Konstitusi berasal dari bahasa Prancis “Constituere” yang artinya membentuk. Pemakaian perumpamaan konstitusi dimaksud selaku pembentukan atau penyusunan suatu negara.
Konstitusi bagi suatu negara merupakan keseluruhan metode aturan yang menentukan dan mengontrol tata kehidupan kenegaraan lewat metode pemerintahan negara dan tata kekerabatan secara timbal balik antara pemerintah negara dan orang seorang yang berada di bawah pemerintahnya.
Konstitusi diartikan juga selaku aturan dasar, aturan dasar tersebut sanggup tertulis dan sanggup juga tidak tertulis.
Konstitusi atau aturan dasar yang tertulis disebut juga Undang-Undang Dasar, sedangkan konstitusi atau aturan dasar yang tidak tertulis disebut juga konvensi, yakni aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek-praktek penyelengaraan negara walaupun tidak tertulis.
Dengan demikian, konstitusi lebih luas dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar (UUD), atau Undang-Undang Dasar merupakan salah satu bab dari konstitusi.
Menurut James Bryce, suatu konstitusi menetapkan:
- pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanan
- fungsi dari lembaga-lembaga tersebut
- hak-hak tertentu yang ditetapkan.
Sedangkan menurut JF. Strong, konstitusi mengatur:
- kekuasaan pemerintah
- hak-hak dari yang diperintah
- hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah.
Fungsi UUD/konstitusi, sanggup ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan atau menurut tujuannya.
Ditinjau dari sudut pemerintahan fungsi UUD/konstitusi selaku landasan struktural penyelenggaraan pemerintahan menurut suatu metode ketatanegaraan yang niscaya yang pokok-pokoknya dalam suatu aturan-aturan konstitusi atau UUD-nya.
Sedangkan ditinjau dari sudut tujuannya, fungsi UUD/kontitusi yakni untuk menjamin hak-hak anggota warga negara atau penduduk dari langkah-langkah absolut penguasa.
Menurut A.A.H. Struycken, Undang-Undang Dasar selaku suatu konstitusi yang tertulis merupakan dokumen formal yang memuat:
- Hasil usaha politik bangsa di waktu lampau
- Tingkatan-tingkatan perkembangan tertinggi ketatanegaraan bangsa
- Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang mau diwujudkan, baik waktu kini maupun yang akan datang.
- Sutau prospek dengan mana perkembangan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Menurut Sri Sumantri (1979:45) Undang-Undang Dasar atau konstitusi kebanyakan memuat:
- adanya jaminan terhadap hak-hak asasi insan dan warga negara
- ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;
- adanya pembagian dan pembatasan kiprah ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Menurut Miriam Budiardjo (1977:101), setiap UUD/Konstitusi memuat ketentuan tentang:
- organisasi negara, umpamanya pembagian kekuasaan antara tubuh legislatif, direktur dan judikatif, dan sebagainya
- hak-hak asasi manusia
- prosedur merubah UUD
- Ada kalanya memuat larangan untuk merubah sifat tertentu dari UUD.
Semenjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang, di Indonesia sudah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar dalam empat periode:
- Periode 18 Agutus 1945 hingga dengan 27 Desember 1949 berlaku Undang-Undang Dasar Proklamasi yang kemudian dipahami dengan Undang-Undang Dasar 1945
- Periode 27 Desember 1949 hingga dengan 17 Agustus 1950 berlaku Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS)
- Periode 17 Agutus 1950 hingga dengan 5 Juli 1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)
- Periode 5 Juli 1959 hingga dengan kini berlaku Undang-Undang Dasar 1945
Penjajahan Belanda ini rampung pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret . Sejak di saat itu Indonesia diduduki oleh bala serdadu Jepang.
Namun Jepang tidak terlampau usang menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, serdadu Jepang mulai kalah di dalam melawan serdadu Sekutu.
