Memaknai Esensi Ibadah Haji Dan Qurban (Oleh: Dr H Haedar Nashir, M.Si)

Memaknai Esensi Ibadah Haji dan Qurban
Oleh Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.



أَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُهُ

اَلْحَمْدُا ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَمُضِلَ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ اِلآّ اَللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ وَلآ نَبِىَ بَعْدَهُ
اُوْصِيكُمْ عِبَادَ اللهِ وَاِيآيَ بِتَقْوَي اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ .  اَمَا بَعْدُ

وَقآَلَ اَللهُ تَعَآلَي فِى ا لْقُرْآنِ الْكَرِيم:

.يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوااتَّقُوااللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوتُنَّ إِلَّاوَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

.اَلله ُ اَكْبَرُ  اَلله  اَكْبَرُ  اَلله ُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرَا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرَا وَسُبْحَانِ للهِ بُكْرَةَ وَاَصِيْلاَ

اَللهُ اَكْبَرُ  اَللهُ اَكْبَرُ  وَللهِ الْحَمْدُ


Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Pagi hari ini kita menunaikan shalat Idul Ahda sebagai wujud ibadah menunaikan Sunnah Rasulullah. Dalam kekhusyukan jiwa yang tulus, kita bersimpuh diri di hadapan Allah Yang Maha Agung untuk bertaqarrub kepada-Nya,  menyucikan diri dari segala salah dan dosa, serta berazam meraih pahala terbaik dari-Nya. Kita kumandangkan takbir, tahmid, dan tasbih diikuti shalat dan menunaikan ibadah qurban sebagai wujud syukur atas nikmat Allah yang tidak terhingga sebagaimana firman-Nya:

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memperlihatkan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat lantaran Tuhanmu; dan berkorbanlah.Sesungguhnya orang-orang yang membenci kau dialah yang terputus.” (QS Al-Kautsar: 1-3).


Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Ketika kaum Muslim di negeri ini tengah menunaikan shalat Idul Adha, saudara-saudara kita kaum muslim sedunia sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci. Idul Adha, ibadah haji, dan berqurban bagi setiap Muslim merupakan wujud kita bertaqarraub kepada Allah, yang mengandung makna ruhaniah perihal fatwa kepasrahan diri. Sebuah kepasrahan autentik (al-hanif) yang secara vertikal mengakibatkan setiap kaum beriman meneguhkan jiwa ketauhidan untuk selalu taat kepada Allah Yang Maha Esa, sekaligus merawat setiap sikap biar tetap lurus di jalan benar dan tidak terjerembab ke jurang bathil dan kemusyrikan.

Insan yang bertauhid akan membenamkan hawa nafsunya pada kehanifan diri, berupa jiwa yang bening dari noda syirk dan dosa, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah membuat insan berdasarkan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan insan tidak mengetahui.” (QS Ar-Rum: 30).

Jiwa fitrah yang dihidupkan dengan ibadah sanggup meredam hawa nafsu yang selalu menyala dalam diri insan selaku insan yang hidup dalam aturan duniawi. Pada dasarnya insan mempunyai nafsu cinta materi dan segala pesona dunia, yang kalau tak terbimbing dan terkendali oleh fitrah akan tumpah ke segala arah. Sumber segala nista di muka bumi ini bermula dari hasrat primitif insan yang tak terkendali, yang oleh sufi ternama Jalaluddin Rumi disebut “ibu dari semua berhala”. Keangkuhan, keserakahan, kesewenangan, korupsi, kebohongan, kekerasan, kebencian, kemunafikan, dan segala wujud tiran sebenarnya pantulan dari jiwa angkara insan yang kehilangan sublimasi nilai Ilahiah.

Dengam fondasi jiwa tauhid dalam spirit ibadah haji dan qurban, setiap muslim harus bisa menaklukkan egoisme diri. Ego yang merasa diri benar sendiri, diri yang digdaya dan berkuasa, diri yang serbahebat disertai sikap merendahkan, menzalimi, dan memperlakukan orang lain semena-mena. Ego yang berangasan rakus menguasai kekayaan alam dan kekayaan negara untuk kepentingan diri atau segelintir orang, yang mengakibatkan kesenjangan dan kesengsaraan rakyat. Egoisme yang mengakibatkan sebagian kecil di badan bangsa ini tidak tenggang rasa dan tidak peduli terhadap derita sesama, seolah hidup menyendiri.

