PERMENDAGRI NOMOR 12 TAHUN 2020 |
PERMENDAGRI NOMOR 12 TAHUN 2020 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN KLASIFIKASI CABANG DINAS DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH
Pasal 2 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah menyatakan bahwa 1) Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan pada Perangkat Daerah yang melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang pendidikan serta Urusan Pemerintahan yang hanya diotonomikan kepada Daerah provinsi sanggup dibuat cabang dinas di kabupaten/kota. (2) Cabang dinas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas sesuai dengan bidang Urusan Pemerintahan yang diselenggarakan.
Pasal 3 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020 menyatakan bahwa
(1) Cabang dinas mempunyai tugas membantu kepala dinas daerah provinsi melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi di wilayah kerjanya.
(2) Dalam melaksanakan tugas cabang dinas menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi dan pelaksanaan kebijakan dan program sesuai dengan lingkup bidang tugas dan wilayah kerjanya;
b. koordinasi dan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan program dan kegiatan sesuai dengan lingkup bidang kiprah dan wilayah kerjanya;
c. koordinasi dan pelaksanaan manajemen sesuai dengan lingkup bidang kiprah dan wilayah kerjanya; dan
d. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Dinas terkait dengan kiprah dan fungsinya.
(3) Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan cabang dinas merupakan Urusan Pemerintahan yang hanya diotonomikan kepada Daerah provinsi yang meliputi:
a. sub Urusan Pemerintahan bidang pendidikan menengah dan pendidikan khusus.
b. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan;
c. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral; dan
d. sub Urusan Pemerintahan bidang kelautan.
(4) Dalam rangka percepatan dan efisiensi pelayanan publik pada bidang Urusan Pemerintahan), cabang dinas mendapat pelimpahan wewenang perizinan dan wewenang lainnya dari gubernur yang ditetapkan dengan peraturan gubernur. (5) Cabang dinas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berkoordinasi dengan Perangkat Daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan sesuai dengan kiprah dan fungsi cabang dinas.
Pasal 4 Pembentukan cabang dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan peraturan gubernur sesudah dikonsultasikan secara tertulis dengan Menteri.
Pasal 5 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020 menyatakan bahwa
Konsultasi pembentukan cabang dinas secara tertulis dengan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilengkapi dengan dokumen meliputi:
a. kajian akademis pembentukan cabang dinas; dan
b. analisis rasio belanja pegawai.
Pasal 6 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020 menyatakan bahwa
(1) Pembentukan cabang dinas tidak berlokasi di ibukota provinsi.
(2) Wilayah kerja cabang dinas dapat meliputi 1 (satu) atau lebih kabupaten/kota.
(3) Cabang dinas yang wilayah kerjanya hanya pada 1 (satu) kabupaten/kota, dapat dibentuk dengan ketentuan meliputi:
a. kabupaten/kota berciri kepulauan;
b. kabupaten/kota di daerah perbatasan dengan negara lain;
c. kabupaten/kota terluar; dan/atau
d. kabupaten/kota yang tidak tersedia akses transportasi darat; dan
e. kabupaten/kota yang mempunyai jarak dari ibu kota provinsi dan jarak dengan ibu kota kabupaten/kota tetangga lebih dari 100 km untuk wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara atau lebih dari 150 km untuk luar Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
(4) Pembentukan cabang dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan apabila:
a. tidak terdapat dinas kabupaten/kota yang melaksanakan Urusan Pemerintahan yang sama dengan Urusan Pemerintahan yang akan dilaksanakan oleh cabang dinas tersebut; dan/atau
b. dinas kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang sama dengan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh cabang dinas tersebut tidak bersedia untuk melaksanakan kiprah pembantuan dari Daerah provinsi ke kabupaten/kota atau dinas kabupaten/kota yang melaksanakan tugas pembantuan tersebut berkinerja rendah.
Klasifikasi dan Kriteria
Pasal 7 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) Cabang dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dibedakan dalam 2 (dua) klasifikasi.
(2) Klasifikasi cabang dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. cabang dinas kelas A untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan
b. cabang dinas kelas B untuk mewadahi beban kerja yang kecil.