Untuk menawan simpati bangsa Indonesia biar bersedia menolong Jepang dalam melawan serdadu Sekutu, Jepang menyediakan persetujuan kemerdekaan di kelak kemudian hari.
Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
Karena Jepang terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang menyediakan persetujuan kemerdekaan yang kedua terhadap bangsa Indonesia, yakni juanji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Ganseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) No. 23.
Dalam maklumat itu sekaligus diangkut dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tugas tubuh ini yakni menyidik dan menghimpun usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan terhadap pemerintah Jepang untuk sanggup dipertimbangkan.
BPUPKI resmi dibikin pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yakni Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio(orang Jepang).
Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat selaku kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo.
BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif yakni tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua tempat dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa yakni perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak bunyi (keanggotaan mereka yakni pasif, yang artinya mereka cuma hadir dalam sidang BPUPKI selaku pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, sudah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yakni yaitu selaku berikut :
Persidangan Resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam forum "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dipahami dengan sebutanGedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta.
Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan gres dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berjalan hingga dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "IndonesiaMerdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini didatangi oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano.
Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berjalan selama empat hari, cuma didatangi oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya acara sidang diawali dengan membahas persepsi mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berupa "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian acara sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk hal ini, BPUPKI mesti merumuskan dasar negara Republik Indonesia apalagi dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, alasannya Undang-Undang Dasar yakni merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna memperoleh rumusan dasar negara Republik Indonesia yang sungguh-sungguh tepat, maka acara program dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yakni menyimak pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasionalIndonesia, yang mengajukan pendapatnya ihwal dasar negara Republik Indonesia itu yakni selaku berikut :
Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan ide mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “ 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat ” .
Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan ide mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang ia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “
1. Persatuan;
2. Kekeluargaan;
3. Mufakat dan Demokrasi;
4. Musyawarah; dan
5. Keadilan Sosial ” .
Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan ide mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang ia namakan "Pancasila", yaitu: “
1. Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan;
3. Mufakat atau Demokrasi;
4. Kesejahteraan Sosial; dan
5. Ketuhanan Yang Maha Esa ” .
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dipahami dengan perumpamaan "Pancasila", masih menurut ia bilamana diinginkan ide mengenai rumusan Pancasila ini sanggup diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “ 1. Sosionasionalisme;
2. Sosiodemokrasi; dan
3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan ” .
Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut apabila hendak diperas kembali dinamakannya selaku "Ekasila" (Satu Sila), yakni merupakan sila: “ Gotong-Royong ” , ini yakni merupakan upaya dari Bung Karno dalam menerangkan bahwa konsep ide mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut yakni berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya.
Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini diingat dengan istilah detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati selaku hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, sehabis itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih.
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk suatu panitia kecil yang tugasnya yakni memuat usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan terhadap sidang pleno BPUPKI.
Tiap-tiap anggota diberi peluang mengajukan usul secara tertulis paling lambat hingga dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
- Ir. Soekarno
- Ki Bagus Hadikusumo
- K.H. Wachid Hasjim
- Mr. Muh. Yamin
- M. Sutardjo Kartohadikusumo
- Mr. A.A. Maramis
- R. Otto Iskandar Dinata
- Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat campuran antara Panitia Kecil dengan para anggota BPUPKI yang bermukim di Jakarta.
Hasil yang diraih antara lain disetujuinya dibentuknya suatu Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
- Ir. Soekarno
- Drs. Muh. Hatta
- Mr. A.A. Maramis
- K.H. Wachid Hasyim
- Abdul Kahar Muzakkir
- Abikusno Tjokrosujoso
- H. Agus Salim
- Mr. Ahmad Subardjo
- Mr. Muh. Yamin
Panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan sukses merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dipahami dengan istilah “Piagam Jakarta” yang pada waktu itu disebut-sebut juga selaku suatu "Gentlement Agreement".
