelum masuk pembahasan, perlu kita sebutkan di sini, bahwa orang yang hamil mempunyai dua kemungkinan: yakni hamil alasannya ijab kabul atau hamil alasannya perzinaan. Perempuan yang hamil alasannya perzinaan jika ingin menikah, maka dia mempunyai dua pilihan: 

1. Menikah dengan pria yang tidak berzina dengannya 
2. Dia menikah dengan pria yang berzina dengannya sekaligus yang menghamilinya. 

Sehingga, secara keseluruhan, seluruhnya menjadi empat masalah. Masalah pertama, sudah dibahas pada edisi sebelumnya, kini kita membahas dilema kedua, ketiga dan keempat.

Masalah Ke Dua: Hukum Menikah Dengan Orang Yang Hamil Dari Pernikahan

Seorang wanita yang hamil dari sebuah pernikahan, setelah terjadinya perceraian atau suaminya meninggal, statusnya menjadi janda yang sedang hamil. Apakah boleh seorang pria menikah dengannya dalam kondisi hamil ? 

Para ulama sepakat bahwa menikah dengan wanita yang hamil dari hasil ijab kabul yang sah hukumnya haram, hingga selesai masa ‘iddah- nya, yakni melahirkan. (Mujib Al Muthi’I, Takmilah Al-Majmu' : 17/347-348, Ibnu Qudamah, Al-Mughni : 11/227, Ibnu Qayyim, Zadul Ma'ad : 5/15 dan Ibnu Hazm, Al-Muhalla 10/263 )

Dalilnya merupakan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu 'iddah mereka hingga mereka melahirkan kandungannya. (Qs Ath-Tholaq : 4).

Begitu juga firman Allah Ta'ala :

Dan janganlah kalian bertetap hati untuk beraqad nikah sebelum habis 'iddahnya. (Qs. Al-Baqarah:235).

Masalah Ketiga dan Keempat: Hukum Menikah Dengan Perempuan Yang Hamil Dari Perzinaan,

Para ulama berlainan nasehat dalam dilema ini :

Pendapat Pertama : Haram hukumnya menikah dengan wanita yang hamil alasannya perzinaan, baik yang menikahi merupakan orang yang berzina dengannya, maupun orang yang tidak berzina dengannya Ini merupakan nasehat madzhab Maliki dan madzhab Hambali. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni : 6/601-604, Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al Fatawa : 32 / 109-110 )

Mereka berdalil dengan hadist Abu Sa’id Al Khudri ra sebenarnya Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda: “ Perempuan hamil dihentikan disetubuhi hingga dia melahirkan, sedangkan wanita yang tidak hamil dihentikan disetubuhi hingga dia berhaidh satu kali. “ ( HR Abu Daud no : 2159, Ahmad no : 11911, Darimi, no : 2350 , Hakim no : 2790, Baihaqi, no : 11105 , Hadist ini dihasankan oleh Ibnu Abdul Barr di dalam At-Tamhid : 3/143, dan Ibnu Hajar di dalam Talkhis al Habir : 1/ 275 , dan dihasankan oleh Syekh AlBani di dalam Shahih Al Jami no : 7479 )

Hal ini dikuatkan dengan hadist Hadits Abu Ad-Darda` ra, sebenarnya Rasulullah shalallahu alaihi wassallam pernah mengunjungi seorang budak wanita yang nyaris melahirkan di pintu Pusthath. Beliau bersabda: Barangkali pemiliknya ingin menggaulinya ?. (ParaSungguh saya sudah berkehendak untuk melaknatnya dengan laknat yang dibawa ke kuburnya. Bagaimana ia mewarisinya sedangkan itu tidak halal baginya dan bagaimana ia memperbudakkannya sedang ia tidak halal baginya. sahabat) menjawab : Benar. Maka Rasulullah saw bersabda : ( HR Muslim )