Pasal 8
(1) Klasifikasi cabang dinas yang melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang pendidikan, sub urusan pendidikan menengah ditentukan menurut kriteria meliputi:
a. cabang dinas kelas A dibentuk apabila melayani minimal 150 (seratus lima puluh) satuan pendidikan menengah dan/atau satuan pendidikan khusus; dan
b. cabang dinas kelas B dibentuk apabila melayani minimal 100 (seratus) sampai dengan 149 (seratus empat puluh sembilan) satuan pendidikan menengah dan/atau satuan pendidikan khusus.
(2) Klasifikasi cabang dinas yang melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang energi sumber daya mineral ditentukan menurut kriteria sebagai berikut:
a. cabang dinas kelas A dibuat apabila:
1. total luas cekungan air tanah lebih dari atau sama dengan 800 (delapan ratus) ha;
2. jumlah izin pemanfaatan air tanah lebih dari atau sama dengan 200 (dua ratus);
3. jumlah izin perjuangan pertambangan Mineral Logam dan Batubara lebih dari atau sama dengan 20 (dua puluh);
4. jumlah izin Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri lebih dari atau sama dengan 40 (empat puluh);
5. jumlah izin pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat lebih dari atau sama dengan 10 (sepuluh);
6. jumlah izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian dan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan lebih dari atau sama dengan 10 (sepuluh);
7. jumlah izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang acara usahanya dalam 1 (satu) Daerah provinsi lebih dari atau sama dengan 20 (dua puluh);
8. jumlah izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi yang diterbitkan lebih dari atau sama dengan 15 (lima belas);
9. jumlah desa belum teraliri listrik lebih dari atau sama dengan 24 (dua puluh empat); dan
10. jumlah IUPTL, izin oprasi dan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan usaha dalam negeri/mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri lebih dari atau sama dengan 24 (dua puluh empat).
b. cabang dinas kelas B dibuat apabila:
1. total luas cekungan air tanah antara 200 (dua ratus) ha sampai dengan 799 (tujuh ratus sembilan puluh sembilan) ha;
2. jumlah izin pemanfaatan air tanah antara lebih dari atau sama dengan 100 (seratus) hingga dengan 199 (seratus sembilan puluh sembilan);
3. jumlah izin perjuangan pertambangan Mineral Logam dan Batubara antara lebih dari atau sama dengan 10 (sepuluh) hingga dengan 19 (sembilan belas);
4. jumlah izin Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri antara lebih dari atau sama dengan 20 (dua puluh) hingga dengan 39 (tiga puluh sembilan);
5. jumlah izin pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat antara lebih dari atau sama dengan 5 (lima) hingga dengan 9 (sembilan);
6. jumlah izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian dan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan antara lebih dari atau sama dengan 5 (lima) sampai dengan 9 (sembilan);
7. jumlah izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang acara usahanya dalam 1 (satu) Daerah provinsi antara lebih dari atau sama dengan 10 (sepuluh) sampai dengan 19 (sembilan belas);
8. jumlah izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi yang diterbitkan antara lebih dari atau sama dengan 5 (lima) hingga dengan 14 (empat belas);
9. jumlah desa belum teraliri listrik antara lebih dari atau sama dengan 12 (dua belas) hingga dengan 23 (dua puluh tiga); dan
10. jumlah IUPTL, izin oprasi dan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan usaha dalam negeri/mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri antara lebih dari atau sama dengan 12 (dua belas) hingga dengan 23 (dua puluh tiga).
(3) Klasifikasi cabang dinas yang melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang kelautan dan perikanan ditentukan menurut kriteria meliputi:
a. cabang dinas kelas A dibuat apabila mengelola paling sedikit 5.000 km2 luas wilayah laut yang merupakan kewenangan daerah provinsi; dan
b. cabang dinas kelas B dibentuk apabila mengelola kurang dari 5.000 km2 luas wilayah laut yang merupakan kewenangan daerah provinsi.
