A. Fungsi Pendidikan Tauhid
Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita sanggup melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan menganalisis tujuan dari pendidikan tauhid. M. Saleh menyebutkan bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga ialah berfungsi untuk: Pertama, Memberikan ketentraman dalam hati anak. Kedua, Menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan., Ketiga, Membentuk sikap dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam kehidupannya.[1]
Dari klarifikasi yang diuraikan oleh Yunus, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga mempunyai beberapa fungsi agar: Pertama, Anak sanggup beribadah kepada Allah secara ikhlas. Kedua, Anak sanggup mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah. Ketiga, Anak sanggup menjauhi hal-hal yang dihentikan Allah menyerupai syirik dan semua hal yang sanggup menghancurkan ketauhidan.[2]
Keluarga merupakan daerah pertama kali anak mendapatkan pendidikan tauhid. Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam proteksi dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses yang panjang anak akan selalu mengingat Allah Swt. Allah berfirman :
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (الرعد : ٢٨)
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(Qs. Ar-Ra'd:28).
Pendidikan tauhid dalam keluarga juga menciptakan anak bisa mempunyai keimanan menurut kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak tidak hanya mengikuti saja atau “taklid buta”. Dengan mengajarkan ketauhidan yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits, maka ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang menurut kepada argumen-argumen dan bukti-bukti yang benar, serta sanggup dipertanggung jawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan menciptakan keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari. Maka benar kalau keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam sikap seorang muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang anak akan melahirkan sikap yang positif baik saat sendirian maupun ada orang lain, alasannya ialah ada atau tidak ada yang melihat, anak yang mempunyai ketuhidan yang benar akan mencicipi bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan sikap konkret yang dilakukan benar-benar alasannya ialah mencari ridha Allah Swt.
Menurut ibnu taimiyah, sebagaimana yang dikutib oleh masjid ‘irsan al-kaylani,[3] kiprah pendidikan islam pada hakikatnya tertumpu pada dua aspek, yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan watak akseptor didik. Pendidikan tauhid dilakukan dengan derma pemahaman terhadap dua kalimat syahadat; pemahaman terhadap jenis-jenis tauhid (rubuhiyah, uluhiyah, dan sifat dan asma’); ketundukan, kepatuhan, dan keikhlasan menjalankan islam; dan menghindarkan dari segala bentuk kemusyrikan. Sedang pendidikan pengembangan watak akseptor didik ialah berbagi watak itu semoga bisa memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah Swt. Dan menyediakan bekal untuk beribadah, menyerupai makan dan minum. Menurut Ibnu Taimiyah, insan yang tepat ialah mereka yang senantiasa beribadah, baik beribadah diniyyah maupun beribadah kawniyah. Ibadah diniyyah ialah ibadah yang bekerjasama dengan pencipta (ta’abbdudi) dan sesama insan (ijtima’i). sedangkan ibadah kawniyah ialah ibadah yang bekerjasama dengan ketundukan dan kepatuhan insan kepada Allah Swt. Setelah memahami hukum-hukum alam dan huku-hukum sosial kemasyarakatan.
Akhirnya, sanggup dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para orang tua, alasannya ialah fungsinya yang sangat besar dalam membentuk eksklusif muslim yang benar, dan bertakwa kepada Allah Swt, yang dihiasai dengan moral dan sikap positif, sehingga bawah umur yang bertauhid juga akan melaksanakan hal-hal yang positif. Hal-hal yang sanggup bermanfaat baik untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan dunia. Aktivitas yang timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridha Allah Swt, bukan mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
[1] Ibid., hal. 28.
[2] Yunus, Metodik...., hal. 38.
[3] Majid ‘Irsan al-Kaylan, al-fikr al- Tarbawi ‘inda ibn Taymiyah, (Al-Madinah al- Munawwarah: Maktabah Dar al-Tarats, 1986), hal. 91-103.
0 Komentar untuk "Kedudukan Pendidikan Tauhid"