Karenanya, pada putihnya kain ihram yang tak beralas dan seluruh prosesi ibadah haji hingga puncak wukuf di Arafah. Pada kepasrahan Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar dalam ritual ibadah qurban yang dramatik. Keduanya selain mengajarkan orientasi ketuhanan yang hanif  bahwa insan sehebat apapun sebenarnya lemah di hadapan-Nya, secara horizontal kedua ibadah itu menanamkan jiwa ihsan atau kebajikan semesta yang sarat makna. Pesan kemanusiaannya sangat luhur biar setiap insan beriman berbuat kebaikan yang melampaui sekat-sekat agama, suku, ras, golongan, dan segala pagar kenaifan untuk tegaknya kehidupan bersama yang serbautama.

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Berhaji dan berqurban juga mengajarkan jiwa nrimo untuk menyebarkan nilai kebajikan utama dalam hidup setiap Muslim. Ikhlas merupakan jiwa tunduk yang total kepada Allah SWT sehingga melahirkan eksklusif yang nirpamrih dalam berbuat kebaikan. Mereka yang hidupnya nrimo akan bisa membebaskan diri dari hasrat-hasrat sesaat, seraya melintas batas ke peran-peran utama sarat makna menyerupai suka menolong, berbagi, dan peduli. Mereka berbuat mulia atasnama Allah untuk ihsan bagi kemanusiaan semesta.

Siapapun yang  berhaji dan berqurban dalam ritual Islam sejatinya menambatkan peribatan itu pada niat nrimo hanya untuk Tuhan semata sebagaimana firman Allah:

Al Anam 162:

Artinya: “Katakanlah: sebenarnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-An’am: 162).

Ajaran ketulusan ditunjukkan oleh Ibrahim, Siti Hajar, dan putra tercintanya Ismail dalam dongeng qurban. Allah mengisahkan dalam Al-Quran Surat Ash-Shaffat 101-111 yang artinya sebagai gerikut: “Maka Kami beri dia kabar bangga dengan seorang anak yang amat sabar.Maka tatkala anak itu hingga (pada umur sanggup) berusaha bahu-membahu Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sebenarnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya).Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sebenarnya kau telah membenarkan mimpi itu”, sebenarnya demikianlah Kami memberi tanggapan kepada orang-orang yang berbuat baik.Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang tiba kemudian,(yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.Demikianlah Kami memberi tanggapan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Ash-Shaffat: 101-111).

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Ibadah qurban menanamkan nilai pengorbanan. Ibrahim, Ismail, dan Hajar memberi contoh terbaik perihal praksis berkurban dengan sepenuh ketaqwaan. Allah berfirman:
Artinya: “Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan hingga kepada Allah, tetapi yang hingga kepada-Nya ialah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu biar kau mengagungkan Allah atas perunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikan kabar bangga kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-Hajj : 37).

Apalah artinya hanya seekor binatang kurban bila dibandingkan dengan nyawa seorang Ismail yang sangat dicintai kedua orangtuanya. Maukah kita hari ini berqurban? Kenyataan kadang menunjukkan,  karena kecintaan yang berlebih terhadap harta, sebagian orang menjadi berat hati untuk berkurban dengan seekor hewan. Padahal betapa tinggi makna dan fungsi dari ibadah qurban itu baik bagi pelaku maupun umat sesama.

Ibadah qurban mengajarkan amal shaleh dan ihsan. Setiap insan beriman yang mempunyai kelebihan rizki dan terusan kehidupan dia pasti untuk peduli dan membuatkan bagi sesama yang membutuhkan tanpa diskriminasi. Si kaya membuatkan rizki untuk si miskin. Kaum bakir pintar membuatkan ilmu kepada yang awam. Sesama insan saling menjujungtinggi martabat. Laki-laki dan wanita saling menghormati dan memuliakan. Siapapun yang diberi terusan kekuasaan dan kekayaan sedangkan dia beriman mak harus mau berkorban bagi sesama, lebih-lebih bagi yang membutuhkan. Semuanya dilandasi spirit pengorbanan yang mempunyai akar pada fatwa Ilahi, yang meoahirkan tindakan-tindakan praksis altruisme relijius yang mencerahkan. Menurut fatwa Nabi, Allah berada di tengah para hamba sejauh hamba-hamba itu membela sesamanya.