(4) Klasifikasi cabang dinas yang melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan di luar kawasan hutan ditentukan menurut kriteria meliputi:
a. cabang dinas kelas A dibuat apabila:
1. luas kawasan lindung lebih dari 45.000 (empat puluh lima ribu) ha;
2. luas lahan kritis lebih dari 15.000 (lima belas ribu) ha;
3. luas hutan rakyat lebih dari 15.000 (lima belas ribu) ha;
4. jumlah industri hasil hutan lebih dari 15 (lima belas) industri;
5. jumlah kelompok tani hutan lebih dari 225 (dua ratus dua puluh lima) kelompok; dan
6. jumlah desa sekitar hutan lebih dari 60 (enam puluh) desa.
b. cabang dinas kelas B dibuat apabila:
1. luas tempat lindung kurang dari atau sama dengan 45.000 (empat puluh lima ribu) ha;
2. luas lahan kritis kurang dari atau sama dengan 15.000 (lima belas ribu) ha;
3. luas hutan rakyat kurang dari atau sama dengan 15.000 (lima belas ribu) ha;
4. jumlah industri hasil hutan kurang dari atau sama dengan 15 (lima belas) industri;
5. jumlah kelompok tani hutan kurang dari atau sama dengan 225 (dua ratus dua puluh lima) kelompok; dan
6. jumlah desa sekitar hutan kurang dari atau sama dengan 60 (enam puluh) desa.
Bagian Keempat
Susunan Organisasi
Pasal 9 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) Susunan organisasi cabang dinas kelas A, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha;
c. seksi paling banyak 2 (dua) seksi; dan
d. kelompok jabatan fungsional.
(2) Susunan organisasi cabang dinas kelas B, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha; dan
c. kelompok jabatan fungsional.
Pasal 10 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
Dalam hal sudah dibentuk cabang dinas, Perangkat Daerah tidak mempunyai unit organisasi terendah, kecuali pada sekretariat atau pada bidang yang melaksanakan Urusan Pemerintahan lain yang bergabung dengan dinas tersebut.
Tentang UPTD Provinsi
Pasal 11 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) Pada dinas atau badan Daerah provinsi dapat dibentuk UPTD provinsi untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau acara teknis penunjang tertentu.
(2) Kriteria pembentukan UPTD Provinsi meliputi:
a. melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu dari Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dan menjadi tanggung jawab dari dinas/badan instansi induknya;
b. penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau oleh Perangkat Daerah lain yang berlangsung secara terus menerus;
c. memberikan kontribusi dan manfaat langsung dan nyata kepada masyarakat dan/atau dalam penyelenggaraan pemerintahan;
d. tersedianya sumber daya yang meliputi pegawai, pembiayaan, sarana dan prasarana;
e. tersedianya jabatan fungsional teknis sesuai dengan kiprah dan fungsi UPTD yang bersangkutan;
f. memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan Tugas Teknis Operasional tertentu dan/atau Tugas Teknis Penunjang tertentu; dan
g. memperhatikan keserasian hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Pembentukan UPTD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan gubernur setelah dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri.
Pasal 12 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
Konsultasi Pembentukan UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
a. kajian akademis pembentukan unit pelaksana teknis; dan
b. analisis rasio belanja pegawai.
Pasal 13
(1) Selain UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) terdapat unit pelaksana teknis dinas Daerah provinsi di bidang pendidikan berupa satuan pendidikan Daerah provinsi.
(2) Satuan pendidikan Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan formal.
Pasal 14
(1) Selain UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), terdapat UPTD provinsi di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah provinsi sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional.
(2) Rumah sakit Daerah provinsi dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah provinsi yang diangkat dari pejabat fungsional dokter/dokter gigi yang diberikan kiprah tambahan.
(3) Rumah sakit Daerah provinsi bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan referensi pengelolaan keuangan tubuh layanan umum Daerah.
(4) Dalam hal rumah sakit Daerah provinsi belum menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah, pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah provinsi tetap bersifat otonom dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan.
(5) Rumah sakit Daerah provinsi dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis, dibina dan bertanggung jawab kepada dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.