Begitu juga, mereka berdalil dengan hadist yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Musayyib: “Bahwasanya seseorang menikah dengan perempuan, saat digaulinya ternyata wanita tersebut sudah hamil, kemudian hal itu dilaporkan terhadap Rasulullah saw, dan dia pribadi menceraikan keduanya. “

Pendapat Kedua : Menikah dengan wanita yang hamil dari perzinaan hukumnya boleh, baik yang menikahi merupakan orang yang berzina dengannya, maupun orang yang tidak berzina dengannya. Ini merupakan nasehat madzhab Hanafi, yakni nasehat Abu Hanifah dan Muhammad al Hasan ( Al Marghinani, Al Hidayah : 1/ 194, Al Kasani, Bada’I As Shonai’: 2/269) dan nasehat madzhab Syafi’I. (Yahya al Imrani, Al- Bayan : 9/270-271, Al-Khatib As Syarbini, Mughni al-Muhtaj : 3/ 187, Mujib Muthi’I, Takmilah Al Majmu’ : 16/ 220, 221 )

Mereka berargumentasi bahwa air mani hasil perzinaan itu tidak ada harganya dalam persepsi Islam, buktinya bahwa nasabnya tidak diakui. Ini sesuai dengan hadist Aisyah ra, sebenarnya Rasulullah saw bersabda : “ Anak ( hasil perzinaan itu ) untuk wanita yang mempunyai ikatan ijab kabul dan bagi pria pezina merupakan tidak mendapat apa-apa “( HR Bukhari no : 2533 )

Oleh karenanya, menurut hadist di atas menurut madzhab Syafi’I, orang yang berzina itu tak punya ‘iddah sama sekali, sehingga seorang pria boleh menikah dengannya dan menggaulinya tanpa mesti menanti wanita tersebut melahirkan.

Adapun menurut Abu Hanifah dan Muhammad al Hasan, jika yang menikahi merupakan pria yang tidak berzina dengan wanita tersebut, maka dia dihentikan menggauli wanita tersebut hingga dia melahirkan. Alasan mereka merupakan hadist Abu Sa’id Al Khudri ra di atas sebenarnya Rasulullah saw bersabda : “Perempuan hamil dihentikan disetubuhi hingga dia melahirkan, sedangkan wanita yang tidak hamil dihentikan disetubuhi hingga dia berhaidh satu kali.“

Begitu juga hadist Ruwaifi’ bin Ats Tsabit Al Anshari di atas sebenarnya Rasulullah saw bersabda: “Tidak dihalalkan bagi seseorang yang beriman terhadap Allah dan hari simpulan untuk menuangkan airnya di dalam tumbuhan orang lain dan tidak dibolehkan bagi seseorang yang beriman terhadap Allah dan hari simpulan untuk menggauli seorang tawanan wanita hingga dia membersihkan rahimnya“

Namun jika yang menikahi wanita tersebut merupakan pria yang berzina dengannya ( yakni yang menghamilinya ), maka suaminya boleh menggauli istrinya tersebut meskipun dalam kondisi hamil. Ini juga nasehat Abu Yusuf dari madzhab Hanafi. Alasannya bahwa yang ada di dalam rahim wanita tersebut merupakan air maninya sendiri dan merupakan tanamannya sendiri sehingga dia boleh menggaulinya meskipun dalam kondisi hamil, dan hal ini tidak berlawanan dengan hadist yang melarang untuk menuangkan air mani dalam tumbuhan orang lain, sebagaimana yang disebut di atas.

Ringkasnya: bahwa jika ada seorang pria dan wanita berzina kemudian mereka berdua sepakat untuk menikah saat dikenali bahwa wanita tersebut hamil dari perzinaan tersebut, maka status pernikahannya tidak sah menurut madzhab Maliki dan Hambali, dan sah menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i. Wallahu A’lam, semoga sanggup memperbesar wawasan kita.

Baca: Menikah Dengan Orang Yang Berzina

Related : Menikah Dengan Orang Yang Hamil Alasannya Berzina

0 Komentar untuk "Menikah Dengan Orang Yang Hamil Alasannya Berzina"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close