19 Pasal pada PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2020 TENTANG PEDOMAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PPSBB) DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Pembatasan Sosial Berskala Besar ialah pembatasan acara tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).
2. Menteri ialah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
3. Pemda ialah kepala kawasan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kawasan otonom.
BAB II PENETAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Bagian Kesatu Kriteria
Pasal 2
Untuk sanggup ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. jumlah masalah dan/atau jumlah maut akhir penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan b. terdapat kaitan epidemiologis dengan insiden serupa di wilayah atau negara lain.
Bagian Kedua Permohonan Penetapan
Pasal 3
(1) Menteri memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota.
(2) Permohonan dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
(3) Permohonan dari bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu kabupaten/kota.
Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data: a. peningkatan jumlah masalah berdasarkan waktu; b. penyebaran masalah berdasarkan waktu; dan c. insiden transmisi lokal.
(2) Data peningkatan jumlah masalah berdasarkan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a disertai dengan kurva epidemiologi.
(3) Data penyebaran masalah berdasarkan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad b disertai dengan peta penyebaran berdasarkan waktu.
(4) Data insiden transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga memberikan isu mengenai kesiapan kawasan wacana aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.
Pasal 5
Selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19) sanggup mengusulkan kepada Menteri untuk memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 6
Permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar mengacu pada Formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga Tata Cara Penetapan
Pasal 7
(1) Dalam rangka penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Menteri membentuk tim.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas: a. melaksanakan kajian epidemiologis; dan b. melaksanakan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.
(3) Dalam melaksanakan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) khususnya terkait dengan kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Daerah.
(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim menawarkan rekomendasi penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri dalam waktu paling usang 1 (satu) hari semenjak diterimanya permohonan penetapan.
Pasal 8
(1) Menteri memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam jangka waktu paling usang 2 (dua) hari semenjak diterimanya permohonan penetapan.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pasal 9
(1) Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan atas dasar: a. peningkatan jumlah masalah secara bermakna dalam kurun waktu tertentu; b. terjadi penyebaran masalah secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu; dan c. ada bukti terjadi transmisi lokal.
(2) Selain berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar juga mempertimbangkan kesiapan kawasan dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak, dan aspek keamanan.
Pasal 10
Dalam hal kondisi suatu kawasan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri sanggup mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III PELAKSANAAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Pasal 12
Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh Menteri, Pemda wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk secara konsisten mendorong dan mensosialisasikan contoh hidup higienis dan sehat kepada masyarakat.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi: a. peliburan sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan acara keagamaan; c. pembatasan acara di tempat atau akomodasi umum; d. pembatasan acara sosial dan budaya; e. pembatasan moda transportasi; dan f. pembatasan acara lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan sanggup diperpanjang bila masih terdapat bukti penyebaran.
(3) Peliburan sekolah dan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang menawarkan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, materi bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
(4) Pembatasan acara keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad b dilaksanakan dalam bentuk acara keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.
(5) Pembatasan acara keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan aliran atau pandangan forum keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
(6) Pembatasan acara di tempat atau akomodasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad c dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.
(7) Pembatasan tempat atau akomodasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk: a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, materi bakar minyak, gas, dan energi;
b. akomodasi pelayanan kesehatan atau akomodasi lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan c. tempat atau akomodasi umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk acara olah raga.
(8) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan. (9) Pembatasan acara sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad d dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam acara sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan forum adab resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.
(10) Pembatasan moda transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad e dikecualikan untuk: a. moda transpotasi penumpang baik umum atau langsung dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang; dan b. moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
(11) Pembatasan acara lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad f dikecualikan untuk acara aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari bahaya dan gangguan, serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Pemda dalam melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk pegawanegeri penegak hukum, pihak keamanan, pengelola/penanggung jawab akomodasi kesehatan, dan instansi logistik setempat. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan dalam rangka efektivitas dan kelancaran pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 16
(1) Gubernur dan/atau bupati/walikota melaksanakan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di masing-masing wilayahnya. (2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri untuk dipakai sebagai dasar menilai kemajuan dan keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan oleh Menteri, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), gubernur/bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup melibatkan kementerian/lembaga lain di luar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan ahli/pakar terkait.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. advokasi dan sosialisasi; b. asistensi teknis; dan c. pemantauan dan evaluasi.
(4) Advokasi dan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) abjad a dilakukan dalam rangka mendapat pertolongan dalam bentuk kebijakan dan sumber daya yang diharapkan dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
(5) Asistensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) abjad b dilakukan dalam rangka melaksanakan pendampingan teknis dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
(6) Pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) abjad c dilakukan dalam rangka melaksanakan penilaian keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam memutus rantai penularan yang dibuktikan dengan: a. pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berjalan baik; b. penurunan jumlah kasus; dan c. tidak ada penyebaran ke area/wilayah baru.
(7) Hasil pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaporkan kepada Menteri sebagai pertimbangan dalam mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada pasal 10.
Pasal 18
Dalam rangka training dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar, instansi berwenang melaksanakan penegakan aturan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
TERAWAN AGUS PUTRANTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 326
Sumber: Permenkes No.9 Tahun 2020
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Pembatasan Sosial Berskala Besar ialah pembatasan acara tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).