(6) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan melalui penyampaian laporan kinerja rumah sakit kepada kepala dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.
(7) Pembinaan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata hubungan kerja rumah sakit Daerah provinsi serta pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah provinsi diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Klasifikasi UPTD Provinsi
Pasal 15 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibedakan dalam 2 (dua) klasifikasi.
(2) Klasifikasi UPTD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. UPTD provinsi kelas A untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan
b. UPTD provinsi kelas B untuk mewadahi beban kerja yang kecil.
(3) Penentuan pembagian terstruktur mengenai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil analisis beban kerja dengan ketentuan:
a. UPTD Provinsi Kelas A dibuat apabila:
1. lingkup tugas dan fungsinya meliputi 2 (dua) fungsi atau lebih pada Dinas/Badan atau wilayah kerjanya lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota; dan
2. jumlah jam kerja efektif 15.000 (lima belas ribu) jam atau lebih per tahun.
b. UPTD Provinsi Kelas B dibuat apabila:
1. lingkup tugas dan fungsinya hanya 1 (satu) fungsi pada dinas/badan atau wilayah kerjanya hanya meliputi 1(satu) kabupaten/kota; dan
2. jumlah jam kerja efektif antara 6.000 (enam ribu) jam sampai dengan kurang dari 15.000 (lima belas ribu) jam per tahun.
(4) Gubernur dapat menurunkan tipe UPTD dengan memperhatikan kemampuan keuangan dan kondisi tertentu di daerah.
Kedudukan
Pasal 16 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas atau Kepala Badan sesuai dengan bidang Urusan Pemerintahan atau penunjang Urusan Pemerintahan yang diselenggarakan.
(2) UPTD provinsi merupakan bagian dari Perangkat Daerah provinsi.
Tugas
Pasal 17 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) UPTD provinsi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang serta Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dari organisasi induknya yang pada prinsipnya tidak bersifat pembinaan, kordinasi atau sinkronisasi serta tidak berkaitan langsung dengan perumusan dan penetapan kebijakan daerah.
(2) Berdasarkan sifat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah kerja UPTD dapat melewati batas wilayah administrasi pemerintahan daerah kabupaten/kota diwilayahnya dan tidak membawahkan UPTD lainnya.
Susunan Organisasi
Pasal 18 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas A, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha;
c. seksi paling banyak 2 (dua) seksi;dan
d. kelompok jabatan fungsional.
(2) Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas B, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha; dan
c. pelaksana dan kelompok jabatan fungsional.
(3) Persyaratan dan Susunan UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi UPTD yang berbentuk satuan pendidikan dan rumah sakit.
Pasal 19
(1) Pada UPTD provinsi yang secara geografis mempunyai jangkauan pelayanan cukup luas, untuk memudahkan pelaksanaan tugas UPTD dapat dibentuk wilayah kerja/unit kerja nonstruktural.
(2) Wilayah kerja/unit nonstruktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang koordinator.
TENTANG UPTD KABUPATEN/KOTA
Pasal 20 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) Pada Dinas atau Badan Daerah kabupaten/kota dapat dibentuk UPTD kabupaten/kota untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu.
(2) Kriteria pembentukan suatu UPTD meliputi:
a. melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu dari Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dan menjadi tanggung jawab dari Dinas/Badan instansi induknya;
b. penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau oleh Perangkat Daerah lain yang berlangsung secara terus menerus;
c. memberikan kontribusi dan manfaat langsung dan nyata kepada masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan;
d. tersedianya sumber daya yang meliputi pegawai, pembiayaan, sarana dan prasarana;
e. tersedianya jabatan fungsional teknis sesuai dengan kiprah dan fungsi UPTD yang bersangkutan;
f. memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan Tugas Teknis Operasional tertentu dan/atau kiprah teknis penunjang tertentu; dan
(3) Pembentukan UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan bupati/wali kota sesudah dikonsultasikan secara tertulis kepada gubernur.
