Pkn Ix Belahan 1 Pancasila Selaku Dasar Negara Dan Persepsi Hidup Bangsa

Pada masa Orde lama, kondisi politik dan keselamatan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam situasi peralihan dari penduduk terjajah menjadi penduduk merdeka.

Masa orde usang merupakan masa penelusuran bentuk penerapan Pancasila khususnya dalam tata cara kenegaraan. Pancasila dipraktekkan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama.

Terdapat 3 periode penerapan Pancasila yang berbeda, yakni periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.

a. Periode 1945-1950 
Pada periode ini, penerapan Pancasila selaku dasar negara dan persepsi hidup menghadapi banyak sekali masalah.

Ada upaya-upaya untuk mengubah Pancasila selaku dasar negara dan persepsi hidup bangsa. Upaya-upaya tersebut terlihat dari hadirnya gerakan-gerakan pemberontakan yang maksudnya menganti Pancasila dengan ideologi lainnya. Ada dua pemerontakan yang terjadi pada periode ini yaitu:

1). Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya merupakan mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut akan mengubah Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini pada kesudahannya bisa digagalkan.

2) Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII merupakan untuk mengubah Pancasila selaku dasar negara dengan syari’at islam. Upaya penumpasan pemberontakan ini mengkonsumsi waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo bareng para pe ngikutnya gres bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962

b. Pada periode 1950-1959
Pada periode ini dasar negara tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan menyerupai ideologi leberal.

Hal tersebut sanggup dilihat dalam penerapan sila keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan bunyi terbanyak (voting).

Pada periode ini persatuan dan kesatuan memperoleh tantangan yang berat dengan hadirnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berlangsung lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis.

Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak sanggup menyusun Undang-Undang Dasar menyerupai yang diharapkan.

Hal ini mengakibatkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang mengakibatkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku, dan kembali terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini merupakan Pancasila diarahkan selaku ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

c. Periode 1956-1965
Periode ini dimengerti selaku periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin merupakan nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden  Soekarno.

Terjadilah banyak sekali penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, dan memadukan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak sesuai bagi NKRI.

Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian penduduk yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berupaya untuk mengambil alih Pancasila dengan ideologi lain.

Pada periode ini terjadi Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit.

Tujuan pemberontakan ini merupakan kembali mendirikan Negara Soviet di Indonesia serta mengubah Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini bisa digagalkan, dan semua pelakunya sukses ditangkap dan dijatuhi eksekusi sesuai dengan perbuatannya.

Era demokrasi terpimpin di bawah pimpinan Presiden Soekarno memperoleh tamparan yang keras di saat terjadinya insiden tanggal 30 September 1965, yang disinyalir didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemberontakan PKI tersebut menenteng jawaban yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yakni tersisihkannya partai tersebut dari arena perpolitikan Indonesia.

Begitu juga dengan Presiden Soekarno yang berkedudukan selaku Pimpinan Besar Revolusi dan Panglima Angkatan Perang Indonesia secara niscaya bertahap kekuasaannya dikurangi bahkan dilengserkan dari jabatan Presiden pada tahun 1967, hingga pada kesudahannya ia tersingkir dari arena perpolitikan nasional.

Era gres dalam pemerintahan dimulai sehabis lewat masa transisi yang singkat yakni antara tahun 1966-1968, di saat Jenderal Soeharto diseleksi menjadi Presiden Republik Indonesia. Era yang kemudian dimengerti selaku Orde Baru dengan rancangan Demokrasi Pancasila.

Visi utama pemerintahan Orde Baru ini merupakan untuk melakukan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap faktor kehidupan penduduk Indonesia.

Dengan visi tersebut, Orde Baru menampilkan secercah prospek bagi rakyat Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat sewenang-wenang pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis.

Harapan rakyat tersebut tentunya ada dasarnya. Presiden Soeharto selaku tokoh utama Orde Baru dipandang rakyat selaku sesosok insan yang dapat mengeluarkan bangsa ini keluar dari keterpurukan.

Hal ini dikarenakan ia sukses membubarkan PKI, yang di saat itu dijadikan musuh utama negeri ini. Selain itu, beliu juga sukses menciaptakan stabilitas keselamatan negeri ini pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat.