Adapun bunyi lengkapnya “Piagam Jakarta” yakni selaku berikut:
Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu merupakan hak segala bangsa dan oleh alasannya itu maka penjajahan di atas dunia mesti dihapuskan, lantaran tidak cocok dengan perikemanusiaan dan perikeadilan
Dan usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah sampailah terhadap di saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh prospek luhur agar berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian ketimbang itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk meningkatkan kemakmuran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjalankan ketertiban dunia yang menurut kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar terhadap Ketuhanan dengan keharusan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat akal dalam permusyawaratan perwakilam, serta dengan merealisasikan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta, 22-6-2605
- Ir. Soekarno
- Drs. Muh. Hatta
- Mr. A.A. Maramis
- K.H. Wachid Hasjim
- Abdul Kahar Muzakkir
- H. Agus Salim
- Abikusno Tjokrosujoso
- Mr. Ahmad Subardjo
- Mr. Muhammad Yamin
Persidangan Resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-16 Juli 1945.
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berjalan sejak tanggal 10Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945. Hari pertama sidang BPUPKI dimulai dengan diumumkannya dengan penambahan 6 anggota gres yaitu
- Abdul Fatah Hasan;
- Asikin Natanegara;
- Soerjo Hamidjojo;
- Muhammad Noor,
- Besar dan
- Abdul Kaffar.
Pada sidang pertama ini ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya terhadap anggota BPUPKI berupa dokumen konsep asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu.
Salah keputusan penting dalam rapat BPUPKI tanggal 10 Juli 2016 yakni diambilnya keputusan ihwal bentuk Negara.
Dari 64 bunyi (ada beberapa anggota yang tidak hadir) yang pro republic sebanyak 55 orang, 6 orang yang menginginkan bentuk kerajaan, 2 orang mengingkan bentuk lain.dan 1 orang yang blangko.
Ketika akan mengambil pemungutan bunyi untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi situasi yang sarat dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius sebagaimana tergambar dalam pembicaraan di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “…
Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian!
Oleh lantaran kita menghadapi di saat yang suci, oke kita mengheningkan cipta, agar janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan ihwal bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci.
Oleh lantaran itu, saya mohon terhadap paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan bangun di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.
Ketua RADJIMAN:
Usul itu kita turuti dan saya minta marilah kita mengheningkan cipta, agar memperoleh pikiran yang suci dan murni dalam pemilihan.
Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.
Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang menentukan republik, ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.
Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa sudah diseleksi oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan 64 stem, merupakan yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2 lain-lain. Jadi, segalanya ada 64. Sudah ada ketetapan dalam waktu ini, nanti kita menciptakan pelaporan yang sejelas-jelasnya.
Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?
Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang diseleksi dengan bunyi terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat. ….”
Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sungguh konkret dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 di saat membahas kendala kawasan negara. Semangat tersebut, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh berikut ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).
Anggota MOEZAKIR:
…. Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini mempunyai ketinggian kehendak dan kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita…. tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan tidak bermanfaat belaka. Oleh lantaran itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak….
Anggota YAMIN:
…. Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografi ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibikin oleh orang yang mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi tempat Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam tempat Indonesia. …
Anggota ABDUL KAFFAR:
…. Dalam ilmu seni administrasi alangkah besar bagi kedua-duanya untuk mempertahankan segi masing-masing. Artinya kalau kita menyaksikan batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya sepakat sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yakni biar pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu juga Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. …
Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:
…. Jikalau pertempuran sudah rampung dan kemenangan tamat sudah tercapai, kita sanggup melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang tepat dengan kondisi zaman pada waktu itu, dengan seruan Indonesia merdeka merupakan seluas Indonesia-Belanda dahulu.
Jikalau kemenangan tamat tercapai dan ada seruan yang konkret dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan senang hati mereka akan kita terima selaku bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”
Dalam membahas kendala kawasan negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang menyodorkan usulnya, menyerupai Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata.