Para elite negeri yang mengaku insan beriman di mana pun berada perlu memgambil makna hakiki dari fatwa ketulusan, cinta, dan pengorbanan Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar sebagai model sikap emas yang menebar keutamaan bagi seluruh umat manusia. Adanya segelintir orang atau kelompok yang menguasai secara umum dikuasai kekayaan negara dan mengakibatkan kesenjangan sosial merupakan bukti lemahnya jiwa berkorban di badan bangsa ini. Luruhnya jiwa kenegarawanan yang ditandai kian menguatnya kebiasaan mengutamakan kepentingan diri dan kroni di atas kepentingan publik boleh jadi lantaran makin terkikisnya jiwa nrimo berkorban sebagai kanopi suci yang diajarkanpara Nabi Allah yang kaya mozaik spiritual Ilahiah itu.

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Ibadah haji dan qurban juga mengajarkan sifat cinta, yakni kasih sayang atau welas asih yang jernih terhadap sesama sebagai perwujudan cinta kepada Allah. NabiIbrahim, Isa, Muhammad, dan para Rasul kekasih Allah mempraktikan hidup welas asih itu terhadap sesama tanpa diskriminasi. Nabi Ibrahim sempat minta kepada Tuhan biar umat Nabi Luth yang durhaka tidak diberi azab. Sifat welas asih  Nabi yang satu ini diabadikan dalam Al-Quran:
Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba dan suka kembali kepada Allah.” (QS. Hud: 75).

Para Nabi Utusan Allah sangatlah berjiwa kasih sayang. Nabi Muhammad ketika dilempari kerikil oleh kaum Thaif tatkala hijrah, dia berkeberatan pada ketika Jibril menawarinya biar mereka  yang melukainya itu diberi azab. “Ya Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sebenarnya merekatidakmengetahui”, ujar Nabi kiamat itu. Dalam hadisnya dia bersabda, yang artinya:, “Tidaklah beriman seseorang hingga dia menyayangi saudaranya menyerupai dia menyayangi dirinya sendiri.” (HR Muslim).  Rahmat Allah pun terlimpah bagi para hamba yang menebarkan kasih sayang di muka bumi.

Ketika sekarang tidak sedikit insan tejangkiti virus egoisme, maka fatwa kasih sayang atau welas asih menjadi mutiara yang hilang untuk ditemukan kembali. Perang, konflik, dan segala bentuk kekerasan di banyak sekali belahan dunia terjadi antara lain lantaran menguatnya egoisme dan luruhnya kasih sayang antarsesama. Insan beriman pun atasnama agama dan kebenaran tidak sedikit menjadi ringan tangan berbuat kekerasan, sehingga kehilangan tabiat kasih sayangnya terhadap sesama sebagaimana diajarkan agama dan para Nabi. Agama dan jejak Nabi sekadar ranah keyakinan kognisi, yang tak menyentuh kedalaman qalbu yang menebar perangai cinta Ilahi dan kasih sesama.

Sebagian panorama kehidupan ketika ini di banyak daerah cenderung berwajah garang dan kehilangan kelembutan. Dunia modern kehilangan jejak pencerahan, sehingga berdasarkan sosiolog Anthony Giddens bermetamorfosis menjadi “juggernaut”, laksana kereta raksasa  yang menggilas apa saja. Bahkan Hasn Kung sosok moralis di kancah internasional menyuarakan pentingnya sopan santun global sebagai arah moral di kala ini. Sejumlah tokoh terkemuka dari banyak sekali agama bulan Februari 2009 yang kemudian bahkan berkumpul di Swiss, semuanya setuju untuk mengakibatkan fatwa “belas kasih sebagai inti kehidupan religius dan moral”. Umat Islam tentu harus menjadi penggerak dalam menebar fatwa kasih sayang dalam harmoni habluminallah dan habluminannas guna melawan segala bentuk kebencian dan kekerasan antarinsan di manapun berada di muka bumi ini sebagai wujud risalah rahmatan lil-‘alamin.

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Bagi Mukmin sejati bahwa ibadah haji, qurban, dan ibadah-ibadah lainnya harus mengakibatkan dirinya bersahabat dengan Allah dan ihsan atau berbuat kebaikan serbautama bagi sesama. Mereka mempunyai harmoni fungsional antara habluminallah dan habluminannas untuk membangun kehidupan yang luhur dan utama.

