Teori Belajar Humanistik |
Teori Belajar Humanistik
Pengertian humanistik yang bermacam-macam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang banyak sekali macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru sanggup dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini memperlihatkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat insan ialah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian insan daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” menyerupai yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat bencana sesudah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana insan membangun dirinya untuk melaksanakan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi insan dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, contohnya ketrampilan membangun dan menjaga korelasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya ialah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada korelasi interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai sikap manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana saya bisa membantu mereka untuk melaksanakan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat laba pendidikan emosi. Makara bisa dikatakan bahwa emosi ialah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan mencicipi saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita sanggup berguru menggunakan emosi kita dan menerima laba dari pendekatan humanistik ini sama menyerupai yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi insan sebagai suatu perjuangan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai banyak sekali macam kebutuhan seksual, humanistik melihat sikap insan sebagai adonan antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat ialah sikap manusia, bukan spesies lain. Akan sangat terang perbedaan antara motivasi insan dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi insan yang berkeinginan untuk bersama insan lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah menyerupai kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa insan mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Makara sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak berguru sesuatu sebelum mereka siap. Makara bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk berguru sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini kiprah guru ialah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor menyerupai dalam Freudian ataupun pengelola sikap menyerupai pada behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi insan untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan menyebarkan kemampuan tersebut. Hal ini meliputi kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan lantaran keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori berguru humanistik, berguru dianggap berhasil jikalau si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha supaya lambat laun ia bisa mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori berguru ini berusaha memahami sikap berguru dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu si siswa untuk menyebarkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai insan yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Teori Humanistik Carl Rogers
Meskipun teori yang dikemukan Rogers ialah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori ialah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai banyak sekali nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering dipakai untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang insan menyerupai robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis ihwal insan lantaran insan mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme ialah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai insan sebagai sentra dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
ü Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
ü Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menuntaskan masalahnya.
Struktur Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme meliputi tiga hal:
ü mahkluk hidup
organisme ialah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan daerah semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai bencana yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
ü Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia menyerupai yang dialami dan diamatinya. Realita ialah persepsi yang sifatnya subyektif dan sanggup membentuk tingkah laku.
ü Holisme
Organisme ialah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu pecahan akan besar lengan berkuasa pada pecahan lain. Setiap perubahan mempunyai makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan menyebarkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena ialah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya begitu bayi mulai berguru apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri ialah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Diri dibagi atas 2 subsistem :
ü Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
ü Diri ideal yaitu keinginan seseorang akan diri.
Terjadinya kesenjangan antara akan mengakibatkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.
Menurut Carl Rogers ada bebeapa hal yang menghipnotis Self, yaitu:
Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
ü Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
ü Pengalaman yang sanggup diaktualisasikan secara simbolis akan secara eksklusif diakui oleh struktur diri.
ü Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibuat kembali dan didistorsikan sehingga sanggup diasimilasikan oleh konsep diri.
Kebutuhan
o Pemeliharaan
Pemeliharaan badan organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan , sehingga badan cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
o Peningkatan diri
Meskipun badan menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk berguru dan berubah.
o Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
o Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari putus asa dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.
Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
o ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
o Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi gampang terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
o Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa alasannya ialah dan akan memuncak menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan bahaya adalah penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi ialah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan ialah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan ialah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk mendapatkan keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan balasannya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini sanggup muncul mendadak atau sanggup pula muncul bertahap.
Dinamika Kepribadian
1. Penerimaan Positif (Positive Regard) → Orang merasa puas mendapatkan regard positif, kemudian juga merasa puas sanggup memberi regard positif kepada orang lain.
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence) → organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
3. Aktualisasi Diri (Self Actualization) → Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan menyebarkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).
Perkembangan Kepribadian
Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orangyang mendorong orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person)
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya:
1) Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami bisa mendengar dirinya sendiri, mencicipi mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual mengakibatkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
2) Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.
3) Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang bisa menggunakan perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
4) Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom).
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa bisa mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
5) Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien menjadi menyerupai ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melaksanakan perubahan ialah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai person-centered theory.