Itulah beberapa fikiran yang menjadi dasar keyakinan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud.

Karena, bergotong-royong tidak ada pergeseran yang subtantif dari kehidupan politik Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde Lama bergotong-royong sama saja (sama-sama otoriter).

Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan sentra dari seluruh proses politik di Indonesia.

Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama forum negara yang lain baik yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK dan MA) maupun yang bersifat infrastruktur (LSM, Partai Politik, dan sebagainya).

Selain itu juga Presiden Soeharto memiliki sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun menyerupai Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.

Dari uraian di atas, kita bisa menggambarkan bahwa pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan.

Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen cuma dijadikan alat politik penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.

Pada masa reformasi, penerapan Pancasila selaku dasar negara dan persepsi hidup bangsa terus menghadapi banyak sekali tantangan.

Penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan pada bahaya pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengubah Pancasila dengan ideologi lain, akan tetapi lebih dihadapkan pada kondisi kehidupan penduduk yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas.

Kebebasan yang mewarnai kehidupan penduduk Indonesia dikala ini termasuk banyak sekali macam bentuk mulai dari keleluasaan berbicara, berorganisasi, berekspresi dan sebagainya.

Kebebasan tersebut di satu sisi sanggup memacu kreativitas masyarakat, namun disisi lain juga bisa menghadirkan efek negatif yang merugikan bangsa Indonesia sendiri.

Banyak hal negatif yang muncul selaku jawaban penerapan rancangan keleluasaan yang tanpa batas, menyerupai hadirnya pergaulan bebas, pola komunikasi yang tidak beretika sanggup menyebabkan terjadinya perpecahan, dan sebagainya.

Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di abad reformasi merupakan menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa dikala ini merupakan yang ditandai dengan adanya pertentangan di beberapa daerah, tawuran antarpelajar, tindak kekerasan yang dijadikan selaku alat untuk menyelesaikan permasalahan dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut sudah banyak

menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah pengetahuan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih memprioritaskan kerukunan sudah hilang dari kehidupan penduduk Indonesia.

Kemudian, selain dua tantangan tersebut, dikala ini bangsa Indonesia dihadapkan pada perkembangan dunia yang sungguh cepat dan mendasar, serta berpacunya pembangunan bangsa-bangsa.

Dunia dikala ini sedang terus dalam gerak mencari tata korelasi baru, baik di lapangan politik, ekonomi maupun pertahanan keamanan.

Walaupun bangsa-bangsa di dunia makin menyadari bahwa mereka saling memerlukan dan saling tergantung satu sama dengan yang lain, tetapi kompetisi antar kekuatan-kekuatan besar dunia dan perebutan imbas masih berkecamuk.

Salah satu cara untuk menanamkan imbas terhadap negara lain merupakan lewat penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kewaspadaan dan kesiapan mesti kita optimalkan untuk menangani penyusupan ideologi lain yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Hal ini lebih penting artinya, lantaran sebagian besar bangsa kita tergolong masyakat berkembang. Masyarakat yang kita citacitakan belum terwujud secara nyata, belum bisa menampilkan kehidupan yang lebih baik sesuai prospek bersama.

Keadaan ini sadar atau tidak sadar, terbuka kemungkinan bangsa kita akan berpaling dari Pancasila dan menjajal membangun masa depannya dengan diilhami oleh sebuah persepsi hidup atau dasar negara yang lain.

Diterimanya Pancasila selaku dasar negara dan persepsi hidup bangsa menenteng konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan mendasar bagi penyelenggaraan negara Indonesia.

Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut merupakan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat akal dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila merupakan nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

Nilai-nilai dasar Pancasila sanggup mengikuti kondisi dengan perkembangan zaman.

Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut tetap sanggup dipraktekkan dalam banyak sekali kehidupan bangsa dari masa ke masa.

Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang bersifat terbuka. Tahukah kalian apa itu ideologi terbuka?

Bagaimana keterbukaan nilai-nilai Pancasila? Nah, pertanyaan-pertanyaan tersebut sanggup kalian pahami jawabannya sehabis kalian mempelajari materi berikut ini.