Akhirnya diputuskan, bahwa kawasan Indonesia Merdeka yakni Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, sehabis menyimak persepsi dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
- Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
- Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
- Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Agenda sidang BPUPKI yang kedua juga membahas ihwal kawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, konsep Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran.
Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil.
Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus mendesain isi dari Undang-Undang Dasar,
Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.
Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yakni selaku berikut: Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota) Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) Mr. Raden Panji Singgih (anggota) Haji Agus Salim (anggota) Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Selain itu, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar menciptakan kesepakatan:
Bentuk “Unitarisme”.
Kepala Negara di tangan satu orang, yakni Presiden.
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus mendesain isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.
Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar sukses membahas beberapa hal dan menyetujui antara lain ketentuan ihwal Lambang Negara, Negara Kesatuan, istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan terhadap Panitia Penghalus Bahasa.
Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan acara “Pembicaraan ihwal pernyataan kemerdekaan”.
Sidang pleno BPUPKI memperoleh laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno.
Dalam laporan tersebut membahas mengenai konsep Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga kendala pokok yakni :
- Pernyataan ihwal Indonesia Merdeka
- Pembukaan Undang-Undang Dasar
Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan selaku "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya termasuk : Wilayah negara Indonesia yakni sama dengan bekas kawasan Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yakni kawasan Sabah dan kawasan Serawak di negara Malaysia, serta kawasan negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yakni kawasan negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya, Bentuk negara Indonesia yakni Negara Kesatuan, Bentuk pemerintahan Indonesia yakni Republik, Bendera nasional Indonesia yakni Sang Saka Merah Putih, Bahasa nasional Indonesia yakni Bahasa Indonesia.
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia gres rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar nyaris segalanya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta".
Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara penerima sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru.
"Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada risikonya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.
Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan program “Pembahasan Rancangan Undang- Undang Dasar”.
Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno menyediakan klarifikasi naskah yang dihasilkan dan memperoleh balasan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, selaku Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi peluang untuk menyediakan klarifikasi terhadap naskah Undang-Undang Dasar.
Penjelasan Soepomo, antara lain menerangkan betapa pentingnya mengetahui proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).
“Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar Negara Mana Pun Tidak Dapat Dimengerti Sungguh-Sungguh Maksudnya Undang-Undang Dasar Dari Suatu Negara, Kita Harus Mempelajari Juga Bagaimana Terjadinya Teks Itu, Harus Diketahui Keterangan-Keterangannya Dan Juga Harus Diketahui Dalam Suasana Apa Teks Itu Dibikin.
Dengan Demikian Kita Dapat Mengerti Apa Maksudnya. Undang-Undang Yang Kita Pelajari, Aliran Pikiran Apa Yang Menjadi Dasar Undang-Undang Itu. Oleh Karena Itu, Segala Pembicaraan Dalam Sidang Ini Yang Mengenai Rancangan-Rancangan Undang-Undang Dasar Ini Sangat Penting Oleh Karena Segala Pembicaraan Di Sini Menjadi Material, Menjadi Bahan Yang Historis, Bahan Interpretasi Untuk Menerangkan Apa Maksudnya Undang-Undang Dasar Ini.”
Naskah Undang-Undang Dasar risikonya diterima dengan bunyi bundar pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan lantaran dianggap sudah sanggup menyelesaikan tugasnya dengan baik, yakni menyusun konsep Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno selaku ketuanya.
Tugas "PPKI" ini yang pertama yakni meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Tugasnya yang kedua yakni melanjutkan hasil kerja BPUPKI, merencanakan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang terhadap bangsa Indonesia, dan merencanakan segala sesuatu yang menyangkut kendala ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.