Kesimpulan Teori Humanistik Carl Rogers
1. Teori Rogers disebut humanis lantaran teori ini percaya bahwa setiap individu ialah positif, serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
2. Asumsi dasar teori Rogers ialah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
3. Diri (self) ialah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2 subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
4. Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1) pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard), dan (4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
5. Stagnasi psikis terjadi bila terjadi lantaran pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan untuk menghindarinya ialah pertahanan (1) distorsi dan (2) penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan mengakibatkan psikotik.
6. Dalam terapi, terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melaksanakan perubahan ialah klien itu sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger Dalam Pendidikan
Teori Roger dalam bidang pendidikan ialah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator berguru yaitu (1) realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan, dan (3) pengertian yang empati.
o Realitas di dalam fasilitator belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak menyangkal diri sendiri, sehingga ia sanggup masuk kedalam korelasi dengan pelajar tanpa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
o Penghargaan, penerimaan, dan kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan, dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan lainnya.
o Pengertian yang empati
Untuk mempertahankan iklim berguru atas dasar inisiatif diri, maka guru harus mempunyai pengertian yang tenggang rasa akan reaksi murid dari dalam. Guru harus mempunyai kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipandang dari sudut murid dan bukan guru.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai menyerupai memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas berguru experiential learning meliputi : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, penilaian oleh siswa sendiri, dan adanya imbas yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran ialah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi insan berarti mempunyai kekuatan yang masuk akal untuk belajar. Siswa tidak harus berguru ihwal hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian materi pelajaran berarti mengorganisasikan materi dan inspirasi gres sebagai pecahan yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian materi pengajaran berarti mengorganisasikan materi dan inspirasi gres sebagai pecahan yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti berguru ihwal proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia memperlihatkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a) Manusia itu mempunyai kemampuan berguru secara alami.
b) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d) Tugas-tugas berguru yang mengancam diri ialah lebih gampang dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e) Apabila bahaya terhadap diri siswa rendah, pengalaman sanggup diperoleh dengan banyak sekali cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses berguru dan ikut bertanggungjawab terhadap proses berguru itu.
h) Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang sanggup memperlihatkan hasil yang mendalam dan lestari.
i) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih gampang dicapai terutama jikalau siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j) Belajar yang paling berkhasiat secara sosial di dalam dunia modern ini ialah berguru mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk membuat kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif ialah :
ü Merespon perasaan siswa
ü Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
ü Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
ü Menghargai siswa
ü Kesesuaian antara sikap dan perbuatan
ü Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
ü Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka absen siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih impulsif dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini ialah banyak sekali cara untuk memberi kemudahan berguru dan banyak sekali kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam berguru yang bermakna tadi.
d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk berguru yang paling luas dan gampang dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk sanggup dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan mendapatkan baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g. Bilamana cuaca akseptor kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur sanggup berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, menyerupai siswa yang lain.
h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja dipakai atau ditolak oleh siswa
i. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang membuktikan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan mendapatkan keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik ialah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memperlihatkan motivasi, kesadaran mengenai makna berguru dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman berguru kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , menyebarkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui ialah :
Ø Merumuskan tujuan berguru yang jelas
Ø Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak berguru yang bersifat terang , jujur dan positif.
Ø Mendorong siswa untuk menyebarkan kesanggupan siswa untuk berguru atas inisiatif sendiri
Ø Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
Ø Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, menentukan pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
Ø Guru mendapatkan siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
Ø Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
Ø Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini ialah siswa merasa bahagia bergairah, berinisiatif dalam berguru dan terjaadi perubahan referensi pikir, sikap dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diperlukan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar hukum , norma , disiplin atau adat yang berlaku.
Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik berdasarkan Humanistik
Guru yang baik berdasarkan teori ini ialah : Guru yang mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, bisa bekerjasama dengan siswa dengan gampang dan wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan bisa menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang tidak efektif ialah guru yang mempunyai rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
Kesimpulan
Humanistik tertuju pada duduk kasus bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Prinsip- prinsip berguru humanistic:
a. Manusia mempunyai berguru alami
b. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
d. Tugas berguru yang mengancam diri ialah lebih gampang dirasarkan bila bahaya itu kecil
e. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh caar
f. Belajar yang bermakna diperolaeh jikalau siswa melakukannya
g. Belajar lancer jikalau siswa dilibatkan dalam proses belajar
h. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya sanggup memberi hasil yang mendalam
u. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
j. Belajar sosial ialah berguru mengenai proses belajar
0 Komentar untuk "Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran"