Generasi Masa Depan Tanpa Ke Sekolah

 ada kegundahan yang menyelimuti fikiran dan hati saya Generasi Masa Depan Tanpa Ke Sekolah

Sebagai guru, ada kegundahan yang menyelimuti fikiran dan hati saya. Ingin saya curahkan dalam goresan pena sederhana ini. Yaitu kendala banyaknya siswa di negeri ini cuma mencar ilmu dirumah atau populernya mencar ilmu daring (dalam jaringan). Belajarnya tetap dalam pengawasan guru namun secara online.

Saya bukan piawai virus, saya bukan piawai kesehatan dan saya bukan dokter. Saya merupakan guru yang punya pedoman layaknya guru. Tapi soal kesehatan saya yakin dokter ahlinya. Dan soal kebijakan publik pemerintah yang berhak memutuskan. Saya cuma guru sekolah dasar di bawah amal kerja keras muhammadiyah.

Kegelisahan saya merupakan lamanya mencar ilmu daring. Sudah kurang lebih 5 bulan. Libur di perpanjang telah 3 kali, sementara korban corona kian bertambah saban hari di Indonesia. Terutama di aceh. Anehnya korban virus ini menurut gunjingan mengintai tokoh-tokoh kepolisian, pejabat dan keluarganya. Kalau terus meningkat memiliki arti sekolah diperpanjang libur lagi. Siswa mencar ilmu tetap dirumah atau dalam jaringan tanpa tatap muka. Ini musibah!

Saya yakin bahwa virus ini kasatmata adanya. Kita mesti berhati-hati dengan mengikuti protokol kesehatan. Tapi kegundahan saya selaku guru bukan cuma soal virus ini. Tapi berbahayanya siswa tidak mencar ilmu disekolah. Sekolah ditutup sementara orangtuanya tetap melakukan pekerjaan dan kantor, pasar bandara tetap di buka. Sebagian siswa jadinya juga menyanggupi pasar, nongkrong di cafe, di warung kopi, juga tempat hiburan dan wisata.

Ada yang berpendapat, eh kau memang suka protes, nanti pasar di tutup kau protes, bandara di tutup kau protes, mall ditutup kau juga protes. Ini dangkal sekali cara berfikir menurut saya. Bukan soal suka protes, namun soal kenapa sekolah ditutup sementara lainnya buka. Apakah orang cukup umur tidak dapat menenteng virus kerumah? Ada juga katanya bawah umur dan remaja susah mempertahankan protokol kesehatan. Justru banyak orang cukup umur tidak dapat diatur. Coba datangi pasar ikan, tempat wisata, siapa yang gak pakek masker, yang gak basuh tangan. Bukan bawah umur malah orang dewasa. Menurut saya justru anak-anaklah yang mudah di atur. Sementara orang cukup umur susah di atur. Anak saya 10 kali basuh tangan di rumah.

Kegelisahan guru bukan soal sulitnya mencar ilmu daring. Tapi setidak ada beberapa yang menghasilkan saya kian hari kian diselimuti kegundahan mendalam. Yang kadang susah untuk diceritakan kecuali pada orang yang tepat. Ya mungkin pada guru dan oarangtua. Kini banyak siswa tidak mendapat pendidikan keteladanan, pendidikan karakter, pendidikan agama jikalau cuma mencar ilmu daring.

Ditambah lagi siswa yang minim perhatian orangtua. Karena orangtua mesti melakukan pekerjaan di luar rumah. Sementara siswa tanpa wawasan orangtuanya belakang layar keluar rumah, membisu di jemput kawannya, main game online, terlebih selama pandemi siswa mesti mencar ilmu dengan hp android untuk membuat lebih mudah mencar ilmu online. Na'uzubillah jikalau siswa di bebaskan browser apa saja, nonton apa saja. Bahkan ada siswa SD yang saya lihat sendiri dibebaskan orangtuanya nonton tiktok. Apajadinya generasi kedepan negeri ini. Mau jadi selebgram semuanya? Mau jadi artis? Mau jadi gamer?.

Lalu bagaimana siswa bisa mendengar saran gurunya, saran itu diparaktekkan, bagaimana cara guru membentuk abjad siswa menyerupai disiplin, bertutur kata yang baik, saling berbagi, membudayakan antri, dan juga bagaimana guru mengajarkan wudhu dan shalat bagi siswanya mengajarkan gerakan shalat yang benar, memperbaiki bacaan alquran, menyimak hafalan alquran dan masih banyak lagi lainnya cuma efektif bila dijalankan tatap muka. Yang lebih stres lagi bagaimana cara guru SD mengajarkan siswa kelas 1 membaca melalui daring, tanpa tatap muka.

Apalagi siswa yang kurang bisa berbelanja paket internet tidak dapat terlebih berbelanja hp android. Lebih sengsara lagi yang tinggal di tempat terpencil tanpa jaringan internet. Ada yang mesti turun ke kota, naik ke pohon, baik ke loteng untuk mendapat kiprah dari gurunya.

Sekali lagi saya bukan piawai kesehatan. Hanya berharap ada formula gres yang disusun oleh pemerintah tidak cuma bisa mempanjang libur sekolah. Siswa mesti kembali kesekolah, mesti dididik tatap tampang meskipun cuma 2 jam. Tapi tetap mempertahankan protokol kesehatan. Sekolah mesti berhubungan dengan dokter atau konsultan kesehatan. Siswa mesti mendapat pendidikan yang patut disekolah. Bagaimana masa depan negeri ini. Kalau siswa 1 tahun mencar ilmu tanpa tatap tampang dengan gurunya. Lahirlah selembar ijazah dan nilai-nilai tanpa mesti kesekolah. Cukup di mencar ilmu di rumah. Itulah generasi baru, generasi emas, generasi masa depan lahir tanpa mesti kesekolah. Masak iya?

Rizki Dasilva

Related : Generasi Masa Depan Tanpa Ke Sekolah

0 Komentar untuk "Generasi Masa Depan Tanpa Ke Sekolah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close