1. Hakikat Ideologi Terbuka
Sebagai sebuah tata cara pemikiran, ideologi sangatlah masuk akal kalau mengambil sumber atau berpandangan dari persepsi dan falsafah hidup bangsa.

Hal tersebut akan bikin ideologi tersebut meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk dan kecerdasan kehidupan bangsa.

Artinya, ideologi tersebut bersifat terbuka dengan senantiasa mendorong terjadinya perkembangan-perkembangan anutan gres mengenai ideologi tersebut, tanpa mesti kehilangan jatidirinya.

Kondisi ini akan berlainan sama sekali, kalau ideologi tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari
luar bangsanya atau anutan perseorangan.

Ideologi yang menyerupai itu akan kaku dan condong bersifat dogmatis sempit. Dengan kata lain odeologi tersebut bersifat tertutup.

Ciri khas ideologi terbuka merupakan nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya penduduk itu sendiri.

Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan didapatkan dalam penduduk sendiri.

Oleh lantaran itu, ideologi terbuka merupakan milik dari semua rakyat, penduduk sanggup mendapatkan dirinya di dalamnya.

Ideologi terbuka memiliki banyak sekali keunggulan daripada ideologi tertutup.

Keunggulan tersebut sanggup kita peroleh dengan cara membandingkan karakteristik kedua ideologi tersebut. Dalam tabel berikut dipaparkan perbedaan karakteristik kedua ideologi tersebut

2. Kedudukan Pancasila selaku Ideologi Terbuka
Pancasila berakar pada persepsi hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga menyanggupi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka.

Sekalipun Pancasila bersifat terbuka, tidak bermakna bahwa keterbukaannya merupakan sebegitu rupa sehingga sanggup memusnahkan atau menghapus jati diri Pancasila sendiri.

Keterbukaan Pancasila mengandung pemahaman bahwa Pancasila senantiasa bisa berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, tetapi pelaksanaannya diubahsuaikan dengan keperluan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu.

Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa bisa mengikuti kondisi dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai selaku berikut:

a. Nilai Dasar, yakni hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang bagus dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelancaran hidup negara. Nilai dasar tersebut berikutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Nilai instrumental, yakni pembagian terencana mengenai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya program-program pembangunan yang sanggup diubahsuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang, dan departemen-departemen selaku forum pelaksana juga sanggup berkembang. Pada faktor ini senantiasa sanggup ditangani perubahan.

c. Nilai praksis, yakni merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam sebuah pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah maka pembagian terencana mengenai nilai-nilai Pancasila senantiasa meningkat dan senantiasa sanggup ditangani pergeseran dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat.

Inilah sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka. Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga mesti memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan sebuah ideologi mesti bisa direalisasikan dalam kehidupan nyata.

Oleh lantaran itu, Pancasila selaku ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu:

a. Dimensi Idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu, pada hakekatnya bersumber pada filsafat Pancasila.

Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila bisa menampilkan harapan, optimisme serta bisa mendorong motivasi pendukungnya untuk berupaya merealisasikan cita-citanya.

b. Dimensi normatif
Dimensi ini mengandung pemahaman bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam sebuah tata cara norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan.

Dalam pemahaman ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib aturan tertinggi dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, Pancasila mudah-mudahan bisa dijabarkan ke dalam tindakan yang bersifat operasional, perlu memiliki norma atau aturan aturan yang jelas

c. Dimensi Realitas
 Dimensi ini mengandung makna bahwa sebuah ideologi mesti bisa merefleksikan realitas kehidupan yang meningkat dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran gres yang berkaitan mengenai dirinya, tanpa menetralisir atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh lantaran itu, Pancasila mesti bisa dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara $O¿DQ

Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila selaku ideologi terbuka, maka ideologi Pancasila: a. Tidak bersifat utopis, yakni cuma merupakan tata cara ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata
b. Bukan merupakan sebuah doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan sebuah norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
c. Bukan merupakan sebuah ideologi yang pragmatis, yang cuma menekankan pada sisi praktis-praktis belaka tanpa adanya faktor idealisme.

