Mengikuti Hawa Nafsu

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam mudah-mudahan tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga teman dekat dan para pengikutnya yang setia dan istiqamah.

Diantara sifat tercela yang dimiliki oleh seseorang, yang sanggup memunculkan binasa dan buta hati, sehingga berakibat tidak sanggup lagi membedakan antara kebenaran dengan kebatilan, antara kebajikan dengan kejelekan merupakan mengikuti hawa nafsu. Lihat bagaimana Allah mencela orang menyerupai itu dalam firman Nya:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

"Terangkanlah kepadaku tentang orang yang membuat hawa nafsunya selaku Tuhannya". (QS al-Furqaan: 43). 

Al-Hafidh Ibnu Katsir menerangkan ayat diatas: "Maksudnya manakala dia menganggapnya baik suatu kendala dan beropini bagus, akan tetapi cuma di ukur menurut hawa nafsunya maka hal itu setara dengan agama serta madzhab yang dianutnya". hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh Allah ta'ala dalam firman Nya yang lain: 


أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ فَلا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

"Maka apakah orang yang dijadikan terasa indah (oleh setan) perbuatan buruknya, kemudian menilai baik perbuatannya itu, (sama dengan orang yang diberi isyarat oleh Allah)?Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi isyarat terhadap siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa alasannya merupakan kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS Faathir: 8).

Sedang dalam ayat lain, Allah ta'ala menjelaskan, mewantiwanti biar menjauh dari yang namanya mengikuti hawa nafsu, sebagaimana perintahNya terhadap nabi Daud 'alaihi sallam, Allah berfirman:

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

"Hai Daud, sesungguhnya Kami membuat kau khalifah (penguasa) di tampang bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara insan dengan adil dan janganlah kau mengikuti hawa nafsu, alasannya merupakan ia akan menyesatkan kau dari jalan Allah". (QS Shaad: 26).

Allah ta'ala sudah menyebutkan dalam kitabNya tentang kondisi mereka-mereka yang mengikuti hawa nafsunya, dijelaskan, bahwa tingkat kondisi mereka yang mengikuti hawa nafsu hingga pada derajat menyerupai hewan ternak, bahkan dibilang mereka lebih jelek lagi. Hal itu, sebagaimana diterangkan dalam firman Nya:

اَمۡ تَحۡسَبُ اَنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَسۡمَعُوۡنَ اَوۡ یَعۡقِلُوۡنَ ؕ اِنۡ ہُمۡ اِلَّا کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ سَبِیۡلًا

"Atau apakah kau mengira bahwa pada biasanya mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah menyerupai hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari hewan ternak itu)". (QS al-Furqaan: 44).

Diantara potret membuat hawa nafsu selaku Ilahnya merupakan menyerupai yang dilakukan oleh sebagian orang, mencari-cari dispensasi dalam agama dalam rangka menyelisihi syari'at yang sudah baku atau membawakan fatwa-fatwa ulama yang nyleneh serta mengikuti ketergelinciran para Ulama. Mereka berupaya memperkosa dalil demi tercapainya maksud. Yaitu jikalau nash tersebut ada yang sesuai dengan hawa nafsunya maka mereka ridho dan tidak mendebatnya. Dan Allah ta'ala sudah menyinggung orang-orang seperti ini lewat firman-Nya:

 وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ (٤٧) وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ (٤٨) وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ (٤٩) أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ  (٥٠

"Dan mereka berkata: "kami sudah beriman terhadap Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." kemudian sebagian dari mereka berpaling sehabis itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka diundang terhadap Allah dan Rasul-Nya, biar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jikalau keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka tiba terhadap Rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka sangsi ataukah (karena) takut kalaukalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim terhadap mereka? sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim". (QS anNuur: 47-50).

Akan tetapi sebagian orang mengangkat aturan hingga ke atas langit manakala dia anggap memberi laba bagainya, namun, kiranya mereka menilai maslahat tersebut tidak langgeng maka mereka bersegera merusak semua aturan dan undang-undang tersebut. aturan yang hakiki bagai mereka merupakan yang menenteng laba bagi kepentingan hawa nafsunya semata.

Dosa mengikuti hawa nafsu:

Hawa nafsu akan membutakan serta membungkam pemiliknya dari kebenaran. Seperti yang diterangkan dalam suatu hadits, diriwayatkan oleh Muslim dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Aku pernah mendengar Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Dinampakan fitnah terhadap hati saban hari berulang-ulang. Maka hati manapun yang melaksanakan kemaksiatan akan membekas padanya titik hitam, dan hati manapun yang mengingkarinya maka akan membekas padanya titik putih, hingga menjadi dua hati, hati yang putih bersih, tidak ternodai fitnah selagi langit dan bumi masih ada. Dan yang satunya lagi hati yang hitam, sehingga pemiliknya tidak memedulikan yang bagus dan mau mengingkari kemungkaran, melainkan dirinya cuma mengikuti hawa nafsunya". HR Muslim no: 144.

