Segala puji cuma milik Allah Subhanahu wa ta'ala shalawat dan salam mudah-mudahan tercurah terhadap junjungan kita nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam keluarga sobat dan para pengikutnya yang setia dan taat terhadap Allah Subhanahu wa ta'ala.
Tidak ada insan yang cocok dalam segala hal. Selalu saja ada kekurangn. Boleh jadi ada yang indah dalam rupa, namun ada kelemahan dalam gaya bicara. Bagus dalam penguasaan ilmu, namun tidak dapat menguasai emosi dan gampang tersinngung, besar lengan berkuasa di satu sisi, namun lemah di sudut yang lain.
Dari situlah kita mesti cermat mengukur timbangan analisa terhadap seseorang. Apa kelemahan dan kesalahannya. Kenapa bisa begitu, dan seterusnya. Seperti apapun orang yang sedang kita nilai, keadilan dilarang dilupakan. Walaupun terhadap orang yang tidak disukai, yakinlah kalau di balik kejelekan sifat seorang mukmin, niscaya ada kebaikan di segi yang lain.
Allah Subhanahu wa ta'ala mengutus terhadap orang-orang beriman agar senantiasa bersikap adil. Perhatikan firman-Nya berikut ini: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kau jadi orang-orang yang senantiasa menegakkan (kebenaran) lantaran Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, lantaran adil itu lebih bersahabat terhadap takwa. Dan bertakwalah terhadap Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan (QS. Al maidah [5]:8)
Dengan timbangan yang adil, maka analisa kita bisa jadi proporsional. tidak serta-merta menganggap bahwa orang itu niscaya salah. Mungkin ada alasannya yang menghasilkan ia lalai, lengah, dan kehilangan kendali. Bahkan mungkin jikalau kita berada di posisi dan suasana yang sama, kita pun tidak lebih anggun dari orang yang kita nilai . Karena itu, lihatlah apalagi dulu kelemahan dalam diri kita sebelum kita menganggap kelemahan orang lain.
Ego insan condong menyampaikan kalau ”sayalah yang lebih baik dari yang lain”. Ego menyerupai inilah yang kerap menghasilkan timbangan analisa jadi tidak adil. Kesalahan dan kelemahan orang lain begitu jelas, namun kelemahan diri sendiri tidak pernah terlihat . Padahal, kalau saja bukan lantaran anugerah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berupa tertutupnya malu diri, pasti orang lain pun akan secara terperinci memperoleh malu kita.
Seorang mukmin merupakan cermin bagi mukmin lainnya. Apabila menyaksikan malu padanya, beliau secepatnya memperbaikinya (Al-Bukhari)
Sebagian dari kita, ada yang dapat menahan diri untuk tidak membuka dan membicarakan malu orang lain, namun ada juga sebagian dari kita yang menyibukkan menahan diri untuk tidak mengabarkan kejelekan seseorang terhadap orang lain. Bagi sebagian orang, hal ini terasa sulit, lantaran pengecap sering kali usil. Selalu saja tergelitik untuk menyodorkan isu-isu gres yang menarik.
Walau bantu-membantu beliau mengetahui, bahwa sesuatu yang memukau buat orang lain kadang jelek buat objek yang dibicarakan. Di situlah cobaan seorang mukmin untuk bisa memutuskan dan memilah, mana yang perlu dikabarkan dan mana yang tidak. Perhatikan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam selaku berikut: “Tidak akan masuk nirwana orang yang suka mendengar-dengar isu belakang layar orang lain.” (Al-Bukhari).
Sebaiknya, sebelum kita memberi reaksi terhadap malu orang lain, lihatlah dengan jujur menyerupai apa diri kita lebih baik atau lebih buruk? Apabila ternyata kita lebih baik, maka bersyukurlah, tetapi jikalau ternyata kita lebih buruk, maka secepatnya bertobatlah. Inilah yang dimaksud dengan: bahwa seorang mukmin, merupakan cermin bagi mukmin lainnya. Dan bila kita memperoleh bahwa diri kita masih lebih baik dari kerabat semukmin kita, jangan memicu kita angkuh dan jangan membuatkan malu orang lain.
Seorang mukmin dengan mukmin yang lain merupakan bersaudara. Perhatikan firman Alllah Subhanahu wa Ta'ala brikuit ini: ”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, agar kau memperoleh rahmat. (QS. Al Hujuraat [49] : 10)
Ketahuilah, orang yang gemar membicarakan malu orang lain, bantu-membantu tanpa ia sadari, ia sedang menyodorkan jati dirinya yang asli. Yaitu, tidak dapat memegang rahasia, lemah kesetiakawanannya, penggosip, penyebar isu bohong (karena belum pasti yang diceritakannya benar). Ketahuilah, bertambah banyak malu yang ia bicarakan/sebarkan, maka kian terperinci kejelekan diri si penyebar.
Makara bila masih ada dari kita yang kadang masih suka membicarakan dan atau mengungkapkan malu orang lain (sekalipun malu itu benar) maka sadarlah segera, lantaran ghibah merupakan dosa besar yang cuma akan diampuni, setelah orang yang kita ghibah memaafkan kita. Dan biasanya, pada biasanya dari kita, sungguh malu untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan kita, pada orang yang sudah kita bicarakan aibnya.
Demikian cara menutup malu diri sendiri da orang lain mudah-mudahan sanggup berharga bagi para penunjung Amin. Akhir kata wassalamualaikum... Terimakasih sudah berkunjung. Salam hangat Nilibas
0 Komentar untuk "Cara Menutup Malu Diri Sendiri Dan Orang Lain"