Anggota "PPKI" sendiri berisikan 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, selaku upaya untuk merefleksikan perwakilan dari aneka macam etnis di kawasan Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asalMaluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
"PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan selaku wakilnya yakni Drs. Mohammad Hatta, sedangkan selaku penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan menghadirkan Ir. Soekarno,Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yakni kota paling besar di negara Vietnam dan terletak bersahabat delta Sungai Mekong.
Pada di saat "PPKI" terbentuk, prospek rakyat Indonesia untuk merdeka kian memuncak. Memuncaknya prospek itu terbukti dengan adanya tekad yang bundar dari semua golongan untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Negara Indonesia.
Golongan muda kala itu mengharapkan biar kemerdekaan diproklamasikan tanpa koordinasi dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, tergolong proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI".
Pada di saat itu ada pikiran dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yakni cuma merupakan suatu tubuh bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang.
Di lain pihak "PPKI" yakni suatu tubuh yang ada waktu itu guna merencanakan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.
Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yakni tergantung terhadap sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI".
Jendral Terauchi kemudian risikonya menyodorkan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus1945.
Seluruh antisipasi pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya terhadap "PPKI".
Dalam situasi memperoleh tekanan atau beban berat menyerupai demikian itulah "PPKI" mesti bersusah payah guna meyakinkan dan mewujudnyatakan prospek atau prospek luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sungguh haus dan rindu akan suatu kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Namun, pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang mengalah tanpa syarat terhadap sekutu, dan sejak di saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan.
Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yakni dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sehari sehabis proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan program utama mengesahkan konsep Hukum Dasar dengan preambulnya menentukan Presiden dan Wakil Presiden
Sehari sehabis Proklamasi Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia secepatnya mengadakan Sidang. pada sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945 ini sudah terjadi persetujuan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yangberagama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut fatwa kebatinan, yang kemudian dibarengi oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh- tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Untuk pengakuan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta apalagi dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat sehabis Proklamasi Kemerdekaan, ada delegasi dari Indonesia bab Timur yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bab Timur menganjurkan biar pada alinea keempat preambul, dibelakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan keharusan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus.
Jika tidak maka rakyat Indonesia bab Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang gres saja diproklamasikan.
Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan terhadap sidang pleno PPKI, terutama terhadap para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain terhadap Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berupaya meyakinkan tokoh-tokoh Islam, dengan alasan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat pergantian dari hasil persetujuan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut.
Hasil pergantian yang kemudian disepakati selaku "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945", Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan” .
Kedua, anak kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan keharusan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “ Presiden merupakan orang Indonesia orisinil dan beragama Islam ” , menyerupai tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “ dan beragama Islam” . Keempat, terkait pergantian poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “ Negara menurut atas Ketuhananan, dengan keharusan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya ” diganti menjadi berbunyi: “Negara menurut atas Ketuhanan Yang Maha Esa ” .
Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga timbul pada di saat pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat selaku berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :445-446)
Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
...."Berhubung dengan kondisi waktu saya harap agar penyeleksian Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yakni Bung Karno sendiri. (Tepuk tangan)"
Ketua SOEKARNO :
...."Tuan-tuan banyak terima kasih atas keyakinan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh Tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia. (Tepuk tangan). (Semua anggota bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Karno ” 3x)"
Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
..."Pun untuk menentukan Wakil Kepala Negara Indonesia saya ajukan cara yang gres ini dijalankan. Dan saya ajukan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Hatta” 3x)"
Adapun keputusan penting hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 yakni selaku berikut:
- Menetapkan dan mengesahakan Undang-Undang Dasar 1945
- Memilih Ir Soekarno selaku presiden dan Drs. Muh. Hatta selaku wakil presiden
- Sebelum terbentuk MPR, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh Komite Nasional Indonesisa Pusat.
Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI merupakan Rancangan Undang-Undang dasar hasil karya BPUPKI sehabis mengalami pergantian dan penyempurnaan. Beberapa pergantian yang terjadi pada Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut antara lain:
- Hukum dasar diganti dengan Undang-undang dasar
- Kalimat ”Ketuhanan dengan keharusan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ....’ diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Menambahan Rancangan Undang-Undang Dasar 1945.