Pancasila sanggup ditentukan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan tetapi, walaupun demikian keterbukaan Pancasila bukan bermakna tanpa batas. Keterbukan ideologi Pancasila mesti senantiasa memperhatikan:
a. Stabilitas nasional yang dinamis
b. Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme
c. Mencegah berkembanganya paham liberal
d. Larangan terhadap persepsi ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat
e. Penciptaan norma yang barus mesti lewat konsensus

1. Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang Politik Perkembangan bidang politik antara lain termasuk duduk kendala forum negara, hak asasi manusia, demokrasi, dan hukum. Pembangunan negara Indonesia selaku negara terbaru salah satunya merupakan membangun tata cara pemerintahan yang tepat dengan perkembangan zaman.

Lembaga negara dikembangkan sesuai dengan pertumbuhan dan keperluan penduduk dan negara. Pengembangan forum negara sanggup menurut pada forum yang sudah ada dalam masyarakat, bikin forum baru, atau menjiplak forum negara dari negara lain.

Kita memiliki forum negara MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK selaku sesuatu yang gres dalam tata cara pemerintahan Indonesia.

Namun forum gres ini haruslah sesuai dengan tata cara pemerintahan yang menurut nilai-nilai Pancasila.

Bangsa Indonesia menghargai hak asasi insan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bukan hak asasi insan yang memprioritaskan keleluasaan individu atau sebaliknya memprioritaskan keharusan tanpa menghargai hak individu.

Namun hak asasi insan yang menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Hak asasi insan yang dijiwai oleh nilai ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat akal dalam permusyawaratan/perwakilan, serta merealisasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demokrasi yang kita kembangkan merupakan demokrasi Pancasila. Suatu demokrasi yang berkembang dari tradisi nilai-nilai budaya bangsa selama ini.

Demokrasi yang memprioritaskan musyawarah mufakat dan kekeluargaan. Demokrasi yang tidak menurut dominasi dominan maupun tirani minoritas.

Sistem yang memprioritaskan kekeluargaan, bukan tata cara oposisi yang saling menjatuhkan dan memprioritaskan kepentingan individu dan golongan.

Sistem penyeleksian lazim dalam demokrasi merupakan salah satu rujukan perwujudan yang demokrasi yang dikembangkan di Indonesia.

Pemilihan lazim untuk memutuskan pemimpin sudah dimengerti oleh sebagian besar penduduk Indonesia sejak dahulu.

Bentuk ini sanggup dikembangkan dengan mendapatkan cara penyeleksian lazim di negara lain, menyerupai partai politik, kampanye, dan sebagainya. Namun penyeleksian lazim yang terjadi mesti sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Pembangunan bidang aturan diarahkan pada terciptanya tata cara aturan nasional yang menurut Pancasia. Hukum nasional yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila selaku sumber dari segala sumber hukum.

Peraturan perundangan yang berlaku dilarang berlawanan dengan nilai-nilai Pancasila. Peraturan perundangan sanggup disusun menurut norma sosial yang berlaku dalam penduduk Indonesia maupun dari luar, tetapi tetap sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

2. Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang Ekonomi
Sistem perekonomian yang dikembangkan merupakan tata cara ekonomi yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Landasan operasional tata cara ekonomi yang menurut nilai-nilai Pancasila ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, yang memastikan :
a. Perekonomian disusun selaku kerja keras bareng berdasar atas asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang buatan yang penting bagi negara dan menguasai hajat hiduporang banyak dikuasai oleh negara
c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasasioleh negara dn dipergunakan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat

d. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demorasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan pertumbuhan dan kesatan ekonomi nasional

Berbagai wujud tata cara ekonomi baik yang sudah ada dalam penduduk Indonesia maupun selaku imbas dari asing, sanggup dikembangkan selama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Kita sudah mengenal dalam penduduk dikala ini menyerupai bank, supermarket, mall, bursa saham, bentuk perusahaan, dan sebagainya. Semua forum perekonomian tersebut kita terima selama sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

3. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila di bidang Sosial Budaya
Tujuan pembangunan nasional merupakan terwujudnya penduduk adil dan sejahtera menurut Pancasila. Kita mengharapkan terwujudanya penduduk yang menurut Pancasila. Masyarakat di sekeliling kita senantiasa mengalami pergeseran sosial dan budaya.