Pasal 21
Konsultasi Pembentukan UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dilengkapi dengan dokumen meliputi:
a. kajian akademis perlunya pembentukan unit pelaksana teknis; dan
b. analisis rasio belanja pegawai;
Pasal 22
(1) Selain UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) terdapat UPTD kabupaten/kota di bidang pendidikan berupa satuan pendidikan Daerah kabupaten/kota.
(2) Satuan pendidikan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
Pasal 23
(1) Selain UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), terdapat UPTD kabupaten/kota di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah kabupaten/kota dan Puskesmas sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional.
(2) Rumah sakit Daerah kabupaten/kota dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah kabupaten/kota yang diangkat dari pejabat fungsional dokter/dokter gigi yang diberikan kiprah tambahan.
(3) Rumah sakit Daerah kabupaten/kota bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan referensi pengelolaan keuangan tubuh layanan umum Daerah.
(4) Dalam hal rumah sakit Daerah kabupaten/kota belum menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah, pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah kabupaten/kota tetap bersifat otonom dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan.
(5) Rumah sakit Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis, dibina dan bertanggungjawab kepada Dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.
(6) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan melalui penyampaian laporan kinerja rumah sakit kepada kepala Dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.
(7) Pembinaan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
(8) Organisasi dan tata hubungan kerja rumah sakit Daerah kabupaten/kota serta pengelolaan keuangan rumah sakit Daerah kabupaten/kota berpedoman pada dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Klasifikasi
Pasal 24 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) dibedakan dalam 2 (dua) klasifikasi.
(2) Klasifikasi UPTD kabupaten/kota terdiri atas:
a. UPTD kabupaten/kota kelas A untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan
b. UPTD kabupaten/kota kelas B untuk mewadahi beban kerja yang kecil.
(3) Penentuan pembagian terstruktur mengenai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil analisis beban kerja dengan ketentuan:
a. UPTD kabupaten/kota Kelas A dibuat apabila:
1. lingkup kiprah dan fungsinya meliputi 2 (dua) fungsi atau lebih pada Dinas/Badan atau wilayah kerjanya lebih dari 1 (satu) kecamatan; dan
2. jumlah beban kerja 10.000 (sepuluh ribu) atau lebih jam kerja efektif per tahun atau lebih
b. UPTD kabupaten/kota Kelas B dibuat apabila
1. lingkup tugas dan fungsinya hanya 1 (satu) fungsi pada Dinas/Badan atau wilayah kerjanya hanya 1 (satu) kecamatan; dan
2. jumlah beban kerja antara 5000 (lima ribu) hingga dengan kurang dari 10.000 (sepuluh ribu) jam kerja efektif per tahun.
(4) Bupati/wali kota dapat menurunkan tipe UPTD dengan memperhatikan kemampuan keuangan dan kondisi tertentu di daerah.
Kedudukan
Pasal 25
(1) UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Dinas atau kepala Badan sesuai dengan bidang Urusan Pemerintahan atau penunjang Urusan Pemerintahan yang diselenggarakan.
(2) UPTD kabupaten/kota merupakan bagian dari Perangkat Daerah kabupaten/kota.
Tugas
Pasal 26 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) UPTD kabupaten/kota mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang serta Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dari organisasi induknya yang pada prinsipnya tidak bersifat pembinaan serta tidak berkaitan langsung dengan perumusan dan penetapan kebijakan daerah.
(2) Berdasarkan sifat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah kerja UPTD dapat melampaui batas wilayah administrasi kecamatan dalam daerahnya dan tidak membawahkan UPTD lainnya.
Susunan Organisasi
Pasal 27 Permendagri Nomor 12 Tahun 2020
(1) Susunan organisasi UPTD kabupaten/kota kelas A, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tatausaha; dan
c. kelompok jabatan fungsional.
(2) Susunan organisasi UPTD kabupaten/kota kelas B, terdiri atas:
a. kepala; dan
b. kelompok jabatan fungsional.
(3) Susunan UPTD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi UPT yang berbentuk satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan non formal, Puskesmas dan rumah sakit daerah.