Tambahan tersebut adalah:
- Bab XVI pasal 37 ihwal pergantian UUD
- Aturan Peralihan pasal I – IV
- Aturan Tambahan ayat 1 dan 2
Setiap negara mempunyai Undang-Undang Dasar dengan tujuan yang diinginkan oleh masing-masing negara tersebut.
Konstitusi-konstitusi yang dimiliki oleh negara-negara di dunia ternyata amat bermacam-macam bentuk dan susunannya.
Ada yang menggunakan Mukadimah/Pembukaan ada pula yang tidak, dan ada yang berisikan banyak pasal dan ada pula yang cuma berisikan beberapa pasal, kesemuanya sungguh tergantung dari maksud para pendiri negara masing-masing dalam mengontrol kehidupan ketatanegaraan.
Sebagai ketentuan yang mengontrol kehidupan ketatanegaraan, undang-undang dasar merupakan sumber utama aturan tata negara suatu negara.
Oleh lantaran itu, konstitusi senantiasa mempunyai corak nasional dari masing-masing negara.
Henk van Maarseveen dan Ger van der Tang (Sri Soemantri M, 1998: 94-95) mengemukakan bahwa selain selaku dokumen nasional, konstitusi juga selaku alat untuk membentuk metode politik dan metode aturan negaranya sendiri.
Sedangkan Sri Sumantri M (1998: 95) mengemukakan bahwa Undang-Undang Dasar selaku konstitusi tertulis merupakan suatu dokumen formal yang berisi:
- Hasil usaha politik bangsa di waktu yang lampau.
- Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
- Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang mau diwujudkan, baik untuk waktu kini maupun untuk masa yang akan datang.
- Suatu prospek dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Meskipun setiap negara mempunyai Undang-Undang Dasar yang isinya berbeda-beda, tetapi intinya setiap Undang-Undang Dasar mengontrol materi yang merupakan ciri yang mesti dipenuhi bagi suatu konstitusi yang benar sebagaimana dikemukakan oleh J.G. Steenbeek (Sri Soemantri M, 1998: 93), yaitu:
- Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi insan dan warga negara.
- Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
- Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
Miriam Budiardjo (2001: 101) menyatakan bahwa setiap Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal selaku berikut:
Organisasi negara, umpamanya pembagian kekuasaan antara tubuh legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian, mekanisme menyelesaikan kendala pelanggaran yuridiksi oleh salah satu tubuh pemerintah, dan sebagainya.
Hak-hak asasi manusia.
Prosedur merubah Undang-Undang Dasar.
Ada kalanya memuat larangan untuk merubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.
Hal ini lazimnya terdapat kalau para penyusun Undang-Undang Dasar ingin menyingkir dari terulangnya kembali hal-hal yang gres saja diatasi, umpamanya hadirnya seorang diktator atau kembalinya suatu monarkhi.
Selain itu, ditemui pula bahwa Undang-Undang Dasar sering memuat prospek rakyat dan asas-asas ideologi negara yang oleh penyusun Undang-Undang Dasar untuk mengungkapkan cerminan semangat dan spirit rakyat negara tersebut dan mewarnai seluruh naskah Undang-Undang Dasar itu.
Di negara-negara komunis, Undang-Undang Dasar memiliki fungsi berganda.
Di satu pihak merefleksikan kemenangan-kemenangan yang sudah dicapai dalam usaha ke arah tercapainya penduduk komunis dan merupakan pencatatan formal dan legal dari perkembangan yang sudah dicapai.
Di pihak lain Undang-Undang Dasar menyediakan rangka dan dasar aturan untuk pergantian penduduk yang dicita-citakan dalam perkembangan selanjutnya (Miriam Budiardjo, 2001: 99).
Sejak tamat kurun ke-19, Undang-Undang Dasar dianggap selaku jaminan paling efektif apabila kekuasaan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak dilanggar.
Kemudian muncullah perumpamaan konstitusionalisme untuk membuktikan suatu metode asas-asas pokok yang menentukan dan menghambat kekuasaan dan hak bagi yang memerintah dan yang diperintah, lantaran mereka mempunyai persepsi bahwa seluruh aparatur serta acara kenegaraannya mesti ditujukan terhadap tercapainya penduduk komunis.
Oleh lantaran itu, Undang-Undang Dasarnya memiliki fungsi berganda sebagaimana dikemukakan di atas.
Dengan demikian arti penting Undang-Undang Dasar 1945 bagi bangsa Indonesia yakni selaku landasan struktural penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia.
UUD 1945 mengontrol penyelenggaraan negara dan kiprah serta wewenang badan-badan yang ada dalam penyelenggaraan negara Republik Indonesia.
Para pendiri negara Republik Indonesia sudah sepakat, bahwa untuk menghambat terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, mesti diadakan Undang-Undang Dasar atau konstitusi selaku bab dari aturan dasar untuk menghambat terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Semua tokoh yang menjadi anggota BPUPKI maupun PPKI pasti mempunyai kiprah yang besar dalam perumusan Undang-Undang Dasar 1945.
Para tokoh itu merupakan putra terbaik bangsa yang mewakili kalangan dan masyarakatnya pada waktu itu.
Mereka menjadi wakil bangsa Indonesia yang mempunyai kesanggupan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa. Berikut ini pola Peran Tokoh Perumus Undang-Undang Dasar 1945
Ir. Soekarno :
Sebagai anggota BPUPKI, selaku ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ("PPKI"), berperan dalam menganjurkan rumusan dasar negara Indonesia, yang diberi nama Pancasila. Selain Muh Yamin, Ir Sukarno juga menyodorkan usul dasar negara.
Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dipahami selaku hari lahir Pancasila.
Usul Sukarno bekerjsama tidak cuma satu melainkan tiga buah usulan kandidat dasar negara yakni lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan perumpamaan “Pancasila” (secara harfiah memiliki arti lima dasar) pada rumusannya ini atas rekomendasi spesialis bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno.
Oleh lantaran itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Soekarno juga berperan selaku ketua Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara atau panitia sembilan yang sukses merumuskan Piagam Jakarta, dan lainnya.
Drs. Mohammad Hatta
Sebagai anggota BUPKI, selaku Ketua Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, selaku anggota Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara atau penitia sembilan yang sukses merumuskan Piagam Jakarta, memberi usulan ihwal kawasan Negara.
Dr. Rajiman Wediodiningrat
Sebagi ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Mr. Mohammad Yamin
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyodorkan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan konsep “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyodorkan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan terhadap BPUPKI.
Prof. Dr. R. Supomo
Supomo duduk selaku anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Setelah BPUPKI dibubarkan dan dibikin PPKI, Ia juga selaku Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, dan lainnya
Mr.Ahmad Soebardjo
Beliau tergolong tokoh penting dalam sejarah usaha Indonesia dalam memproklamasikan kemerdekaan. Terkenal selaku konseptor naskah teks proklamasi dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Ia merupakan salah satu anggota panitia kecil atau panitia sembilan yang sukses merumuskan Piagam Jakarta dan juga selaku anggota PPKI.
Beliau juga merupakan konseptor yang ikut menyumbangkan pikirannya dalam penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan, yakni pada kalimat pertama yang berbunyi : “ Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.
Silahkan Kamu gali kiprah masing-masing tokoh Perumus Undang-Undang Dasar 1945 menyerupai pola diatas menurut uraian sejarah perumusan Undang-Undang Dasar 1945 yang diterangkan di atas.
0 Komentar untuk "Pkn Vii Kepingan 3 Perumusan Dan Legalisasi Uud 1945"