Agar pergeseran tersebut tetap terarah pada terwujudanya penduduk menurut Pancasila, maka tata cara nilai sosial dan budaya dalam penduduk dikembangkan sesuai dengan nilai-nilia Pancasila.

Sistem nilai sosial yang ada dalam penduduk Indonesia terus dikembangkan mudah-mudahan lebih maju dan modern. Oleh lantaran itu proses modernisasi perlu terus dikembangkan.

Modernisasi tidak bermakna “westernisasi”, tetapi lebih diartikan selaku proses pergeseran menuju ke arah kemajuan.

Nilai-nilai sosial yang sudah ada dalam penduduk yang tepat dengan Pancasila, menyerupai kekeluargaan, musyawarah, bahu-membahu terus dipelihara dan diwariskan terhadap generasi muda. Demikian juga nilai-nilai sosial dari luar menyerupai etos kerja, kedisiplinan, ilmiah sanggup diterima sesuai nilai-nilai Pancasila

Pengembangan kebudayaan nasional yang berakar pada kebudayaan tempat yang luhur dan beradab, serta menyerap nilai budaya gila yang tepat dengan nilai-nilai Pancasila untuk memperkaya budaya bangsa.

Sikap feodal, perilaku eksklusif, dan paham kedaerahan yang sempit serta budaya gila yang berlawanan dengan nilai-nilai Pancasila perlu dicegah perkembangannya dalam proses pembangunan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan rujukan budaya gila yang sanggup memperkaya budaya bangsa. Namun tidak perlu ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

4. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila di bidang Pertahanan dan Keamanan.
Pembangunan bidang pertahanan dan keselamatan secara tegas ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 3 yang mengaskan bahwa pembelaan negara merupakan hak dan keharusan setiap warga negara. Demikian juga pasal 30 memastikan setiap warga negara berhak dan wajib ikur serta dalam kerja keras pertahanan dan keselamatan negara.

Usaha pertahanan dan keselamatan negara dilaksanakan lewat tata cara pertahanan dan keselamatan rakyat semesta. Dengan demikian kedua pasal ini memastikan perlunya partisipasi seluruh rakyat dalam pembelaan negara.

Bentuk partisipasi rakyat dalam pembelaan negara yang sudah ada dalam penduduk menyerupai tata cara “ronda” atau tata cara keselamatan lingkungan (siskamling) yang melibatkan penduduk secara bergantian.

Di beberapa tempat juga terdapat forum penduduk atau adat yang bertugas menjaga keselamatan masyarakat, menyerupai Pecalang di Bali. Lembaga ini dibikin oleh dan dari penduduk sekitar untuk menjada keselamatan lingkungan masyarakat.

Coba amati di lingkungan penduduk kalian, apakah ada forum adat yang memiliki kiprah untuk menjaga keselamatan atau sejenisnya.

Pada dikala ini, terdapat bentuk organisasi keselamatan terbuat secara sengaja dan terorganisasi secara terbaru menyerupai pertahanan sipil, satuan pengaman lingkungan, dan sebagainya.

Uraian di atas memperjelas dan mengambarkan terhadap kita bahwa Pancasila bisa memuat dinamika perkembangan masyarakat.

Pancasila bukanlah ideolog tertutup, yang tidak sanggup menyesuaikan dengan perkembangan dan bersifat kaku. Keterbukaan Pancasila selaku ideologi, merupakan salah satu keunggulan Pancasila sehingga tetap dipertahankan oleh bangsa Indonesia.

Tugas kita selaku generasi muda untuk tetap menjaga Pancasila selaku dasar negara dan ideologi nasional.

Upaya menjaga tidak cuma dengan tetap membuat Pancasila selaku dasar negara dan tidak merubahnya.

Namun yang paling utama dengan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Related : Pkn Ix Belahan 1 Pancasila Selaku Dasar Negara Dan Persepsi Hidup Bangsa

0 Komentar untuk "Pkn Ix Belahan 1 Pancasila Selaku Dasar Negara Dan Persepsi Hidup Bangsa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)
close
close