Pasal 28
(1) Pada UPTD kabupaten/kota yang secara geografis mempunyai jangkauan pelayanan cukup luas, untuk memudahkan pelaksanaan tugas UPTD dapat dibentuk wilayah kerja/unit kerja nonstruktural.
(2) Wilayah kerja/unit nonstruktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang koordinator.
TENTANG KEPEGAWAIAN DAN JABATAN
Bagian Kesatu
Kepegawaian
Pasal 29
(1) Pengangkatan, pemberhentian pejabat dan pegawai cabang Dinas, UPTD provinsi, dan UPTD kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan Pejabat dan Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar kompetensi sesuai dengan bidang Urusan Pemerintahan yang ditangani.
Jabatan
Pasal 30
(1) Jabatan struktural eselon III.b atau jabatan administrator, terdiri atas:
a. kepala UPTD provinsi kelas A; dan
b. kepala Cabang Dinas provinsi kelas A.
(2) jabatan struktural eselon IV.a atau jabatan pengawas, terdiri atas:
a. kepala Cabang Dinas provinsi kelas B;
b. kepala UPTD provinsi kelas B; dan
c. kepala UPTD kabupaten/kota Kelas A; dan
d. kepala subbagian dan kepala seksi pada Cabang Dinas dan UPTD provinsi kelas A.
(3) Jabatan struktural eselon IV.b atau jabatan pengawas, terdiri atas:
a. kepala UPTD kabupaten/kota kelas B;
b. kepala subbagian pada Cabang Dinas Daerah provinsi kelas B;
c. kepala subbagian pada UPTD provinsi kelas B; dan
d. kepala subbagian pada satuan pendidikan provinsi;
e. kepala subbagian pada UPTD kabupaten/kota kelas A;
(4) Kepala UPTD provinsi, kabupaten, dan kota yang
berbentuk satuan pendidikan merupakan jabatan fungsional guru/pamong belajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Kepala UPTD provinsi, kabupaten, dan kota yang berbentuk rumah sakit Daerah provinsi dijabat oleh dokter atau dokter gigi.
(6) Kepala UPTD Kabupaten/Kota yang berbentuk Puskesmas dijabat oleh pejabat fungsional tenaga kesehatan yang diberikan kiprah tambahan.
TATA KERJA
Pasal 31
(1) Kepala Cabang Dinas provinsi dalam melaksanakan tugas menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik antar unit yang dipimpinnya, dengan unit organisasi Perangkat Daerah kabupaten/kota yang menangani Urusan Pemerintahan yang sama maupun dengan organisasi Perangkat Daerah dan instansi lain yang terkait di daerah.
(2) Kepala Cabang Dinas provinsi dalam melaksanakan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing.
(3) Kepala Cabang Dinas provinsi bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan dan memberikan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan kiprah bawahan.
(4) Kepala Cabang Dinas provinsi dalam melaksanakan tugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap satuan organisasi di bawahnya.
Pasal 32
(1) Kepala UPTD provinsi, kabupaten, dan kota dalam melaksanakan tugas menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan yang dipimpinnya.
(2) Kepala UPTD provinsi, kabupaten, dan kota dalam melaksanakan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing.
(3) Kepala UPTD provinsi, kabupaten, dan kota bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan dan menunjukkan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan kiprah bawahan.
(4) Kepala UPTD provinsi, kabupaten, dan kota dalam melaksanakan tugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap satuan organisasi di bawahnya.
TENTANG PEMBIAYAAN
Pasal 33
(1) Pembiayaan untuk mendukung kegiatan Cabang Dinas daerah provinsi dan Unit Pelaksana Teknis Daerah provinsi dibebankan pada APBD provinsi dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembiayaan untuk mendukung kegiatan Unit Pelaksana Teknis Daerah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selengkapnya silahkan download Permendagri Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah -----DISINI-----
Demikian isu wacana Permendagri Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah, semoga bermanfaat. Terima kasih
0 Komentar untuk "Permendagri Nomor 12 Tahun 2020 Wacana Aliran Pembentukan Dan Pembagian Terstruktur Mengenai Cabang Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah"