JAKARTA - Sebuah studi menunjukkan, 76,6 persen siswa Indonesia setingkat sekolah menengah pertama (SMP) ternyata 'buta' matematika. Ironisnya, kondisi tersebut ditemukan di tengah aneka macam prestasi anak Indonesia dalam olimpiade-olimpiade sains internasional.
Matematikawan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Iwan Pranoto, dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Ikata Guru Indonesia (IGI) simpulan pekan kemudian menyatakan, kondisi buta matematika itu bahkan tidak berubah semenjak 2003 lalu. Selama tujuh tahun, dari skala 6, kemampuan matematika siswa Indonesia hanya berada di level ke-2.
"Situasi ini menawarkan pendidikan matematika yang kini tidak bisa mengangkat ke level 2 atau lebih atas. Pembenahan pendidikan matematika sekolah kita belum berhasil," Iwan menegaskan, menyerupai dikutip dari keterangan tertulis IGI, Selasa (1/2/2011).
Studi lainnya dari The Program for International Student Assessment (PISA) pada 2010 memperlihatkan kondisi serupa. Posisi Indonesia ada di peringkat ketiga dari bawah, lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Namun, Iwan memaparkan, yang perlu dikhawatirkan bukanlah posisi tersebut, melainkan dua fakta penting lainnya. Pertama, persentase siswa Indonesia yang di bawah level dua sangat besar (76,6 persen), dan persentase siswa yang di level lima dan enam secara statistika tidak ada.
Menurut pendefinisian level profisiensi matematika dari Organisation for Economic Co-operation and Development(OECD), siswa di bawah level dua dianggap tidak akan bisa berfungsi efektif di kehidupan era 21," ujar Iwan menambahkan.
Iwan menyayangkan, kegiatan bermatematika di Indonesia hanya parsial, dan berpusat pada peresapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut dunia ialah kegiatan bermatematika secara utuh dan berpusat pada pemanfaatan hasil berguru matematika dalam kehidupan berupa pemahaman, keterampilan, dan perilaku atau karakter. Ketidaksesuaian ekspektasi kebermatematikaan pada aktivitas pendidikan matematika di Indonesia dan dunia di era 21 itulah yang menyebabkan kondisi kebermatematikaan Indonesia sangat buruk.
"Praktik pendidikan matematika di Indonesia masih terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tingkat tersier, tetapi dunia di era 21 ini justru memandang pembelajaran matematika yang paling utama untuk berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga yang peduli, konstruktif, dan piawai bernalar," kata Iwan menandaskan.
Diskusi yang diselenggarakan di sekretariat Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) ini dihadiri oleh Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal dan Ketua Program GIM Anies Baswedan. Tamu lainnya ialah guru besar ITB Profesor Bana Kartasasmita, sejumlah dosen dari aneka macam perguruan tinggi tinggi, guru dari sejumlah sekolah, pemerhati pendidikan, serta wakil dari Pusat Penelitian Pendidikan, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, serta Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional(fmh)
Matematikawan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Iwan Pranoto, dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Ikata Guru Indonesia (IGI) simpulan pekan kemudian menyatakan, kondisi buta matematika itu bahkan tidak berubah semenjak 2003 lalu. Selama tujuh tahun, dari skala 6, kemampuan matematika siswa Indonesia hanya berada di level ke-2.
"Situasi ini menawarkan pendidikan matematika yang kini tidak bisa mengangkat ke level 2 atau lebih atas. Pembenahan pendidikan matematika sekolah kita belum berhasil," Iwan menegaskan, menyerupai dikutip dari keterangan tertulis IGI, Selasa (1/2/2011).
Studi lainnya dari The Program for International Student Assessment (PISA) pada 2010 memperlihatkan kondisi serupa. Posisi Indonesia ada di peringkat ketiga dari bawah, lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Namun, Iwan memaparkan, yang perlu dikhawatirkan bukanlah posisi tersebut, melainkan dua fakta penting lainnya. Pertama, persentase siswa Indonesia yang di bawah level dua sangat besar (76,6 persen), dan persentase siswa yang di level lima dan enam secara statistika tidak ada.
Menurut pendefinisian level profisiensi matematika dari Organisation for Economic Co-operation and Development(OECD), siswa di bawah level dua dianggap tidak akan bisa berfungsi efektif di kehidupan era 21," ujar Iwan menambahkan.
Iwan menyayangkan, kegiatan bermatematika di Indonesia hanya parsial, dan berpusat pada peresapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut dunia ialah kegiatan bermatematika secara utuh dan berpusat pada pemanfaatan hasil berguru matematika dalam kehidupan berupa pemahaman, keterampilan, dan perilaku atau karakter. Ketidaksesuaian ekspektasi kebermatematikaan pada aktivitas pendidikan matematika di Indonesia dan dunia di era 21 itulah yang menyebabkan kondisi kebermatematikaan Indonesia sangat buruk.
"Praktik pendidikan matematika di Indonesia masih terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tingkat tersier, tetapi dunia di era 21 ini justru memandang pembelajaran matematika yang paling utama untuk berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga yang peduli, konstruktif, dan piawai bernalar," kata Iwan menandaskan.
Diskusi yang diselenggarakan di sekretariat Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) ini dihadiri oleh Wakil Menteri Pendidikan Fasli Jalal dan Ketua Program GIM Anies Baswedan. Tamu lainnya ialah guru besar ITB Profesor Bana Kartasasmita, sejumlah dosen dari aneka macam perguruan tinggi tinggi, guru dari sejumlah sekolah, pemerhati pendidikan, serta wakil dari Pusat Penelitian Pendidikan, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, serta Pusat Penelitian Kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional(fmh)
0 Komentar untuk "Waduh...76,6% Anak Buta Matematika!"