2. Menteri ialah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
3. Pemda ialah kepala kawasan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kawasan otonom.
BAB II PENETAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Bagian Kesatu Kriteria
Pasal 2
Untuk sanggup ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. jumlah masalah dan/atau jumlah maut akhir penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan b. terdapat kaitan epidemiologis dengan insiden serupa di wilayah atau negara lain.
Bagian Kedua Permohonan Penetapan
Pasal 3
(1) Menteri memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota.
(2) Permohonan dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
(3) Permohonan dari bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu kabupaten/kota.
Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data: a. peningkatan jumlah masalah berdasarkan waktu; b. penyebaran masalah berdasarkan waktu; dan c. insiden transmisi lokal.
(2) Data peningkatan jumlah masalah berdasarkan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a disertai dengan kurva epidemiologi.
(3) Data penyebaran masalah berdasarkan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad b disertai dengan peta penyebaran berdasarkan waktu.
(4) Data insiden transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga memberikan isu mengenai kesiapan kawasan wacana aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.
Pasal 5
Selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19) sanggup mengusulkan kepada Menteri untuk memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 6
Permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar mengacu pada Formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Bagian Ketiga Tata Cara Penetapan
Pasal 7
(1) Dalam rangka penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Menteri membentuk tim.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas: a. melaksanakan kajian epidemiologis; dan b. melaksanakan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.
(3) Dalam melaksanakan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) khususnya terkait dengan kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Daerah.
(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim menawarkan rekomendasi penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri dalam waktu paling usang 1 (satu) hari semenjak diterimanya permohonan penetapan.
Pasal 8
(1) Menteri memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam jangka waktu paling usang 2 (dua) hari semenjak diterimanya permohonan penetapan.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pasal 9
(1) Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan atas dasar: a. peningkatan jumlah masalah secara bermakna dalam kurun waktu tertentu; b. terjadi penyebaran masalah secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu; dan c. ada bukti terjadi transmisi lokal.
(2) Selain berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar juga mempertimbangkan kesiapan kawasan dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak, dan aspek keamanan.
Pasal 10
Dalam hal kondisi suatu kawasan tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri sanggup mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB III PELAKSANAAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
Pasal 12
Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh Menteri, Pemda wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk secara konsisten mendorong dan mensosialisasikan contoh hidup higienis dan sehat kepada masyarakat.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi: a. peliburan sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan acara keagamaan; c. pembatasan acara di tempat atau akomodasi umum; d. pembatasan acara sosial dan budaya; e. pembatasan moda transportasi; dan f. pembatasan acara lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan sanggup diperpanjang bila masih terdapat bukti penyebaran.
(3) Peliburan sekolah dan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad a dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang menawarkan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, materi bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
(4) Pembatasan acara keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad b dilaksanakan dalam bentuk acara keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.
(5) Pembatasan acara keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan aliran atau pandangan forum keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
(6) Pembatasan acara di tempat atau akomodasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad c dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.
(7) Pembatasan tempat atau akomodasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk: a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, materi bakar minyak, gas, dan energi;
b. akomodasi pelayanan kesehatan atau akomodasi lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan c. tempat atau akomodasi umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk acara olah raga.
(8) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan. (9) Pembatasan acara sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad d dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam acara sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan forum adab resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.
(10) Pembatasan moda transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad e dikecualikan untuk: a. moda transpotasi penumpang baik umum atau langsung dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang; dan b. moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
(11) Pembatasan acara lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) abjad f dikecualikan untuk acara aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari bahaya dan gangguan, serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Pemda dalam melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk pegawanegeri penegak hukum, pihak keamanan, pengelola/penanggung jawab akomodasi kesehatan, dan instansi logistik setempat. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan dalam rangka efektivitas dan kelancaran pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 16
(1) Gubernur dan/atau bupati/walikota melaksanakan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di masing-masing wilayahnya. (2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri untuk dipakai sebagai dasar menilai kemajuan dan keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 17
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan oleh Menteri, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), gubernur/bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup melibatkan kementerian/lembaga lain di luar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan ahli/pakar terkait.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. advokasi dan sosialisasi; b. asistensi teknis; dan c. pemantauan dan evaluasi.
(4) Advokasi dan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) abjad a dilakukan dalam rangka mendapat pertolongan dalam bentuk kebijakan dan sumber daya yang diharapkan dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
(5) Asistensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) abjad b dilakukan dalam rangka melaksanakan pendampingan teknis dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
(6) Pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) abjad c dilakukan dalam rangka melaksanakan penilaian keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam memutus rantai penularan yang dibuktikan dengan: a. pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berjalan baik; b. penurunan jumlah kasus; dan c. tidak ada penyebaran ke area/wilayah baru.
(7) Hasil pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaporkan kepada Menteri sebagai pertimbangan dalam mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada pasal 10.
Pasal 18
Dalam rangka training dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar, instansi berwenang melaksanakan penegakan aturan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
TERAWAN AGUS PUTRANTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 326
Sumber: Permenkes No.9 Tahun 2020
0 Komentar untuk "19 Pasal Pada Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Perihal Anutan Psbb Dalam Rangka Percepatan Penangan Covid-19"