Dan secara tegas Allah azza wa jalla sudah melarang NabiNya untuk mengekor pada hawa nafsu, yakni lewat firmanNya:

"Maka alasannya merupakan itu serulah (mereka terhadap agama ini) dan tetaplah selaku mana ditugaskan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka". (QS asy-Syuura: 15).

Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan titah Rabbnya tersebut, dengan senantiasa berdo'a berlindung terhadap Allah dari mengikuti hawa nafsu. Sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam sunannya dari Qutbah bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Adalah kebiasaan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam senantiasa berdo'a

"Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung kepadaMu dari kemungkaran sopan santun dan perbuatan serta mengikuti hawa nafsu".HR at-Tirmidzi no: 3591. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi 3/184 no: 2840.

Dan ia mengabarkan pada kita, bahwa mengekor hawa nafsu merupakan penyebab kehancuran yang mengirimkan pada nerakanya Allah ta'ala. Sebagaimana diterangkan dalam suatu riwayat yang dibawakan oleh al-Bazzar dalam musnadnya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma,beliau berkata: "Bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Ada tiga kendala yang sanggup membinasakan, rakus terhadap dunia, mengikuti hawa nafsu dan seseorang yang gembira dengan dirinya sendiri". HR al-Bazzar 8/295 no: 3366. Dinilai hasan oleh
al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no: 1802.

Amirul Mukiminin Ali bin Abi Thalib pernah memberi petuah pada kita semua: "Sesungguhnya tidak ada kendala yang lebih saya takutkan atas kalian dari pada panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Adapun yang pertama, alasannya merupakan panjang angan-angan akan memicu kalian lupa terhadap urusan akhirat, sedang mengikuti hawa nafsu maka akan membuat kalian sulit untuk menetapi kebenaran".

Dan sungguh berbagai ucapan para ulama salaf yang memperingatkan umat agar tidak mengikuti kesalahan yang dilakukan oleh para ulama serta pertimbangan mereka yang menyimpang. Salah satunya menyerupai yang dinasehatkan oleh Sulaiman at-Taimi, ia mengatakan: "Kalau sekiranya engkau menghimpun seluruh kesalahannya para ulama tentu akan
terkumpul pada dirimu semua kejelekan". 

Ulama yang lain, menyerupai imam al-Auza'i, juga pernah memberi usulan pada kita: "Barangsiapa yang mengambil semua pertimbangan ulama yang menyimpang tentu dirinya akan keluar dari agama Islam". Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu pernah mengatakan:

"Tiga kendala yang sanggup merusak agama. Kesalahan seorang alim, perdebatan yang dilontarkan oleh seorang munafik dan para ulama yang menyesatkan". 

Imam Ibnu Hazm al-Andalusi menjelaskan: "Dan golongan yang lain, mereka merupakan kaum yang sudah meraih derajat keilmuan yang tinggi dalam agama, tetapi tidak disertai dengan rasa takut terhadap Allah. Dirinya menjajal mencari tiap pertimbangan ulama yang tepat dengan hawa nafsunya kemudian mereka ambil serta ikuti pertimbangan tersebut dengan taklid buta tanpa berupaya untuk mencocokan dengan nash dari al-Qur'an dan hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam". 

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Isma'il al-Qadhi, ia menceritakan: "Suatu di saat saya masuk pada Mu'tadhid Billah (khalifah Abbasiyyah di saat itu), kemudian disajikan padaku suatu kitab, kemudian saya telaah, maka saya dapati isinya terkumpul tentang dispensasi dan ketergelinciran para ulama serta dalil tiap pertimbangan dari mereka. Maka saya katakan: "Penulis buku ini merupakan zindik".

Lalu sang Khalifah bertanya: "Bukankah hadits-hadits yang disebutkan di dalamnya shahih? Ia, tetapi hadits-hadits tersebut diriwayatkan sesuai hawa nafsunya. Sebab orang yang mengizinkan minuman memabukkan tidaklah mengizinkan nikah mut'ah, dan orang yang mengizinkan nikah mut'ah tidaklah mengizinkan nyanyian. Tidak ada seorang alim pun kecuali memiliki ketergelinciran. Dan barangsiapa memungut semua kesalahan ulama pasti akan hilang agamanya, jawabku. Kemudian Khalifah mengutus buku tersebut agar dibakar". 

Dan para ulama sudah mengingkari secara keras orang yang memungut ketergelinciran dan dispensasi pendapatnya seorang alim. Dimana acap kali mereka mensifati pelakunya dengan hamba Allah yang paling buruk, sebagaimana dinukil oleh Abdurazzaq dari Ma'mar.

