Pendidikan Popular – Membangun Kesadaran Kritis

Saat ini banyak berkembang pelbagai alternatif pendidikan untuk masyarakat. Mulai dari privat, homeschooling (sekolah rumah –red), sekolah alternatif, les, dsb. Intinya, pendiikan alternatif merupakan simbol dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan formal (baca: sekolah) pada umumnya.

Pendidikan formal atau sekolah ketika ini masih mempunyai kesan tradisional dan membosankan, lantaran sentra pengetahuan hanya diperankan oleh guru. Guru dianggap segala-galanya. Dalam konteks ini, risikonya pendiikan bersifat negatif, di mana guru  mengatakan informasi yang harus ditelan oleh murid wajib diingat dan dihafalkan.
Untuk merubah kesan tradisional dan sangat indoktrinasi di dalam pendiikan formal, maka tak jemu pakar pendidikan mendengungkan model pendiikan partisipatif. Model inilah yang menekankan guru sebagai fasilitator. Seluruh eserta didik menjadi subjek pengetahuan dan aktif meningkatkan keterampilan. Guru yakni murid dan murid yakni guru. Usaha ini ditujukan kepada seluruh institusi pendiikan semoga sistem pendiikan menjadi lebih baik.
Namun tak sanggup dipungkiri, dari sekian banyak pendidikan alternatif yang ditawarkan, pada umumnya belum memenuhikriteria ‘pembebasan’ terhadap permasalahan masyarakat. Walaupun sudah memakai model partisipatif, tidak sedikit yang mengolah pendidikan alternatif menjadi komoditas dagang. Mengutamakan modernisasi peralatan belajar, akomodasi baru, memakai prestasi sebagai proses persaingan penerima didik, dan pendidikan dianggap tidak mempunyai efek terhadap politik dan ekonomi masyarakat. Sedangkan pendekatannya masih sangat didominasi dengan aliran positivisme: yakni penggunaan pengetahuan untuk mengontrol, memprediksikan, memanipulasi, dan eksploitasi terhadap objeknya.
Implikasi dari metode pendekatan pendidikan positivisme yakni kesadaran magis dan naif. Kesadaran magis, yakni suatu keadaan masyarakat yang tidak bisa mengetahui kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya, masyarakat miskin tidak tahu bila kemiskinan yang dimilikinya mempunyai benang merah terhadap sistem politik dan budaya. Karena yang dipahami, kemiskinan yang didapatnya yakni suatu hal yang masuk akal dan merupakan ‘given’ (natural maupun supranatural). Dalam proses pembelajaran, murid secara dogmatik mendapatkan kebenaran guru, tanpa memahami analisa dari tiap konsepsi atas kehidupan masyarakat.
Sedangkan kesadaran naif yakni implikasi dari pendidikan yang melihat akar permasalahan masyarakat dari ‘aspek manusia’. Dalam kesadaran ini ‘masalah etika, kreativitas, performance, need for achievement (N Ac)’ dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Dalam menganalisis kenapa masyarakat miskin, lantaran disebabkan kesalahan mereka sendiri: yakni malas, tidak mempunyai jiwa enterpreneur, kurang berakal dsb. Implikasi pendidikan ini mengarahkan insan untuk menyesuaikan diri dengan sistem yang sudah ada.
Untuk itu buku ini memperlihatkan tujuan dan filosofi pendidikan dari salah seorang pendidik dunia asal Brazil, Paulo Freire. Perspektif pendidikan aliran Freire yakni melaksanakan refleksi kritis terhadap sistem dan ideologi mayoritas yang tengah berlaku di masyarakat, serta menganalisis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya serta melatih mengidentifikasi ‘ketidakadilan’. Kemudian merubah sistem tersebut untuk memikirkan sistem alternatif ke arah transformasi sosial menuju masyarakat yang adil.
Di sini, Mansour Fakih dkk. menuliskan pemfokusan proses dan teknis menurut pengalaman mereka di lapangan. Membangun kesadaran kritis pendidikan partisipatif bukanlah hal yang mudah, diharapkan tugas fasilitator yang harus bisa membuat dan memakai media sebagai alat komunikasi pembelajaran.
Sekali lagi,buku ini lebih banyak memuat teknis silabus, dongeng maupun isu kontroversial, permainan, analisis politik dan budaya di kota maupun di desa, dan lain sebagainya. Teknis-teknis ini diselingi artikel-artikel yang memuat pemahaman pendidikan kritis sebagai alat transformasi sosial. Pendidikan diartikan”tanpa dinding”, artinya penempatan pendidikan tidak melulu di pendidikan formal (sekolah –red), tapi bisa dipakai oleh massa petani, nelayan, dan rakyat kecil untuk melaksanakan transformasi sosial.
—–M. Irham
__________
Judul : Pendidikan Popular – Membangun Kesadaran Kritis
Pengarang: Mansour Fakih dkk.
Penerbit: 
Read Book, Yogyakarta
Source : REB Magazine

Related : Pendidikan Popular – Membangun Kesadaran Kritis

0 Komentar untuk "Pendidikan Popular – Membangun Kesadaran Kritis"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close