Jika relasi dengan Allah dan insan sama baiknya maka melahirkan harmoni dalam kehidupan. Sumber tragedi kehidupan terjadi tatkala relasi dengan Tuhan (habluminallah) terputus dengan relasi sesama insan (habluminannas), demikian pula sebaliknya sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali kalau mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali menerima kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itukarena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itudisebabkan mereka durhaka dan melampaui batas”(QS Ali Imran: 112).
Kini insan beriman di mana pun berada diuji ketulusan dalam hidup berbasis nilai-nilai Ilahi dalam menghadapi dunia yang banyak kepentingan harta, tahta, dan pesona dunia yang serba menghalalkan apa saja. Kehidupan politik yang serbabebas, ekonomi yang serbakapitalistik, dan budaya terkenal yang memuja kesenangan inderawi membuat masyarakat kehilangan nilai-nilai Ilahi yang bermakna utama. Atasnama agama, politik, ekonomi, dan apa saja terjadi saling rebut terusan kehidupan yang sangat keras. Sebagian insan tampil dalam sosok-sosok ganas, yang  “bergigi dan bercakar merah”, tulis Tennyson. Akibatnya dalam kehidupan berlaku aturan homo homini lopus, bahwa insan lantaran kepentingannya yang serakah saling memangsa satu sama lain. Inilah benih konflik dan segala bentuk fasad fil-ardl yang harus dibebaskan dan dicerahkan dengan nilai-nilai ibadah Qurban, Haji, dan Idul Adha.

Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah

Marilah di simpulan khutbah ini kita bermunajat kepada Allah biar hidup di dunia ini senantiasa berada di jalan-Nya, beribadah dan menjalankan kiprah kekhalifahan dalam bimbingan-Nya, serta di alam abadi kelak menjadi penghuni Jannatun Na’im dalam ridla dan karunia-Nya. Amin ya Rabb al-‘Alamin.

.اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّالْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

اَلّلَهُمَّاغْفِرْلِلْمُسِلِمِيْنَوَالْمُسْلِمَاتِوَالْمُؤْمِنِيْنَوَالْمُؤْمِنَاتِاَلأَحْيَاءِمِنْهُمْوَاْلأَمْوَاتِإِنَّكَسَمِيْعُقَرِيْبُمُخِيْبُالدَّعْوَاتِيَاقَظِيَالْحَخَاتِيَامُجِيبَالسَّاءِلَتِ

اَلَّلهُمَّ اِنَّانَسْاءَلُكَ سَلَامَةً فِي الدِّيْنِ وَعَافِيَتَ فِي الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِي الْعِلْمِ وَبَرَكَهً فِي الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يآ اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ.

اَلَّلهُمَّ تَقَبَّلْ مِنّآ صَلاَتَناَ وَجَمِيعَ عِبآدَتِنآ بِرِضآكَ وَفَضْلِكَ الْكَرِيْم وَتُبْ عَلَيْنآ إِنَّكَ أَنْتَ تَوَابُ الرَّحِيْمُ .

رَبَّنآ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنآ بَعْدَ إِذْهَذَيْتَنآ وَهَبْلَنَآ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَآبُ. رَبَّنآ هَبْلَنَآ مِنْ أَزْوَاجِنَآ وَذُرِّيَتِنَآ قُرَّةً أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَآ لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.

رَبَّنَآ أَتِنَآ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَآ عَذَا بَ النَّار. سُبْحَانَ رَبكَ رَبّالْعِزَةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمُ عَلىَ الْمُرْسَلِيْن وَالحَمْدُِ للهِ رَبِّ اْلعآلَمِيْنَ وَلَذِكْرُ اللهِ أكْبَر


واَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَاكَاتُه

Sumber:
Khutbah Idul Adha 1437 H : "Memaknai Esensi Ibadah Haji dan Qurban"
Oleh Dr H Haedar Nashir, M.Si.

Related : Memaknai Esensi Ibadah Haji Dan Qurban (Oleh: Dr H Haedar Nashir, M.Si)

0 Komentar untuk "Memaknai Esensi Ibadah Haji Dan Qurban (Oleh: Dr H Haedar Nashir, M.Si)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close