Terkadang mereka mensifati pelakunya dengan orang yang fasik menyerupai yang diucapkan oleh Ibnu Najar. Beliau mengatakan:

"Haram bagi seorang awam untuk menghimpun dispensasi seorang alim, dan dia orang yang fasik jikalau melaksanakan hal tersebut". 

 Al-Ghazali mengatakan: "Tidak boleh bagi seorang awam untuk memiliki madzhab pada tiap permasalahan sesuai dengan hati nuraninya kemudian dia berupaya memperluasnya". 

Sebagian orang jikalau ingin meminta ajaran pada tiap permasalahan yang dimilikinya dia mengajukan pertanyaan pada orang yang sudah dipahami bermudah-mudahan dalam memberi fatwa, dan berfatwa dengan ajaran yang menyelisihi pada biasanya para ulama. Dan bila ditunjukan untuk meminta ajaran pada ulama yang sudah dimengerti berfatwa dengan al-Qur'an dan Hadits, maka dirinya beralasan:

'Sesungguhnya mereka tidak mengenali ajaran melainkan cuma menggunakan bahasa haram. Setiap permasalan baginya merupakan haram".

Maka ketahuilah, sesungguhnya orang seperti ini dan yang semisal dengannya merupakan orang yang membuat agama selaku permainan dan sendau gurau. Sedangkan Allah ta'ala sudah berfirman terhadap Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam:

"Maka tetaplah kau pada jalan yang benar, sebagaimana ditugaskan kepadamu". (QS Huud: 112).

Allah tidak mengutus padanya sebagaimana yang engkau inginkan. Berkata Ibnu Abdil Barr menjelaskan: "Para ulama sudah bersepakat bahwa seorang awam dilarang untuk menghimpun keringanan-keringanannya para ulama". 

Muhammad bin Sirin mengatakan: "Sesungguhnya ilmu ini merupakan agama maka lihatlah oleh kalian terhadap siapa kalian mengambil agama".

Adapun ucapan sebagian mereka yang mengatakan: 'Jadikan mediator antara dirimu dan api neraka bareng orang yang engkau ikuti'. Maka ucapan ini tidak dibenarkan kecuali jikalau dirinya mau mengajukan pertanyaan pada cakap ilmu yang sudah dipahami dengan ketakwaanya, dan dalam pertanyaannya tersebut berniat ingin mengenali kebenaran dan ilmu sesuai dengan apa yang diridhoi Allah ta'ala.

Diantara potret orang yang mengikuti ketergelinciran para ulama serta meninggalkan pendapatnya pada biasanya ulama, serta yang sesuai dengan dalil. Adalah orang-orang yang mengambil pendapatnya ulama yang mengizinkan nyanyian dan meninggalkan pertimbangan ulama yang mengharamkannya. Seperti pendapatnya Abu Hanifah, Syafi'i, Malik dan Ahmad, serta pada biasanya para ulama yang terdahulu maupun yang belakangan.

Diantara mereka ada yang mengambil pendapatnya orang yang menyebutkan boleh untuk mencukur jenggot, kemudian mereka meninggalkan dalil-dalil yang jelas, yang sanggup dilihat dalam shahih Bukhari dan Muslim serta dalil lainya yang ada dalam al-Qur'an dan hadits yang mengambarkan pada perintah memanjangkan jenggot.

Dan ini merupakan pendapatnya pada biasanya para ulama salaf dan kholaf, bahkan tidak pernah ditemui ada pertimbangan yang mengizinkan untuk mencukur jenggot melainkan pada zaman-zaman belakangan ini.

Diantara mereka ada yang mengambil pendapatnya orang yang mengizinkan memanjangkan busana dibawah mata kaki bagi lelaki tanpa disertai perilaku sombong. Lantas mereka meninggalkan dalil-dalil yang terperinci yang mengharamkan berpakaian melampaui mata kaki bagi kaum pria.

Dan apa yang saya bawakan hanyalah buih dari lautan, sangatlah banyak untuk disebutkan semua. Kita memohon terhadap Allah ta'ala untuk melimpahkan kemurnian dalam mengikuti kebenaran pada kita serta menjauhkan dari mengekor hawa nafsu. Dan membuat kita selaku golongan yang bersegera melakukan perintah Allah dan RasulNya, diridhoi dan diteguhkan selaku seorang muslim.

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam mudah-mudahan Allah curahkan terhadap Nabi kita Muhammad, terhadap keluarga ia serta para sahabatnya. 

Related : Mengikuti Hawa Nafsu

0 Komentar untuk "Mengikuti Hawa Nafsu"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close